Seiring dengan kondisi mengganasnya pandemi di penjuru nusantara, ketakutan dan sikap paranoid menggelanyuti benak masyarakat. Diiringi dengan berita-berita mencengangkan dan ngeri soal perkembangan pandemi, kondisi mental masyarakat semakin menggelegak tak menentu. Belum lagi dengan diterapkannya PPKM darurat yang mencekam, masyarakat semakin gundah merana tak kunjung mereda.
Di berbagai daerah, mulai muncul fenomena dan gelagat ‘Panic Buying’ atau berbelanja kebutuhan dalam jumlah banyak karena faktor ketakutan atau kawatir berlebihan. Sejumlah toko atau mini market sontak dibanjiri masyarakat yang ingin memborong habis persediaan makanan dan minuman di depan mata. Banyak yang mengecam bahwa sikap ini hanya akan menambah runyam situasi dan juga mengacaukan distribusi dan pasokan barang yang ujungnya membuatnya jadi langka dan harga tinggi selangit.
Sedikit mengkaji fenomena Panic Buying ini, tentunya akan sangat berkaitan dengan insting dan sifat dasar manusia sebagai makhluk hidup. Secara psikologi, panic buying merupakan dorongan insani yang muncul dari sistem dan mekanisme bertahan hidup manusia.
Sifatnya sangat erat dengan insting dan dorongan naluriah penuh intuisi dan tak sedikitpun didasari oleh akal sehat, norma, etika ataupun moralitas. Mekanisme bertahan hidup ini mencuat dalam sikap yang ingin mengendalikan situasi segera dengan cara apapun juga. Ketika diperhadapkan dengan kalutnya emosi dan pikiran , dorongan ini akan mencari bentuknya dengan membuat benteng dan perisai mengamankan teritori dan keselamatan diri dengan menghadirkan rasa aman dan tenang yang harus dikerahkan sekuat baja.
Dalam kasus pandemi Covid-19 ini, self protective-mechanism ini bisa berwujud memborong barang kebutuhan pokok dan logistic sebanyak mungkin agar tercukupinya kebutuhan biologis dan psikologis selama mungkin. Mekanisme bertahan hidup ini sangat mirip dengan kasus penjarahan yang terjadi usai bencana besar menghampiri.
Banyak korban yang selamat kemudian menjarah makanan dan minuman di toko atau warung kelontong bahkan mengambil televisi , ban bekas, hingga lemari yang tidak ada kaitannya dengan bahan makanan.
Sekali lagi, mekanisme bertahan hidup insting alami manusia ini berada di ranah naluri dan intuisi dan bukan di ranah logika, norma atau budaya. Sehingga kasus mencuri ban bekas pasca bencana akan sangat sulit diterima nalar sehat manusia. Sama seperti panic buying, memborong sepuluh kardus mie instan dalam semalam kadang akan sulit dicerna oleh pikiran waras kita.
Namun demikian, teori ini selayaknya jangan menjadi pembenaran bagi kita melakukan panic buying di situasi keruh tak terkendali. Walau diburu oleh insting dan kalutnya emosi , serta pikiran kacau di sana sini, hendaknya sikap tenang perlu dikedepankan.
Teori ini justru bertujuan untuk mengingatkan bahwa ‘panic buying’ harus jujur dan berani diakui sebagai insting alami setiap diri dan harus dibarengi dengan sikap tenang dan logika yang dingin saat mengendalikan silang sengkurit situasi.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Ngamuk Warganya Meninggal Divonis Covid-19, Kades Jenar: Kami Tertipu Ditelantarkan Dokter
-
Rumah Sakit Peninggalan Kolonial di Medan Direncanakan Jadi RS Darurat Covid-19
-
WHO akan Audit Laboratorium di China Untuk Ungkap Asal-Usul Virus Corona Covid-19
-
Bos Pembuat Mobil Jepang Sebut Pandemi di Asia Tenggara Layaknya Bencana Alam
-
Virus Corona Varian Delta Bisa Menular Lewat Airborne Hanya Dalam 15 Detik
Kolom
-
Dari Warisan Kolonial ke Kota Sporadis: Mengurai Akar Banjir Malang
-
Jejak Ketangguhan di Pesisir dan Resiliensi yang Tak Pernah Padam
-
Mengapa Widji Thukul Terasa Asing bagi Generasi Hari Ini?
-
Second Child Syndrome: Mengapa Anak Kedua Kerap Dianggap Lebih Pemberontak?
-
Dari Pesisir Belitung, Lahir Harapan Baru untuk Laut yang Lebih Baik
Terkini
-
Perempuan Bergamis Putih di Sudut Toko
-
Misteri Mahoni Tua: Penampakan Sosok Putih di Malam Sebelum Tragedi
-
Prilly Latuconsina Buka-Bukaan Soal Bisnis Kapalnya: Untung Rugi Naik Turun Bak Main Saham!
-
3 Film Korea yang Dibintangi Park Hae Soo di 2025, Wajib Ditonton!
-
8 Keunggulan Samsung Galaxy Tab A11+, Tablet Rp3 Jutaan untuk Keluarga dan Anak