Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Christof
Ilustrasi wanita karaoke (cottonbro/Pexels).

Kerlap kerlip lampu karaoke malam berputar kencang, dentuman musik menggelar memenuhi ruangan klub. Sesosok wanita cantik dengan balutan pakaian minim nan menggoda mendekati tamunya. Inilah yang sering dijumpai di klub karaoke malam yang menjadi kedok sebuah prostitusi terselubung, yang akhirnya menjadikan sensualitas sebagai bahan komoditas.

Ada berbagai faktor yang mendorong mengapa kaum wanita nekat terjun dalam prostitusi kelam ini. Di antaranya adalah keterdesakan ekonomi, kurangnya pendidikan, keterampilan dan keahlian yang dikuasi. Termasuk pula motivasi dan prinsip hidup yang diyakini sampai rasa frustasi karena patah hati, karena ditinggal pergi suami. Namun yang jamak terjadi karena rongrongan keperluan perut dan kebutuhan hidup mendesak, di tengah ketidaksanggupan mencari nafkah yang halal.

Dalam konteks hierarki manusia, memang bertahan hidup adalah kebutuhan dasar tak terelakkan. Pemenuhan kebutuhan hidup menjadi sebuah insting alami manusia. Ketika sudah terhimpit dengan kebutuhan mendesak, insting kuat ini akan berhadapan dengan norma, nilai, prinsip hidup dan keyakinannya.

Namun sayangnya tidak semuanya mampu mengelola semua ini dengan baik, sampai pada akhirnya memaksa seseorang untuk bertahan hidup, walau dengan melanggar norma dan hukum yang berlaku. Belum lagi bagi sebagian orang tak mampu membendung sifat lemah untuk mencari uang dengan cara mudah dan instan. Hedonisme dan standar hidup yang tidak realistis ikut mendukung dorongan ini.

Menyikapi hal ini, perlu adanya edukasi soal bahaya, risiko ancaman, hingga sisi negatif dan positif menjadi pemandu karaoke. Mereka harus banyak dibekali pengetahuan mengenai kerugian perdagangan manusia dan kekerasan terhadap perempuan.

Sementara untuk pemberdayaan, hendaknya para pemandu karaoke ini juga dibekali dengan keterampilan atau ‘life skill‘untuk modal bertahan hidup ketika tidak lagi bekerja di karaoke.

Sementara bagi  pengusaha karaoke sendiri diharapkan tidak memberikan fasilitas dan sarana serta kesempatan munculnya prostitusi terselubung . Pada akhirnya, pemerintah dituntut selektif dan penuh pertimbangan untuk  memberikan izin sebuah hiburan atau karaoke.

Peran keluarga juga sangat besar dalam memberi pendidikan dan dukungan bagi perempuan, agar tidak terjun dalam dunia hitam ini. sementara bagi pemandu karaoke yang sudah terlibat, keluarga juga memiliki peran untuk memberikan kasih sayang, kepercayaan diri, dukungan  moral hingga arahan agar pemandu lagu berani keluar dari zona gelap tersebut.

Fungsi ataupun peran lelaki sebagai pengayom dan pelindung bagi  wanita juga berperan penting dalam hal ini. Jangan sampai pihak lelaki sebagai tamu dan pengunjung serta sebagai suami atau kerabatnya ikut mempermainkan, memeras, atau menyakiti kalangan pemandu lagu ini.

Memang pada kenyataanya, prosititusi di balik lantunan musik menghentak di karaoke malam ini, tidak lahir dari faktor tunggal. Ia hidup dari kompleksitas dan akumulasi persoalan yang memang perlu diurai dengan tepat. Langkah solutif, aksi nyata dan kongkrit juga perlu dikedepankan. 

Christof