Dalam sejarah peradaban manusia, korupsi telah tumbuh dan dipraktikkan sejak ribuan tahun lalu. Ada beberapa catatan yang menyebut tragedi penyuapan kepada hakim dan pejabat pemerintah pada zaman Mesir, Romawi Kuno, Cina, Babilonia, Ibrani, India, dan Yunani. Fakta ini menegaskan bahwasannya korupsi yang dilakukan ribuan tahun lalu masih eksis hingga hari ini, tetapi ia bermetamorfosis sesuai perkembangan zaman. Korupsi di zaman sekarang, kini lebih canggih dan dalam wujud yang lebih modern. Pelakunya pun mulai dari tataran kementerian, pimpinan lembaga tinggi negara hingga seluruh elemen lembaga eksekutif, yudikatif dan legislatif.
Khusus penyebutan pelaku korupsi, agaknya kita perlu menambah definisi anyar. Selama ini, koruptor kerap dipandang sebagai perbuatan cela yang dilakukan para pejabat atas. Pada kenyataannya, korupsi telah merajalela hingga unsur masyarakat yang notabene merupakan organisasi paling dasar. Kita tidak dapat memungkiri akan maraknya praktik suap para pelamar kerja. Faktor keluarga yang menjadi pemicu diterimanya seseorang bekerja. Serangan fajar ketika pemilihan calon bupati bahkan kepala desa. Atau, sekadar mengurus KTP yang dipungut biaya.
Tentu tak elok menyebut korupsi telah menjadi budaya bangsa. Namun, menyangkalnya sebagai perilaku struktural, saya kira kita menampik ironi yang terjadi. Pada dasarnya, telah banyak sudut pandang serta gagasan yang dilakukan guna mencegah perilaku korup. Bahkan secara terang-terangan, tak sedikit meminta pejabat, siapa pun dia dan di tingkat apa ia bekerja, hendaknya memelihara integritas. Pertanyaannya, apakah bisa besi yang telah lurus dan kuat akan bengkok jua? Bisa apabila dipanasi api terus-menerus. Pun begitu dengan seseorang yang telah dewasa dan cenderung memiliki iktikad buruk, akan sangat sulit mengubah tabiat ini, tapi bukan berarti tidak bisa.
Integritas tidak bisa dihasilkan secara instan. Ia butuh latihan dan kebiasaan. Sebetulnya, waktu yang paling tepat menciptakan integritas bukan saat dewasa, tetapi sejak dini. Hasan Al-Basri menyebut, belajar di masa kecil seperti memahat di atas batu. Inilah kuncinya, peran keluarga serta pendidikan sekolah memiliki peran fundamental. Keduanya tak ubahnya indung ibu yang melindungi bayi. Sebagaimana seorang ibu yang tengah mengandung, maka tak sembarang makanan dikonsumsi demi menjaga kesehatan si jabang bayi.
Karenanya, integritas pendidikan harus diterapkan sejak kanak-kanak. Sikap jujur dan memiliki prinsip kuat harus dikenalkan dan dijadikan modal dalam berteman. Tujuannya, agar sang anak tidak mudah menuruti ajakan teman ketika berbuat tidak benar. Apalagi dunia anak-anak selalu memperlihatkan kisah suram. Ada seorang anak memperkosa temannya. Ada siswa yang menendang sang guru. Ada pula seorang anak tega membunuh sang ibu. Perilaku keji ini adalah hasil dari didikan yang tidak tepat.
Saya kira, sudah waktunya untuk menyadari bahwasannya korupsi tak melulu di tingkat menteri. Dalam kehidupan sehari-hari, kita kerap menemui. Apabila kita tidak memiliki integritas tinggi, besar kemungkinan kita akan terjerumus jua. Oleh karenanya, mari tanamkan sikap dan prinsip kuat sebab korupsi sebetulnya bukan budaya. Ia hasil dari peperangan nafsu dan jiwa. Sedangkan kita tidak memiliki kekuatan untuk berkata tidak pada korupsi.
Baca Juga
-
4 Zodiak yang Gampang Baper dan Cepat Menangis, Siapa Saja Mereka?
-
Kamu Susah Move On dari Mantan? Bisa Jadi Ini Alasannya
-
Benarkah Kesehatan Mental Bisa Terganggu Akibat Candu Media Sosial?
-
Cara Mengatasi Deadlock saat Menulis, Simak Tips Berikut Ini!
-
5 Tips agar Cerpenmu Dimuat di Koran dan Media Online
Artikel Terkait
-
Korupsi Meja Kursi SD, Wali Kota Semarang dan Suami Diciduk KPK
-
Mbak Ita dan Suami Sempat Berangkat ke Jakarta Penuhi Panggilan KPK, Tapi Kembali karena Sakit
-
Tegaskan Siap Hadir Pemeriksaan KPK Besok, Hasto Ungkit Kejanggalan dan Intimidasi Penyidik
-
Skandal Meja Kursi; Mbak Ita dan Suami Ditahan KPK, Diduga Terima Fee 10 Persen
-
Ditahan KPK, Ini Potret Mbak Ita dan Suami Pakai Rompi Oranye dan Tangan Diborgol
Kolom
-
Tak Sekadar Tontonan, Ternyata Penulis Bisa Banyak Belajar dari Drama Korea
-
Gelombang Protes Indonesia Gelap: Suara Mahasiswa untuk Perubahan
-
#IndonesiaGelap: Ketika Pendidikan Tak Lagi Jadi Prioritas
-
Turun Temurun, Perempuan Adalah Makhluk 'Karubyung Kabotan Pinjung Sarwa'!
-
Fenomena Tagar Kabur Aja Dulu: Eksodus Muda Indonesia dan Dilema Nasionalisme
Terkini
-
7 Karakter Penting dalam Drama China Blossom, Siapa Favoritmu?
-
Rinov/Pitha Comeback di Kejuaraan Asia 2025, Kembali Jadi Ganda Campuran Permanen?
-
Buku She and Her Cat:Ketika Seekor Kucing Menceritakan Kehidupan Pemiliknya
-
Madura United Dianggap Tim yang Berbahaya, Persib Bandung Ketar-ketir?
-
H-5 Debut, Hearts2Hearts Ungkap Daya Tarik Single Debut The Chase