Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Aji Prasanto
ilustrasi pencemaran udara (pexels.com/Pixabay)

Manusia adalah makhluk yang sangat ambisius, penuh cita-cita, serta optimisme yang tinggi untuk menjalani kehidupan di dunia. Namun, kita merasa mengesampingkan kehadiran alam dan makhluk hidup lain yang ada di sekitarnya. Bahkan merasa tak berdaya dan dibutakan akan tujuan hidup di dunia yang penuh hingar-bingar, materi, kuasa, cinta, atau semacamnya.

Pernahkah kita berfikir bahwasanya seluruh media sosial yang kita pakai apapun nama dan jenisnya, didalamnya hanya menyuguhkan suatu keinginan-keinginan keduniaan dalam bentuk kebutuhan-kebutuhan “Sekunder” yang dilebih-lebihkan sampai menjadi seolah-olah kebutuhan primer serta hingar-bingar kehidupan dari seseorang yang kita ikuti? Bukankah kita sangat-sangat dalam terpedaya; ingin meniru, ingin menjadi, ingin ini-itu banyak sekali.

Tak terasa kah kita dengan panas matahari yang begitu tinggi, hujan yang turun di musim yang salah, atau cuaca yang tiba-tiba sangat ekstrem? Tahukah kita bahwa tumbuh-tumbuhan sumber pangan banyak mengalami kegagalan, sampai muncul isu krisis pangan dunia? Dari beberapa pertanyaan-pertanyaan tersebut, tentunya kita perlu mengetahui tentang apa yang sebenarnya terjadi pada lingkungan yang kita tinggal ini. Sehingga terjadi kesadaran akan pentingnya memelihara lingkungan yang sehat serta ramah dengan perjalanan kehidupan kita didunia ini.

Issue

Lingkungan alam yang memenuhi kebutuhan kita sehari-hari, tidaklah menyediakan kebutuhan tersebut tanpa batas. Dijelaskan dalam Jurnal Filsafat, dari Heru Santosa bahwa manusia sedang berada dalam proses perusakan lingkungan kehidupannya, lama-kelamaan mulai disadari di seluruh dunia. Begitu pula Verma, A. K. (2019:01) dalam jurnalnya menyebutkan “sumber daya alam dieksploitasi secara buruk oleh manusia karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Udara, air dan makanan semuanya tercemar dan manusia bergerak menuju pembangunan tanpa pandang bulu dengan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan”. Data-data tentang pencemaran lingkungan bisa kita lihat diantaranya:

Indonesia menempati peringkat ke-17 negara di dunia dengan polusi udara terburuk di dunia dengan konsentrasi PM2,5 tertinggi yakni 34,3 g/m3. Dikutip dari laporan kualitas udara dunia dari IQAir 2021, posisi tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara nomor satu yang paling berpolusi di Kawasan Asia Tenggara.

Data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2021 terdapat 10.683 desa/kelurahan yang mengalami pencemaran air. Kemudian 1.499 desa atau kelurahan yang mengalami pencemaran tanah.

Pencemaran di laut, menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada tahun 2020 wilayah lautan Indonesia sudah tercemar oleh sekitar 1.772,7 gram sampah per meter persegi (g/m2). Mengingat luas lautan Indonesia yang totalnya 3,25 juta km2, bisa diperkirakan bahwa jumlah sampah di laut Nusantara secara keseluruhan sudah mencapai 5,75 juta ton.

Pembebasan hutan dilakukan secara masif untuk memenuhi kebutuhan manusia, terlebih lagi pada daerah tropis. Berkisar tahun 1980-2000, 100 juta hektare hutan tropis hilang, sebagian besar diubah menjadi areal peternakan di Amerika Selatan dan untuk lahan sawit di Asia Tenggara. Kota berkembang dengan cepat, yang membuat luas wilayah urban meningkat dua kali lipat sejak 1992. Semua kegiatan manusia ini membunuh spesies dalam skala yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Disebutkan dalam kajian global menunjukkan, rata-rata 25% binatang dan tanaman sekarang terancam.

Dari data tersebut kita dapat melihat bahwa kondisi lingkungan yang kita tinggali semakin lama akan semakin tidak ramah untuk kita tinggali. Jika kita masih saja tidak peka atau tidak peduli atas permasalahan lingkungan ini, kehancuran dunia pastinya tidak lagi menjadi imaji di pikiran kita namun akan menjadi nyata adanya. Oleh karena itu, kita wajib bersama-sama menjaga alam lingkungan kita, untuk keberlanjutan kehidupan di dunia.

Etika lingkungan menjelaskan tentang, bagaimana cara kita berhubungan dengan lingkungan alam yang kita tinggali. Kita dapat melihat bagaimana etika lingkungan dijelaskan, seperti di bawah ini.

Environmental Ethics 

Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna yang tinggal di muka bumi ini, dasar kesempurnaan dari manusia sendiri yaitu memiliki apa yang disebut sebagai etika. Disebutkan bahwa etika berkaitan erat dengan kebiasaan hidup baik, tata laku yang baik, dalam hubungannya dengan diri sendiri maupun orang lain (Hudha, A. M., & Rahardjanto, A. 2018:48).

Etika merupakan bentuk dari penyeimbang dan untuk menjalin kehidupan yang damai sehingga terjadi tatanan masyarakat yang baik. Namun tentunya etika tidaklah hanya diperuntukkan bagi kelangsungan hidup sosial manusia saja, namun juga dengan lingkungan alam yang kita tinggali. Sebagaimana kita ketahui, manusia juga sangat bergantung dengan alam yang ditempatinya. Dengan begitu kita perlu juga untuk menjaga kelestarian alam yang kita tinggali, untuk membuat keseimbangan dan kedamaian serta menjadikan suatu bentuk kehidupan berkelanjutan untuk generasi mendatang yang lebih cemerlang.

Dari pentingnya etika di atas, pengetahuan tentang etika lingkungan pun tercipta. Environmental ethics (Etika lingkungan) merupakan pedoman tentang cara kita berpikir, bersikap, serta bertindak dengan berlandaskan atas nilai-nilai positif guna mempertahankan fungsi dan kelestarian lingkungan. Nilai-nilai positif itu dapat berasal dari bermacam sumber seperti nilai agama, moral dan budaya yang menjadi petunjuk manusia dalam melihat dan memperlakukan lingkungan (Keraf; Darwis & Tantu; Hudha dkk dalam Ulfi Faizah 2020:15).

Dengan adanya etika lingkungan, manusia tidak hanya mengimbangi hak dan kewajibannya terhadap lingkungan, tetapi juga membatasi tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kepentingan (ketahanan) lingkungan (Hudha, A. M., & Rahardjanto, A. 2018:64).

Discussion

Data di atas merupakan contoh kecil tentang bagaimana alam kita sedang tidak baik-baik saja. Pembangunan, kemajuan teknologi, pemenuhan kebutuhan hidup, serta semua aktivitas kita di dunia ini sering kali tidak memperhatikan akan dampak yang akan terjadi pada lingkungan kita. Dampak yang muncul memang seperti tidak terasa, namun dapat secara tiba-tiba terjadi bencana yang menggemparkan seluruh dunia, oleh karena itu kita perlu bergerak. Tentu bukan hanya kita saja, tapi juga pemerintah, penegak hukum, serta masyarakat luas.

Hal-hal yang kita perlu digaris bawahi dari berbagai dampak pencemaran lingkungan ini adalah bagaimana tentang kelangsungan generasi kita selanjutnya, anak cucu kita nanti serta keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Krisis air, laut, udara, serta tanah tentunya menjadi konsen terpenting dari kelangsungan kita hidup di dunia, dimana kita tahu bahwa kita sangat bergantung pada empat komponen tersebut untuk menjalani kehidupan di dunia ini.

Dari krisis keempat komponen tersebut, bonus demografi yang gencar dibicarakan belakangan ini untuk menyongsong generasi emas Indonesia akan menjadi harapan semu semata. Tidak akan terwujud generasi emas malah menjadi beban generasi, dari tingkat krisis yang tinggi generasi pasti akan terpengaruh; daya tahan tubuh, pertumbuhan tubuh, yang membentuk kecerdasan, kecakapan, kemampuan serta masih banyak lagi dan tentu ini tidak boleh kita biarkan.

Aji Prasanto