Usulan Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) soal penghapusan pemilihan calon gubernur dan jabatan gubernur menuai beragam tanggapan.
Melansir dari laman setkab, Presiden Joko Widodo juga mengungkapkan bahwa mengubah suatu kebijakan harus melalui kajian yang mendalam dan perhitungan serta kalkulasi yang jelas.
BACA JUGA: Pak RT Rumah Tiko Terkejut dengan Sikap Ibu Eny, Ungkap Dulu Tidak Pernah Begini
Namun, ada pula yang menyebut jika gagasan Muhaimin dipandang revolusioner meskipun akan memicu munculnya revisi regulasi lain, seperti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Dalam kacamata awam penulis, usulan Muhaimin tampaknya dapat mengurai-mengurangi "ongkos" politik pemilihan langsung gubernur yang menghabiskan anggaran ratusan milyar.
Namun begitu, gagasan di atas tidak bisa dijalankan secara serampangan karena memerlukan kajian secara teliti-cermat terhadap risiko-dampak sosialnya jika penghapusan jabatan gubernur diberlakukan.
Efek yang akan terjadi misalnya dalam hal pengawasan dan penyusunan anggaran serta penerbitan kebijakan seperti peraturan-peraturan daerah, tentu terkena imbasnya.
Belum lagi dengan siapa yang akan menjadi pemegang otoritas di tingkan provinsi jika gubernur dihapuskan. Tak kalah penting, perlu juga memperhitungkan keberadaan DPRD tingkat provinsi secara cermat. Jika jabatan gubernur dihapuskan apakah DPRD otomatis turut serta?
Apapun ceritanya bagi orang awam seperti saya, jika keberadaan jabatan gubernur mampu menyejahterakan rakyat patut dipertahankan.
Namun, sebaliknya jika keberadaannya malah menghaburkan anggaran yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat rasanya akan banyak dukungan untuk dihapuskan.
Penulis cenderung setuju dengan pendapat analis politik dari Indostrategi, Arif Nurul Imam yang menilai, jika usulan Muhaimin tidak bisa sembarangan dilakukan.
BACA JUGA: Paspor Bunda Corla Tak Sengaja Terintip, Netizen Bikin Nikita Mirzani Kicep
Dengan kata lain, Negara dalam hal ini pemerintah perlu melakukan kajian secara komprehensif terkait dampak positif-negatif bagi rakyat.
Mengingat, rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam sistem demokrasi sebagaimana yang pernah diungkapkan pertama kali oleh Alcium, yakni Vox Populi Vox Dei, Suara Rakyat adalah Suara Tuhan.
Hampir semua kalangan masyarakat di dunia mengenal ungkapan di atas. Bahkan, sering diperdengarkan sebagai falsafah dasar Kedaulatan Rakyat Demokrasi, yang menjadi basis implementasi teori demokrasi. Bukankah rakyat adalah pemilik kedaulatan?
Baca Juga
-
Belajar Membaca Peristiwa Perusakan Makam dengan Jernih
-
Kartini dan Gagasan tentang Perjuangan Emansipasi Perempuan
-
Membongkar Kekerasan Seksual di Kampus oleh Oknum Guru Besar Farmasi UGM
-
Idul Fitri dan Renyahnya Peyek Kacang dalam Tradisi Silaturahmi
-
Antara Pangan Instan dan Kampanye Sehat, Ironi Spanduk di Pasar Tradisional
Artikel Terkait
-
Hari Ini Ada Konser Dewa 19 di JIS, Simak Daftar Lagu Legendaris untuk Ikutan Nyanyi di Lokasi
-
Nikita Mirzani Akan Terjun Ke Dunia Politik, Sensasi ?
-
Heru Budi Beri Nama Anak Jerapah dan Gajah di Ragunan Unggul dan Tazoo, Ini Maknanya
-
PKB Usulkan Muhaimin Iskandar Jadi Capres, Gerindra Masih Pikir-pikir
-
Apa Itu Program Petani Milenial Jabar? Jadi Polemik, Peserta Terlilit Utang
Kolom
-
Menari Bersama Keberagaman: Seni Pembelajaran Diferensiasi di Kelas Modern
-
Koperasi Merah Putih: Antara Harapan dan Ancaman Pemborosan Dana Rakyat
-
Tugas dan Status: Membedah Jebakan Ganda yang Menguras Mental Pelajar
-
Gaji UMR, Inflasi Gila-gilaan: Mimpi Kemapanan Generasi Z yang Terjegal
-
Gen Alpha Beda dari Kita! Pola Asuh Zilenial Ubah Segalanya
Terkini
-
Sinopsis My Daughter is a Zombie Siap Segera Tayang, Brutal Tapi Kocak!
-
Keren! Rizky Pratama Riyanto Sabet 5 Kali Juara Lomba Video di Karawang
-
Tradisi Perempuan Jepang di Tahun 1930-an di Novel The Makioka Sisters
-
BRI Super League: Novan Setya Sasongko Ungkap Target dengan Madura United
-
Motorola Edge 860 Pro: HP Flagship yang Siap Bikin Brand Lain Ketar-ketir