Beberapa waktu lalu warganet yang dihebohkan dengan salah satu pernyataan dari seorang Gita Safitri yang secara singkat mengatakan bahwa rahasia awet mudanya adalah dia tidak punya anak. Menurutnya ketika tidak punya anak, dia akan memiliki waktu jam tidur setidaknya 8 jam, tidak mendengar suara berisik, ketika terjadi pengeriputan masih punya uang untuk botox dll. Semua berawal dari hal itu kemudian muncul umpatan berupa kata “stunting” yang ditujukan kepada salah seorang warga net. Terang saja hal tersebut mendapat tanggapan, salah satunya adalah dari Anji yang menyesalkan sikap Gita Savitri yang melayangkan kekesalannya dengan umpatan “stunting”.
Menyoal umpatan tersebut, memang sebenarnya tidak bisa dibenarkan apalagi sebuah umpatan yang ditujukan kepada orang lain. Tapi bisa dipastikan selain umpatan tersebut tidak baik, tidak sedikit dari kita yang tahu mengenai stunting dan urgensinya. Bisa dibilang ada plus dan minusnya dari fenomena Gita Savitri yang mengeluarkan umpatan stunting. Minusnya adalah hal tersebut tidak pantas untuk ditujukan kepada orang lain, plusnya adalah masyarakat bisa jadi lebih mengenal istilah stunting dari pada sebelumnya. Sudah budaya kita adalah mengambil apa yang bagus dan membuang yang jelek. Stunting dalam hal ini adalah satu dari sekian fokus utama pemerintah dalam hal menciptakan generasi yang berkualitas.
Mengutip dari sehatnegeriku.kemenkes.go.id, stunting merupakan suatu keadaan kekurangan gizi kronis pada anak setelah 100 kelahiran. Pencukupan gizi anak setelah kelahiran dengan ASI eksklusif dan makanan pendamping kaya gizi diperlukan untuk menunjang pertumbuhan anak. Stunting sendiri dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak berupa tinggi dan berat badan yang lebih rendah dari anak seumuran, mudah sakit, perkembangan logika (otak) anak terhambat, bahkan sampai kematian karena kekurangan gizi.
Sebagai orang tua perlu diingat butuh kesadaran tinggi terhadap pemenuhan gizi anak, selain karena strata ekonomi yang rendah pengetahuan mengenai gizi yang diperlukan adalah problem dalam fenomena stunting. Ini mengingatkan kita bahwa beberapa hari yang lalu viral seorang ibu di media sosial membuat video dan memberikan pernyataan yang cukup miris, karena menurut pernyataannya setelah minum kopi susu tersebut anaknya yang sebelumnya BAB 10 kali sehari, berkurang jadi 9 kali sehari. Hal ini membuktikan bahwa pengetahuan terhadap gizi yang dibutuhkan anak setelah 100 hari kelahiran benar-benar dibutuhkan.
Awal tahun 2023 kita disuguhkan pola asuh anak oleh seorang ibu muda yang membawa anaknya yang masih 5 bulan naik jetski. Meski agak melenceng dari pembahasan awal yaitu mengenai stunting, tapi pola asuh seperti ini bahkan lebih berbahaya dari pada stunting. Mungkin gizinya terpenuhi, tapi pola asuh yang sembarangan pun bisa menjadi sangat berbahaya bagi anak kedepannya.
BACA JUGA: Ameena Terjatuh saat Pemotretan, Sikap Atta Halilintar Menjadi Sorotan
Sebagai pelengkap, minggu pertama awal tahun 2023 tercatat ada 7 remaja yang mengajukan dispensasi nikah di Ponorogo dan menurut data tahun sebelumnya terdapat 191 kasus dispensasi nikah karena hamil duluan. Pertanyaannya jika mau suuzan, apa yang menjadi jaminan para orang tua yang menikah dini ini dalam pola asuh dan gizi anak bisa memenuhi ? Sedangkan orang tua yang sudah matang secara umur saja banyak yang tidak dapat benar-benar memberikan pola asuh yang benar dan memenuhi gizi anak.
Mengutip dari jogja.suara.com, berdasarkan siaran pers Bappenas mengatakan bahwa Indonesia pada kisaran 2030-2040 akan mengalami lonjakan bonus demografi. Sepertinya Bappenas memiliki kualitas prediksi yang cukup jitu dengan banyaknya kasus dispensasi nikah karena hamil duluan di Indonesia.
Kembali lagi kasus stunting harus menjadi fokus utama agar terciptanya generasi penerus bangsa yang cemerlang. Dengan beberapa kasus di atas mulai dari seorang ibu yang memberi minum anak dengan kopi susu, seorang ibu yang mengajak anaknya naik jetski, dan begitu banyaknya dispensasi nikah karena hamil duluan, pemerintah dan banyak pemangku kepentingan diharapkan menaruh perhatian lebih untuk hal-hal semacam ini. Karena ada kemungkinan generasi stunting sebelumnya juga bisa turut menciptakan generasi stunting di masa depan. Tentunya dalam hal ini kesejahteraan dalam hal ekonomi dan pengetahuan terhadap gizi anak perlu digalakkan oleh pemerintah sekaligus warga masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap hal tersebut. Bisa melalui gerakan warga peduli gizi, sehingga gerakan yang digalakkan tidak satu arah saja, yaitu pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Tag
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Ucapan Hari Guru dari Anak SD yang Menyentuh Hati
-
Mpok Alpa Tak Perlu Pusing Pikirkan Biaya, Bayi Kembarnya Sudah Hasilkan Uang Sejak Masih di Kandungan
-
Ditangkap Kasus Pencabulan, Eks Bupati Biak Numfor Papua Ternyata Predator Seks Anak
-
Ulasan Komik Three Mas Getir, Tingkah Random Mahasiswa yang Bikin Ngakak
-
Strategi Mengelola Waktu Bermain Gadget Anak sebagai Kunci Kesehatan Mental
Kolom
-
Trend Lagu Viral, Bagaimana Gen Z Memengaruhi Industri Musik Kian Populer?
-
Usai Kemenangan Telak di Pilpres AS, Apa yang Diharapkan Pendukung Donald Trump?
-
Standar Nikah Muda dan Mengapa Angka Perceraian Semakin Tinggi?
-
Indonesia vs Arab Saudi: Mencoba Memahami Makna di Balik Selebrasi Seorang Marselino Ferdinan
-
Matematika Dasar yang Terabaikan: Mengapa Banyak Anak SMA Gagap Menghitung?
Terkini
-
Salaryman's Club: Anime Sports Kombinasi Olahraga dan Kehidupan Kantoran
-
Bermain di Light Shop, Park Bo-young Ikut 'Kursus' Jadi Suster
-
Rilis Foto Pembacaan Naskah, Drama Love Scout Umumkan Jajaran Pemain Utama
-
Daftar Sementara 24 Pemain Timnas Indonesia untuk Piala AFF 2024, Siapa Saja?
-
Ulasan Buku Hidup Damai Tanpa Insecure, Belajar Mencintai Diri Sendiri