Anggapan bahwa ganti menteri ganti kurikulum seakan sudah menjadi tradisi di negeri ini. Setiap menteri pendidikan yang menjabat, disadari atau tidak mengusung konsep kurikulum baru. Konsep yang dibarengi berbagai narasi hebatnya ramuan kurikulum yang dibawa, sekaligus janji hasil optimal pendidikan Indonesia saat kurikulum itu diterapkan.
Langkah ini pula yang dilakukan Mas Menteri. Pascapandemi, dengan lantang dikumandangkannya Kurikulum Merdeka. Sebuah kurikulum yang melompat begitu jauh ke depan dan terkesan visioner sebab kurikulum ini kental sekali muatan teknologi di dalamnya.
Ada dua hal yang membuat kurikulum ini kental dengan aroma teknologi. Pertama, situasi pembelajaran daring selama pandemi membuat kalangan pendidikan akrab dengan teknologi informasi dan komunikasi. ‘Kedekatan’ inilah yang dipandang sebagai modal bagi Mas Menteri untuk menerapkan kurikulum ini.
Kedua, tentu saja latar belakang Mas Menteri sendiri. Mas Menteri adalah sosok yang akrab dengan urusan satu ini. Kemampuannya dalam bidang ini ditambah dengan jaringan yang dimiliki, membuatnya bermimpi akan langkah lebar dunia pendidikan menuju kemajuan teknologi.
Semua ini tentu saja sah-sah saja. Tidak ada yang salah dengan semua ini. Namun perlu diingat bahwa bagaimanapun juga, harus ada benang merah dengan kurikulum sebelumnya.
Kurikulum 13 yang digunakan pada masa sebelumnya bukanlah kurikulum yang buruk, sehingga ketika diputus di tengah jalan digantikan dengan Kurikulum Merdeka, apakah itu bukan berarti kembali ke nol?
Jika hal ini yang terjadi, siapa korbannya? Yang pertama pasti guru. Karena mereka adalah sosok paling depan di dunia pendidikan. Perubahan apa pun yang terjadi, para gurulah yang pertama merasakannya. Mereka mau tidak mau harus beradaptasi dengan perubahan tersebut, dan ujung-ujungnya mereka harus menerapkannya di depan kelas.
Jika guru menjadi ‘korban’ pertama, lalu siapa ‘korban’ kedua? Jawabannya gampang, murid. Sebab murid adalah sosok yang akan ‘digarap’ dalam kurikulum baru tersebut. Pemahaman yang kurang lengkap dari guru, dapat saja berakibat fatal bagi murid yang diajar. Jika hal itu terjadi, dapat dipastikan tujuan luhur dalam kurikulum tidak tercapai. Terus, apa gunanya kurikulum baru?
Gambaran tersebut baru gambaran satu episode saja. Padahal episode gonta-ganti kurikulum ini tidak hanya sekali ini terjadi. Ritual yang selalu dibantah oleh para menteri, namun di lapangan, justru itu yang terjadi. Maka jangan heran jika sebagian orang pun mulai menatap agenda 2024. Jangan-jangan pergantian pemerintahan yang terjadi akan menghantam juga urusan kurikulum.
Baca Juga
-
Dilengserkan dari Kursi Pelatih, Nasib Jesus Casas Mirip Shin Tae-yong
-
3 Hal yang Membuat Prestasi Timnas Indonesia U-17 Layak Mendapat Apresiasi
-
Tanpa Gustavo Almeida, Persija Jakarta Hadapi Madura United FC di Bangkalan
-
Jamu CAHN FC, PSM Makassar Optimis Mampu Tembus Babak Final ACC 2025
-
Gegara Belum Pulih Cedera, Anthony Ginting Harus Absen Lagi dari Badminton Asia Championships 2025
Artikel Terkait
-
Kasus Ijazah Palsu Jokowi Bisa Seret Gibran, Roy Suryo Curigai Kejanggalan Riwayat Pendidikan Wapres
-
Literasi Teknologi untuk Guru: Kunci Pendidikan Berkualitas
-
Dorong Regulasi Baru, Kementerian Ekraf Jamin Royalti Seniman Bayar di Muka dan Lisensi Digital
-
Pendidikan dan Karier Cak Lontong yang Diangkat Jadi Komisaris Ancol
-
Sekolah Unggulan Garuda: Menyeimbangkan Ambisi dan Tantangan Pendidikan
Kolom
-
Korupsi Rp984 Triliun: Kita Cuma Bisa Bilang 'Yaudahlah'?
-
Menakar Untung-Rugi Penjurusan di Jenjang SMA
-
Literasi Teknologi untuk Guru: Kunci Pendidikan Berkualitas
-
Work-Family Enrichment, Menemukan Keseimbangan bagi Perempuan Pekerja
-
Nyai dan Pergundikan di Hindia Belanda, Seksualitas Nyai dengan Tuan Eropa
Terkini
-
Kisah Inspiratif dari Out of My Mind, Melihat Dunia dari Perspektif Berbeda
-
Bawa Leeds United Promosi, Ternyata Pascal Struijk Bukan Pemain Indonesia Pertama di EPL
-
Jordi Amat Akui Belum Tahu Nasib di JDT, Bantah Rumor Hijrah ke Indonesia?
-
3 Alasan Mengapa Patrick Kluivert Harus Pertimbangkan Panggil Yakob Sayuri
-
Ulasan Film Night Bus: Perjalanan Menegangkan Lewati Zona Konflik Berbahaya