Akhir tahun 2023 hanya tinggal kurang dari 2 bulan, bersamaan dengan berakhirnya masa periode jabatan Presiden Jokowi. Para bacapres (bakal calon presiden) beserta cawapres (calon wakil presiden), hingga partai-partai mulai aktif mempromosikan diri menjelang pemilu Februari 2024 mendatang.
Sebagai rakyat yang nantinya suara kita akan sangat dibutuhkan, kita menyadari betul tentang segala usaha yang dilakukan para bakal calon presiden dan para partai untuk membuat suara kita berpihak pada mereka. Mulai dari memasang baliho Capres hingga bendera partai yang banyak bertebaran di jalan raya. Hingga blusukan dengan janji-janji manis kepada rakyat.
Kali ini, di masa saat para pejabat membutuhkan dukungan rakyat. Suara rakyat begitu didengar, dan para pejabat berlomba untuk terlihat sederhana dan merakyat. Hal ini tak hanya dilakukan para Bacapres saja, para anggota legislatif juga turut andil dalam ajang promosi diri ini.
Lalu, coba kita ingat kembali beberapa tahun ke belakang. Pemilu di Indonesia tak hanya terjadi sekali saja. Namun, beberapa kali terjadi hingga masa kepemimpinan Presiden Jokowi.
Para pejabat pemerintahan yang dulunya begitu terbuka akan suara rakyat, menenangkan kerisauan rakyat dengan janji mereka yang begitu manis terdengar. Saat telah berhasil sampai di posisi tersebut, suara rakyat seolah tak lagi dapat didengar.
BACA JUGA: Lika-Liku Pencari Cuan, Tak Hanya Dituntut Kebutuhan tetapi Juga Pengakuan
Apakah tembok gedung pemerintahan Indonesia dibangun sedemikian tinggi dan tebalnya hingga sanggup meredam suara rakyat? Bahkan tak sedikit juga kita dapati fenomena rakyat yang harus turun ke jalan dan berdemo karena dirasa keputusan pemerintah yang tidak sesuai dengan janji manis mereka.
Hari ini, kita berada kembali di situasi yang sama. Dimana para pemerintah tengah sibuk memperbaiki citra dan mencari suara rakyat. Baliho-baliho eksekutif hingga legislatif kian banyak terpasang di berbagai wilayah. Tak luput juga bendera-bendera partai yang ramai bertebaran di sekitar jalan raya.
Akankah usaha dan dukungan dari rakyat saat ini benar akan terbalaskan saat mereka berhasil menempati posisi penting nantinya? Ataukah dukungan dari rakyat saat ini akan menjadi kekecewaan tak berujung, karena hanya akan berakhir sebagai janji tanpa bukti?
Biarpun begitu, rakyat hanya bisa memberikan suara. Kekecewaan demi kekecewaan telah banyak membuat rakyat lebih memilih menjadi golongan putih tetap tak bisa dibenarkan. Jika suara putih sudah disalahgunakan, apa jadinya negeri ini nanti?
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Mercusuar Cafe & Resto: Spot Foto Magical ala Negeri Dongeng di Bandung!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Mercusuar Cafe & Resto: Pesona Kastil Iblis Cocok untuk Pencinta Gotik!
-
Lafayette Coffee & Eatery: Nongkrong Cantik ala Princess Dubai di Malang!
-
4 Alasan Kenapa Kamu Harus Nonton Dear X, Bikin Deg-degan Sekaligus Mikir!
Artikel Terkait
Kolom
-
Revisi KUHAP: Jurang Baru Antara Kewenangan Aparat dan Hak Warga Negara
-
Partisipasi Publik Palsu: Strategi Komunikasi di Balik Pengesahan Revisi KUHAP
-
Hope Theory: Rumus Psikologi di Balik Orang yang Tidak Mudah Menyerah
-
Jika Hukum adalah Panggung, Mengapa Rakyat yang Selalu Jadi Korban Cerita?
-
Saat Ragu Mulai Menjerat, Lepaskan dengan Keyakinan Aku Pasti Bisa
Terkini
-
Jarak dan Trauma: Pentingnya Komunikasi Efektif dalam Novel Critical Eleven
-
Belum Siap Buka Hati, Albi Dwizky: Kayaknya Cintaku Udah Habis di Shella
-
Sinopsis Bloom Life, Drama China Terbaru Landy Li dan Guo Jun Chen
-
Tabola Bale Meledak, Siprianus Raih AMI Award dan Jadi Wajah Musik Timur
-
Alasan PSSI Bebankan Prestasi ke Timnas Indonesia U-23 di Ajang Sea Games, Mengapa?