Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Muhamad Ali
Ilustrasi THR (Pixabay/ekoanug)

Setiap tahun, ketika bulan Ramadan menjelang, masyarakat Indonesia mulai menantikan yang namanya Tunjangan Hari Raya (THR). THR telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya kerja di Indonesia, di mana para pekerja menantikan tambahan penghasilan ini untuk merayakan hari kemenangan mereka.

Namun, bagaimana jika kita melihat THR dari sudut pandang yang berbeda? Bagaimana jika kita mengeksplorasi implikasi sosial dan ekonomi dari menerima THR? Andai aku dapat THR, ini adalah pemikiran yang mungkin akan mengemuka.

Pertama-tama, mari kita bahas manfaat ekonomi dari THR. Bagi kebanyakan pekerja, THR adalah angin segar yang sangat dibutuhkan di tengah-tengah tekanan ekonomi yang semakin meningkat.

THR memberikan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti membayar utang, membeli kebutuhan sehari-hari, atau bahkan menabung untuk masa depan. Namun, manfaat ekonomi ini juga dapat menimbulkan beberapa pertanyaan kritis.

Apakah THR seharusnya dipandang sebagai tambahan penghasilan yang bersifat konsumtif belaka, ataukah sebagai peluang untuk berinvestasi dalam masa depan yang lebih baik?

Selain itu, ada aspek sosial yang perlu dipertimbangkan. THR tidak hanya tentang uang, tetapi juga tentang kesejahteraan sosial.

Bagi banyak keluarga, THR adalah kesempatan untuk berkumpul dan merayakan bersama. Namun, di tengah-tengah pandemi global dan perubahan sosial yang terus berlanjut, pertanyaan muncul tentang bagaimana kita seharusnya merayakan dengan bijak.

Apakah kita harus menggunakan THR untuk merayakan secara ekstravaganza, ataukah kita seharusnya lebih bijaksana dalam mengalokasikan dana untuk kegiatan yang lebih bermakna dan berkelanjutan?

Selain itu, ada juga pertanyaan etis yang muncul. Dalam banyak kasus, perusahaan menunda pembayaran THR, atau bahkan tidak memberikannya sama sekali, dengan berbagai alasan. Ini memunculkan pertanyaan tentang tanggung jawab sosial perusahaan terhadap karyawannya.

Apakah perusahaan seharusnya memprioritaskan keuntungan finansial mereka atas kesejahteraan karyawan? Dan jika ada penundaan pembayaran THR, bagaimana hal itu memengaruhi stabilitas keuangan dan mental karyawan?

Dalam pandangan yang lebih luas, penerimaan THR juga dapat memberikan kesempatan untuk merefleksikan kesenjangan ekonomi yang ada di masyarakat.

Bagi sebagian orang, menerima THR adalah saat-saat bahagia, sementara bagi yang lain, itu hanyalah pengingat dari ketidaksetaraan ekonomi yang masih menghantui banyak individu dan keluarga.

Ini mendorong kita untuk mempertanyakan tidak hanya distribusi THR, tetapi juga akses yang sama terhadap kesempatan ekonomi yang adil dan inklusif bagi semua.

Jadi, andai aku dapat THR, aku akan mempertimbangkan dengan seksama bagaimana aku dapat menggunakan dana tersebut untuk tidak hanya memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi juga untuk berinvestasi dalam masa depan yang lebih baik bagi diri sendiri dan masyarakat sekitar.

THR bukanlah sekadar angka di rekening bank, tetapi merupakan peluang untuk merenungkan nilai-nilai ekonomi, sosial, dan etis yang membentuk kita sebagai individu dan sebagai masyarakat.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Muhamad Ali