Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Sherly Azizah
Massa aksi yang terdiri dari sejumlah elemen buruh, mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya saat menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/8/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]

Aksi demonstrasi kawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berlangsung pada Kamis (22/8/2024) mencerminkan betapa kritisnya masyarakat terhadap perilaku wakil rakyat mereka.

Para demonstran turun ke jalan bukan hanya untuk menuntut perubahan, tapi juga mengingatkan para politisi akan tugas mereka. Massa aksi pun sempat dengan kompak menggemakan lagu Suara Buat Wakil Rakyat dari Iwan Fals di depan Gedung DPR.

Lagu ini bukan sekadar kritik, melainkan suara hati rakyat yang merasa dikhianati oleh mereka yang seharusnya memperjuangkan hak-hak masyarakat.

Dalam "Surat Buat Wakil Rakyat," Iwan Fals menulis surat imajiner kepada wakil rakyat, mempertanyakan apakah mereka benar-benar mendengarkan suara konstituennya atau malah sibuk dengan kepentingan pribadi dan kelompok.

Hal ini sangat relevan dengan tuntutan para demonstran yang merasa bahwa DPR, melalui RUU Pilkada, mencoba membelokkan amanat rakyat untuk kepentingan segelintir elit politik. Seperti dalam lagu, rakyat menuntut kejujuran dan kesungguhan dari para pemimpin mereka.

Aksi tersebut menggambarkan frustrasi publik terhadap kebijakan yang dianggap mengkhianati prinsip demokrasi.

Sama halnya dengan lagu Iwan Fals yang menyerukan kepada para wakil rakyat untuk mendengar jeritan rakyat, demonstrasi ini juga merupakan seruan agar para penguasa mendengarkan suara rakyat yang menginginkan perubahan nyata dan bukan sekadar janji-janji manis tanpa realisasi.

Mereka ingin wakil rakyat benar-benar merepresentasikan mereka, bukan menjadi alat kekuasaan dan kepentingan politik tertentu.

Demonstrasi yang terjadi bukan sekadar event sporadis, ini adalah lanjutan dari sejarah panjang kritik rakyat terhadap wakil-wakil mereka yang dianggap lalai.

Iwan Fals, melalui lagu-lagunya, selalu menjadi simbol perlawanan damai yang menuntut keadilan. Suara rakyat dalam demonstrasi ini adalah perwujudan dari lirik-lirik pedas dan penuh makna yang disuarakan oleh Iwan Fals. Sebuah kritik yang terus bergema meski waktu sudah berlalu.

Para demonstran tidak hanya menuntut dihormatinya putusan MK, tetapi juga menyerukan agar para pemimpin berhenti bermain-main dengan hukum demi kepentingan sendiri.

Ini mirip dengan pesan dalam "Surat Buat Wakil Rakyat" yang meminta para politisi untuk sungguh-sungguh menjalankan tugas mereka dan tidak menyalahgunakan amanat rakyat.

Demonstrasi ini adalah cara rakyat mengingatkan bahwa kekuasaan sejati berada di tangan rakyat, dan para pemimpin hanya diamanahkan untuk mengelolanya.

Seperti halnya lagu Iwan Fals yang berfungsi sebagai pengingat abadi, demonstrasi ini menunjukkan bahwa rakyat masih memiliki suara yang kuat dan berani.

Aksi kawal putusan MK didorong oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, buruh, dan aktivis yang merasa bahwa suara mereka selama ini diabaikan.

Mereka menyanyikan “Surat Buat Wakil Rakyat” sebagai simbol harapan agar para wakil rakyat benar-benar mengemban tugas mereka dengan benar.

Sebuah panggilan untuk tindakan nyata Lagu "Surat Buat Wakil Rakyat" bukan hanya sebuah karya seni, tapi juga sebuah manifesto yang masih relevan hingga saat ini.

Demonstrasi kawal putusan MK adalah bukti nyata bahwa rakyat tidak akan diam menghadapi ketidakadilan dan penyelewengan. Seperti yang dinyatakan dalam lagu tersebut, "Kami cuma ingin didengar," suara ini akan terus ada, menuntut agar wakil rakyat betul-betul menjalankan tugas mereka dengan penuh tanggung jawab.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Sherly Azizah