Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | Agus Siswanto
Mees Hilgers. (Instagram/meeshilgers)

Setelah sempat adem-ayem, isu naturalisasi dalam tubuh timnas Indonesia merebak lagi. Pangkal masalah adalah ungkapan Hifni Hasan, anggota Komite NOC Indonesia.

“Pertama, saya mau berbicara tentang Coach Shin Tae-yong. Jadi, saya ini orang paling keras untuk masalah naturaliasasi. Saya coba memberitahu beliau, jangan terlalu banyak pemain naturalisasi dibawa ke tubuh sepak bola Indonesia,” kata Hifni Hasan dalam sebuah acara penghargaan, dilansir dari Suara.com.

Apa yang diungkapkan Hifni Hasan menjadi menarik karena disampaikan di depan Shin Tae-yong yang saat itu hadir dalam acara tersebut. Ucapan ini tak urung membuat Valentino Simajutak selaku pemilik acara menjadi tidak enak dengan Shin Tae-yong.

Ucapan Hifni Hasan sontak memunculkan lagi sentimen terhadap para pemain diaspora. Jika sebelumnya Rocky Gerung yang berteriak, kini Hifni Hasan seolah menyiram minyak ke api yang sudah hampir padam itu.

Namun jika dipikir secara lebih mendalam, program naturalisasi sebenarnya berupa sebuah terobosan menarik yang dilakukan PSSI. Dalam bahasa para motivator, jika sebuah target selama ini gagal diraih, jangan turunkan target itu tapi ubah strateginya.

Hal inilah yang dilakukan PSSI. Selama ini Indonesia hampir tidak bisa berbicara di level Asia, kini semuanya berubah. Indonesia secara perlahan mulai diperhitungkan di level Asia, bahkan mulai merajai ASEAN.

Orang boleh saja mengatakan zaman dahulu timnas Indonesia pernah berjaya meski tanpa pemain naturalisasi. Namun orang lupa, peristiwa itu terjadi di masa lalu saat perkembangan sepak bola belum semaju saat ini.

Kalaupun Indonesia pernah hebat, seharusnya Indonesia pun berkembang bersama dengan negara-negara Asia lainnya, seperti Jepang, Korea, Selatan, Irak, dan lain-lain. Buktinya, Indonesia justru semakin tercecer di belakang.

Maka sebenarnya sangat logis ketika PSSI dan Shin Tae-yong melakukan penambahan amunisi timnas Indonesia dengan para pemain naturalisasi. Sebab untuk bertanding di level Asia, dengan tanpa menganggap rendah pemain lokal, sangat tinggi tingkat persaingannya.

Dampak yang terjadi sekarang, hampir di semua level, timnas Indonesia kini mampu berbicara di Asia. Bahkan, seandainya tidak ada faktor X, mungkin saja timnas Indonesia U-23 kemarin berlaga di Olimpiade Paris 2024.

Berkaca dari itu semua, maka perlu dipahami bagi semua pihak bahwa program naturalisasi merupakan perubahan strategi PSSI untuk mencatatkan nama timnas Indonesia di level Asia. Tentu saja di sisi lain, PSSI pun akan menggarap liga domestic termasuk pembinaannya agar mampu menghasilkan pemain lokal dengan kemampuan internasional.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Agus Siswanto