Di zaman sekarang, kita semua pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah "standar kecantikan." Namun, saya sering merasa bahwa definisi kecantikan ini justru membebani banyak orang, terutama perempuan.
Dari iklan di media sosial hingga majalah, semua seolah-olah menunjukkan bahwa kecantikan sejati hanya bisa dicapai dengan wajah sempurna, kulit mulus, dan tubuh ideal.
Saya berpikir, kenapa kita harus terjebak dalam persepsi yang sempit ini, padahal setiap orang memiliki keunikan dan pesonanya masing-masing?
Saya ingin berbagi pengalaman pribadi sering merasakan tekanan untuk memenuhi standar tersebut. Misalnya, saat saya melihat foto influencer di Instagram dengan wajah yang di-edit sempurna, ada perasaan tidak percaya diri yang muncul.
Apakah saya cukup baik? Apakah penampilan saya kurang menarik dibandingkan mereka? Rasa insecure ini sering kali mengganggu pikiran saya, dan saya yakin banyak perempuan di luar sana merasakan hal yang sama.
Hal ini menunjukkan bahwa media tidak hanya memengaruhi pandangan kita terhadap kecantikan, tetapi juga terhadap diri kita sendiri.
Saya pun menyadari bahwa standar kecantikan ini tidak realistis dan bisa berbahaya. Banyak perempuan yang berusaha untuk mengubah diri demi memenuhi ekspektasi ini, bahkan rela melakukan tindakan ekstrem seperti operasi plastik. Namun, hasilnya tidak selalu memuaskan dan bisa menimbulkan berbagai masalah, baik fisik maupun mental.
Saya khawatir jika kita terus membiarkan standar yang tidak realistis ini bertahan, kita akan melihat lebih banyak individu yang merasa tidak puas dengan diri mereka sendiri dan berjuang dengan masalah kesehatan mental.
Belum lagi, dampak dari standar kecantikan ini tidak hanya dirasakan oleh perempuan, tetapi juga laki-laki. Banyak laki-laki yang merasa harus memenuhi harapan tertentu terkait penampilan mereka, meski sering kali kurang terlihat.
Dalam budaya kita, ada anggapan bahwa "kecantikan" adalah hal yang hanya melekat pada perempuan. Namun, saya percaya bahwa semua orang, tanpa memandang gender, berhak merasa cantik atau tampan dengan cara mereka sendiri. Hal ini perlu diperjuangkan agar setiap individu dapat mencintai diri mereka sendiri apa adanya.
Saya juga ingin menekankan pentingnya keberagaman dalam mendefinisikan kecantikan. Setiap budaya, latar belakang, dan pengalaman hidup memberikan perspektif yang berbeda tentang apa itu kecantikan.
Sebagai contoh, di beberapa budaya, kulit yang lebih gelap dianggap cantik, sementara di tempat lain, kulit yang cerah lebih dihargai.
Di sinilah kita perlu merayakan perbedaan, bukan memecah belah berdasarkan standar yang ditetapkan oleh satu kelompok saja. Mari kita ubah pandangan ini menjadi lebih inklusif dan menghargai setiap bentuk kecantikan.
Jadi, bagaimana kita bisa mulai menciptakan perubahan ini? Saya percaya, langkah pertama adalah dengan mendukung diri sendiri dan satu sama lain.
Kita perlu berbicara lebih terbuka tentang bagaimana standar kecantikan yang tidak realistis ini berdampak pada kepercayaan diri dan kesehatan mental. Dengan menyebarkan pesan positif dan merayakan keunikan masing-masing, kita dapat menciptakan lingkungan setiap individu merasa diperhatikan dan dihargai.
Mari kita bersama-sama mengubah persepsi ini dan menciptakan definisi kecantikan yang lebih luas dan inklusif, sehingga semua orang dapat merasa cantik dengan cara mereka sendiri.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Gen Z Lebih Pilih Sehat Mental Dibanding IPK Cumlaude, Salahkah?
-
Gen Alpha Beda dari Kita! Pola Asuh Zilenial Ubah Segalanya
-
Hormat Bukan Berarti Setuju! Gen Z dan Keberanian Berdialog
-
Ketika Karnaval Jadi Derita! Sound Horeg dan Dampak Nyata untuk Kesehatan
-
AXIS Nation Cup! Tempat Mimpi-Mimpi Liar Pemuda Indonesia Meledak
Artikel Terkait
-
Ridwan Kamil Terus Sebut Emak-Emak, Saat Jawab Cara Tingkatkan Indeks Perempuan di Angkatan Kerja dan Pendidikan
-
Sephora Indonesia: Mewujudkan Kecantikan Tanpa Batas dalam 10 Tahun Perjalanan
-
Yoursay dan Psiaga Kupas Tuntas Journaling untuk Kesehatan Mental, Terapi Gratis Tanpa Obat Lewat Menulis
-
Dear Perempuan, Jangan Terjebak Pada Situasi Stres Berlebih!
-
Remaja Perempuan Penting Deteksi Dini Kanker Payudara, Ini Penjelasan Dokter
Kolom
-
Move On yang Tertunda: Bagaimana Otak Menyimpan Hubungan yang Sudah Usai
-
Tertinggal atau Terjebak? FOMO dan Luka Batin Era Digital
-
Saat Kenangan Jadi Komoditas: Psikologi di Balik Tren Vintage Masa Kini
-
Menyelamatkan Harimau: Ketika Konservasi Satwa Liar Menjadi Solusi Iklim
-
Psikolog Masuk Sekolah: Kebutuhan Mendesak atau Sekadar Wacana?
Terkini
-
Manga Vinland Saga Resmi Tamat, Nasib Kelanjutan Animenya Dipertanyakan
-
Catat Tanggalnya! Joy Ungkap Jadwal Teaser Album 'From Joy, with Love'
-
Bisa Baca Gerak Teman di Futsal? Itu Kerja Otak, Bukan Magic!
-
5 Jurus Sakti Biar HP Bebas Iklan Ngeselin, Auto Adem Jiwa di 2025
-
Review Novel Pulang: Kisah Eksil Politik yang Terasing dari Negara Asalnya