Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | hanifati radhia
Ilustrasi anak makan bekalnya [Pexels/Katerina Holmes]

Presiden Joko Widodo telah diberi mandat oleh rakyat agar bekerja sepenuh waktu demi kemanfaatan bagi seluruh bangsa Indonesia. Salah satu hal yang menjadi pembangunan yakni mengenai kesehatan. Layanan kesehatan harus menjangkau seluruh lapisan rakyat dengan adil dan merata. Kesehatan yang layak, mencapai kesejahteraan kesehatan  menjadi satu upaya untuk meraih masa depan Indonesia Emas 2045.

Bapak presiden, seperti yang kita ketahui bersama, Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dirilis Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada akhri April 2024, menunjukkan prevalensi stunting di Indonesia pada 2023 hanya menurun 0,1 persen. Stunting sendiri adalah gangguan pertumbuhan yang dialami anak akibat kekurangan gizi kronis serta infeksi berulang. Stunting atau istilah lainnya yakni tengkes adalah ukuran tinggi dan berat badan anak tidak sesuai dengan usai anak. Ada ukuran ideal yang menjadi patokan di setiap rentang umur tertentu.

Adapun prevalensi stunting pada 2023 sebesar 21,5 persen sedangkan pada 2022 prevalensi stuntingnya 21,6 persen. Padahal, disisi lain, Pemerintah Indonesia telah menargetkan prevalensi stunting harus di angka 14 persen pada 2024. Angka tersebut berdasarkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021. Komitmen pemerintah terhadap upaya penanganan masalah stunting juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Mengingat, biaya yang digelontorkan juga tidak sedikit. Kita lihat, menurut dari Kementerian Keuangan, anggaran program penurunan stunting pada 2023 kementerian/lembaga dialokasikan sebesar Rp 30 triliun. 

Penurunan Stunting era Presiden Joko Widodo Jadi PR bagi Pemerintahan Mendatang

Melihat kenyataan dan data di atas, beberapa indikator RPJMN berisiko tidak tercapai di 2024, salah satunya adalah penanganan stunting. Meski ada beberapa pihak yang masih menantikan data SSGI (Survei Status Gizi Indonesia) untuk memastikan, namun data yang ada sudah bisa dijadikan pijakan untuk evaluasi. Ini tentu menjadi PR besar bagi pemerintah saat ini. Tak hanya bagi pemerintah Presiden Joko Widodo melainkan juga bagi pemerintahan mendatang yang akan dijabat oleh Prabowo Subianto.

Terlebih, masalah stunting bukan semata persoalan tinggi badan, akan tetapi hal yang lebih buruk adalah dampaknya terhadap kualitas hidup individu (anak). Hal itu juga berakibat munculnya penyakit kronis, ketertinggalan dalam kecerdasan dan kalah dalam persaingan. Presiden Joko Widodo sendiri juga kerap menyampaikan dalam setiap kesempatan. Bahwa (persoalan) stunting bukan soal makanan semata. Presiden menyebut upaya penurunan angka stunting juga harus memperhatikan tambahan gizi, kebersihan tempat tinggal dan perbaikan sanitasi, utamanya di lingkungan perkampungan.

Tentu hal inilah yang menjadi perhatian kita bersama. Sebagai rakyat, sekaligus ibu dari balita, saya pun juga dihinggapi rasa kekhawatiran. Menjadi orang tua bukanlah hal mudah meski jaman berubah begitu cepat dan informasi bisa diperoleh dengan mudah. Saya rasa, penurunan stunting bukan hanya dari upaya pemerintah, namun juga kerjasama dari berbagai pihak baik orang tua, kader kesehatan dan komunitas. Untuk itu, di masa pemerintahan ke depan, pada Bapak Prabowo Subianto selaku Presiden RI terpilih beserta Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, besar harapan kami Anda menaruh komitmen terhadap anak Indonesia dengan teguh. Meski dalam program kerja yang disampaikan Anda salah satunya program unggulan Makan Bergizi Gratis, namun itu tidak lantas menjadi solusi singkat atas permasalahan kompleks. Pada kesempatan lain akan saya uraikan pendapat saya mengenai program tersebut. Setidaknya ada tiga hal yang saya harapkan dari pemerintahan Presiden RI mendatang.

Mencegah dan Menurunkan Stunting itu Penting

Pertama, saya berharap, Presiden terpilih nanti bisa memastikan dan mengajak stakeholder terkait untuk menemukan implementasi kebijakan intervensi penurunan stunting terhadap sasaran dengan tepat. Terlebih, kabar beredar sebelumnya, pemerintah sudah mengalokasikan dana, memberikan cara, penyuluhan dsb. Namun di tingkat pemerintah daerah seolah menjadi layu.

Hal ini tampak dari kritik Presiden Joko Widodo yang menyampaikan bahwa anggaran untuk pengentasan kemiskinan ekstrem, stunting selalu memiliki anggaran besar. Akan tetapi, pada kenyataan di lapangan terjadi ketimpangan. Anggaran seperti itu justru habis dialokasikan sebagian besar untuk rapat dan perjalanan dinas. Bahkan tahun lalu viral Menteri Keuangan, hingga Bappenas juga menyinggung dana mengganti pagar Puskesmas yang menggunakan anggaran stunting. Sungguh aneh tapi terjadi di Republik Indonesia ini. Saya mendengar hal ini, merasa sangat prihatin dan betapa mereka dengan seenaknya mengambil apa yang menjadi hak anak. Dengan demikian, siapapun Anda (Pemerintah pusat, daerah, kementerian, desa) nanti yang bekerja di bawah pelayanan masyarakat, tolong perhatikan instruksi dan arahan dari Presiden. Pergunakan anggaran dengan semestinya demi kepentingan masyarakat.

Selanjutnya, program pencegahan dan penurunan stunting juga dapat dimaksimalkan di tingkat desa. Bahkan hal itu tertuang di Perpres 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting kepada Desa. Untuk itu, besar harapan kami koordinasi dari pusat ke daerah berjalan dengan sinkron dan terarah. Dan setiap desa/wilayah juga memiliki ”political will” untuk bersama-sama mengentaskan masalah stunting.

Ketiga, pemerintah dalam hal ini, saya rasa sudah berupaya besar untuk mencegah stunting. Hal itu dapat dilihat dari penyuluhan dan edukasi dari sejak calon pengantin hingga calon ibu hamil dan orang tua. Nah saya kira, pengetahuan tentang stunting atau gizi buruk juga bisa disampaikan di satuan pendidikan. Bukan dalam arti harus secara teoritis stunting, namun diberikan pemahaman dan edukasi tentang makanan sehat, bergizi dan lingkungan yang bersih. Hal itu bisa disampaikan di tingkat sekolah menengah pertama/atas. Mereka akan paham hubungan antara kesehatan dan lingkungan, paham bahwa misalnya, sebagai seorang gadis remaja perempuan perlu mengonsumsi tablet tambah darah, makan-makanan sehat bergizi untuk mempersiapkan tubuh dan sistem reproduksi. Begitu pula remaja laki-laki, mereka tidak sembarangan merokok, minum-minuman beralkohol dsb. Dengan pemahaman tersebut, maka sudah ada kesadaran untuk kesehatan diri. Kelak pemahaman kesehatan fisik, serta reproduksi misalnya, menjadi bekal dalam membangun keluarga.

Kualitas kesehatan serta pendidikan merupakan isu kunci untuk menyongsong Generasi Emas Indonesia di Tahun 2045. Sudah sepatutnya kedua isu tersebut menjadi perhatian oleh pemerintah mendatang. Selamat bertugas dan menyelesaikan PR penurunan stunting, Bapak Presiden Prabowo!

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

hanifati radhia