Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Gita Fetty Utami
Penjual Leker dan Lekernya (dokpri/Gita FU)

Salam sejahtera untuk Bapak Presiden Republik Indonesia yang baru, Bapak H.  Prabowo Subianto. Perkenalkan, saya adalah salah satu rakyat Bapak, yang berdomisili di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Saya yakin Bapak akan memimpin Negara Indonesia dengan penuh amanah, serta berkomitmen untuk mensejahterakan rakyat. Oleh karena itu, melalui tulisan ini saya ingin bercerita sekaligus menyampaikan harapan kepada Bapak.  

Bapak Prabowo, mata pencaharian utama suami saya adalah berjualan makanan ringan, atau jajanan, buatan sendiri. Aneka jajanan pernah kami jajal mulai dari cimol, cireng, tahu krispi, dan yang terkini adalah leker. Suami saya berjualan keliling di sekolah-sekolah, dan perkampungan warga, dengan gerobak yang diangkut oleh sepeda motornya. 

Bapak Prabowo mungkin ingin tahu, seperti apa leker itu? Leker adalah panganan berbentuk mirip martabak terang bulan yang dilipat dua. Teksturnya tipis, krispi, rasanya gurih dan manis. Sebelum ditekuk, ada tambahan topping yang bisa dipilih sesuai selera yaitu selai rasa buah, cokelat meses, parutan keju, pisang, dan susu. Bapak Prabowo tahu kue semprong? Nah, tekstur leker menyerupai itu.

Bahan baku leker terdiri dari tepung-tepung, gula pasir, mentega, dan telur seperlunya. Tak ada tambahan pengawet apa pun di dalamnya. Harga jualnya sendiri kami bikin terjangkau,  sekira dua-tiga ribu per satuan. Sebab konsumen utama kami adalah anak-anak yang uang sakunya terbatas.

Bapak Prabowo yang saya hormati, dari penjelasan saya di atas mungkin terbetik tanya di benak Bapak, apakah bisa hasil penjualan leker mencukupi kebutuhan keluarga kami? Jawabannya bervariasi, Bapak.

Begini, sekira 9 tahun harga jual leker kami hanya seribu-dua ribu per satuannya. Sehari suami saya bisa menjual sebanyak 2-3 Kg adonan, dan membawa pulang uang sekira 300-an ribu setiap hari. Setelah dipotong belanja modal saya masih memegang 250-an ribu, amat cukup untuk biaya makan, listrik, gas, bensin, dan biaya sekolah anak. 

Namun dua tahun belakangan keadaan telah berubah, Bapak. Kini untuk menjual habis 2 Kg adonan terasa berat. Jumlah pendapatan menyusut menjadi sekira 200-an ribu sebelum dipotong belanja modal. Nanti setelah dipakai belanja modal, tersisa 130-an ribu saja. Uang sejumlah itu masih bisa digunakan untuk biaya  makan harian. Sayangnya untuk keperluan di luar itu saya harus mengetatkan ikat pinggang sampai terasa sesak.

Rupanya perbedaannya ada pada harga beli bahan untuk jualan, Bapak. Sebagai perbandingan jika 9 tahun lalu harga tepung tapioka Rp. 5.000 per kilo dan gula pasir Rp 7.000, maka harga terkini tepung tapioka curah Rp 12.000  serta gula pasir biasa Rp. 18.000. Itu belum dihitung harga bahan lain plus gas melon 3 Kg. Selain itu nilai uang pun semakin kecil di hadapan harga barang-barang.

Saya tahu istilah untuk kenaikan harga secara umum dan terus menerus tersebut adalah inflasi. Dan saya percaya Pemerintah Indonesia pasti telah melakukan banyak hal untuk mengendalikan laju inflasi tersebut. Namun saya tetap menaruh harapan  agar langkah awal Bapak Prabowo selaku Presiden kami ialah segera menstabilkan harga-harga barang kebutuhan pokok. Apalagi yang menyangkut hajat hidup kami selaku pedagang mikro, Bapak.

Saya berani berkata ini kepada Bapak Prabowo, bahwa keliatan dan keuletan pedagang mikro seperti suami saya serta teman-temannya, telah berhasil melewati era Covid 19. Kami masih mampu bertahan hidup, tanpa banyak menyusahkan Pemerintah yang saat itu telah sibuk dengan aneka persoalan vaksin serta refocussing anggaran.

Hanya, saya minta tolong agar kami tidak lagi dibebani dengan harga-harga yang terus naik. Agar kami bisa mencukupi keluarga di rumah. Agar anak-anak kami bisa terus bersekolah. Itulah  harapan yang ingin saya sampaikan kepada Bapak Prabowo.

Semoga Bapak Prabowo diberi kesehatan, dan selalu diberi petunjuk ke jalan yang lurus oleh Tuhan Yang Maha Esa. Terima kasih atas perhatian Bapak.

Gita Fetty Utami