Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | .Totok Suryanto.
Ilustrasi Gus Miftah mengolok-olok penjual es teh. [Suara.com/Ema]

Dalam perspektif ilmu psikologi, ada satu pelajaran berharga dari kasus Gus Miftah Maulana yang ditunjuk oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai utusan khusus yang bertugas untuk menjalin kerukunan antar umat beragama di Indonesia.

Dalam video viral terlihat Gus Miftah Maulana mengolok-olok seorang pedagang es teh dengan melontarkan diksi kasar di sebuah acara pengajian. Netizen beramai-ramai menghujat kelakuan Gus Miftah Maulana dan meminta agar Presiden Prabowo Subianto segera turun tangan. Dengan alasan tersebut atau bukan pada akhirnya Gus Miftah Maulana  mengajukan pengunduran diri.

Menyadur dari Kamus Istilah Kunci Psikologi, Frank J Bruno, Kanisius, Yogyakarta, 1989 tentang Freudian Slip disebutkan bahwa semua individu bisa mengalami fenomena keseleo lidah ketika mereka dengan spontan mengucapkan kata atau kalimat yang tersimpan dalam pikiran bawah sadarnya menuju permukaan. Istilah ini dikenalkan oleh para pengikut Sigmund Freud yang membagi aspek kepribadian manusia menjadi id, ego, dan superego.

Id merupakan dorongan naluriah bawah sadar manusia yang bersifat memaksa. Ego adalah aspek kepribadian yang bertugas mengantarkan dorongan id menuju realitas dunia nyata. Superego bertugas melakukan seleksi terhadap keinginan kolaboratif id dan ego sebelum memutuskan sebuah tindakan normatif berupa perilaku nyata yang kita tampilkan ke permukaan.

Secara naluriah diksi kasar bersama pikiran-pikiran lainnya tersimpan di alam bawah sadar Gus Miftah Maulana yang dapat diidentifikasi sebagai aspek Id. Ego membantu agar diksi kasar tersebut dapat disalurkan dengan bebas. Karena fungsi kontrol superego tidak bisa berjalan efektif maka diksi kasar tersebut terucap ke permukaan meskipun dalam situasi yang tidak tepat sehingga menimbulkan kontroversi mengingat kedudukan dirinya sebagai seorang pendakwah dan tokoh politik.

Pada hakikatnya kepribadian adalah bagaimana cara seseorang menampilkan diri di hadapan orang lain untuk mendapatkan respons atas stimulus yang disajikan. Ekspresi sikap positif cenderung dinilai sebagai kepribadian yang baik dan ekspresi sikap negatif sering dikaitkan dengan kepribadian yang buruk.

.Totok Suryanto.