Di tengah hiruk-pikuk kehidupan digital yang penuh distraksi, novel sering kali dianggap sebagai hiburan semata, pelarian dari kenyataan atau teman santai di waktu senggang.
Padahal, di balik cerita-cerita fiktif yang kita baca tersebut, tersimpan manfaat besar bagi kesehatan kognitif kita, termasuk daya ingat.
Membaca novel ternyata bisa memberikan stimulus luar biasa bagi otak. Bukan sekadar menambah kosakata atau memperluas imajinasi, aktivitas ini juga terbukti memperkuat daya ingat.
Dikutip dari University of Illinois para peneliti di Beckman Institute menyebutkan bahwa membaca di waktu senggang secara teratur dapat memperkuat kemampuan memori pada orang dewasa yang lebih tua.
Selain itu, membaca selama 90 menit per hari, lima hari dalam seminggu, selama delapan minggu dapat meningkatkan memori kerja dan memori episodik pada orang dewasa yang lebih tua.
Dua jenis memori ini sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari mengingat jadwal harian hingga memahami percakapan yang kompleks, serta membaca dapat membantu melindungi otak dari penurunan yang terkait dengan penuaan.
Lebih jauh lagi, studi dari Emory University yang dikutip dari TheAtlantic.com juga menunjukkan bahwa membaca novel bisa meningkatkan konektivitas di otak, terutama di area yang terkait dengan bahasa dan pemahaman.
Menariknya, efek tersebut bisa bertahan hingga lima hari setelah aktivitas membaca selesai. Ini seperti latihan fisik bagi otak, yang bisa menjaga ketajaman kognitif.
Selain itu, membaca bahkan menjadi salah satu cara untuk memperlambat penurunan fungsi otak akibat penuaan, serta dapat membuat perubahan jangka panjang pada otak.
Membaca novel juga menuntut kita untuk terus mengingat berbagai elemen cerita, tokoh, alur, konflik, dan detail latar, yang semuanya membutuhkan fokus dan retensi informasi. Kebiasaan ini secara tidak langsung melatih kerja otak untuk tetap aktif, terhubung, dan responsif.
Selain itu, manfaat membaca novel juga hadir dalam bentuk pengembangan empati dan pemahaman emosional. Saat kita menyelami kisah dan sudut pandang karakter yang berbeda, kita sedang dilatih untuk memahami dunia dari perspektif lain.
Dalam jangka panjang, ini berkontribusi pada kecerdasan emosional yang lebih baik, kemampuan yang tak kalah penting dalam menjalani hidup.
Selain manfaat kognitif, membaca novel secara rutin juga sangat efektif dalam memperkaya kosakata. Tanpa disadari, pembaca akan menemukan banyak pilihan diksi, gaya bahasa, idiom, dan struktur kalimat yang berbeda dari satu penulis ke penulis lain.
Semakin beragam jenis novel yang dibaca, mulai dari fiksi sejarah, sastra klasik, hingga novel populer masa kini, semakin luas pula cakupan bahasa yang dikuasai.
Hal ini tak hanya berguna dalam komunikasi lisan maupun tulisan, tetapi juga membantu meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan memahami teks dalam konteks yang lebih kompleks.
Bahkan untuk pembaca yang tidak berasal dari latar belakang sastra, paparan bahasa yang variatif dari novel dapat memperhalus cara berpikir dan menyampaikan gagasan.
Sayangnya, kesadaran akan manfaat membaca novel masih belum merata. Membaca sering kali dikaitkan dengan kewajiban akademik atau pekerjaan, bukan sebagai bentuk perawatan diri yang menyenangkan.
Padahal, manfaatnya tidak kalah dari meditasi atau olahraga ringan. Dan tidak harus selalu bacaan yang berat, novel populer pun dapat memberi manfaat serupa, selama dibaca dengan konsisten.
Jadi, jika selama ini kamu merasa bersalah karena menghabiskan waktu dengan membaca novel fiksi ketimbang buku pengembangan diri atau jurnal ilmiah, buang jauh-jauh rasa bersalah itu. Karena novel bukan hanya sarana hiburan, melainkan juga investasi jangka panjang bagi kesehatan otak kita.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Pink dan Hijau: Simbol Keberanian, Solidaritas, dan Empati Rakyat Indonesia
-
Jaga Jempolmu: Jejak Digital, Rekam Jejak Permanen yang Tak Pernah Hilang
-
Membaca untuk Melawan: Saat Buku Jadi Senjata
-
Diaspora Tantang DPR, Sahroni Tolak Debat: Uang Tak Bisa Beli Keberanian?
-
Keadilan bagi Affan: Ketika Kendaraan Negara Merenggut Nyawa Pencari Nafkah
Artikel Terkait
-
Humor Gelap di Balik Rencana Perampokan dalam Buku 24 Jam Bersama Gaspar
-
Novel Klasik Animal Farm Kembali Diadaptasi Jadi Film Animasi Terbaru
-
Novel Peniru dan Pembunuhan Tanpa Jasad: Uji Moral dan Permainan Psikologis
-
Ulasan Novel di Balik Jendela: Rahasia Trauma yang Tersembunyi dalam Isolasi
-
Ulasan Don Quixote: Perjalanan Ksatria Gila dan Khayalannya
Kolom
-
Bukan Sekadar Coretan, Inilah Alasan Poster Demo Gen Z Begitu Estetik dan Berpengaruh
-
Budaya Trial and Error dalam Kabinet Indonesia
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
-
Demokrasi Digital, Kuasa Influencer dan Krisis Kepakaran
-
Protes Gen Z di Nepal: Refleksi Kritis tentang Empati dan Keadilan Sosial
Terkini
-
Lebih dari Sekadar Keponakan Prabowo, Ini Profil Rahayu Saraswati yang Mundur dari DPR
-
Nabung Itu Wacana, Checkout Itu Realita: Melihat Masalah Nasional Gen Z
-
Bukan Cuma Anak Menkeu, Ini Sumber Kekayaan Yudo Sadewa yang Dihujat Netizen
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Ironis! Hanya Indonesia, Tim Semifinalis yang Gagal Lolos ke Putaran Final AFC U-23