Di antara aroma minyak goreng dan suara sutil beradu dengan wajan, pagi-pagi rumah masa kecil saya selalu menyimpan satu kenangan yang tak tergantikan: sepiring nasi putih hangat dan telur goreng. Sederhana. Bahkan sangat sederhana.
Tapi di balik masakan itu, ada cinta yang tak pernah meminta balasan, hanya ingin dilihat cukup—cukup kenyang, cukup kuat, cukup bahagia.
Pukul setengah enam pagi, dapur sudah berdenyut oleh langkah ibu. Dengan mata yang masih berat dan rambut diikat asal, beliau berdiri di hadapan kompor.
Nasi sudah dimasak sejak subuh, dan telur—telur itu—dibiarkan renyah di pinggirannya, tapi tetap menyisakan bagian kuning yang sedikit lumer di tengah. Seolah tahu persis seperti apa yang saya suka, tanpa pernah perlu bertanya.
Waktu kecil, saya pikir nasi telur itu sekadar sarapan. Saya tidak tahu bahwa ibu sering hanya mencicipi sedikit, menunda makan demi memastikan saya berangkat sekolah dengan perut penuh.
Saya tidak tahu bahwa sepiring nasi dan telur itu adalah hasil kompromi dari dapur yang sedang sepi bahan, atau dompet yang belum sempat terisi. Yang saya tahu, makanan itu hangat. Dan ibu selalu ada.
Kini, setelah dewasa dan tinggal jauh dari rumah, saya baru benar-benar merasakan makna dari kesederhanaan itu. Telur goreng bukan hanya lauk murah meriah, melainkan simbol paling diam dari cinta yang tak banyak bicara. Sepiring nasi telur adalah surat cinta yang tidak pernah ditulis, tapi dikirimkan tiap pagi dengan uap yang mengepul.
Saya pernah mencoba menirunya. Saat rindu datang, saya masak nasi dan goreng telur sendiri. Rasanya hampir mirip, tapi ada satu rasa yang hilang—sentuhan tangan ibu yang diam-diam menyelipkan doa dalam tiap suapannya.
Mungkin itu yang membuat sarapan di masa kecil begitu sakral: bukan hanya karena rasanya, tapi karena kita tahu ada seseorang yang mengorbankan waktu tidurnya, tenaganya, bahkan lapar perutnya demi melihat kita tumbuh dengan cukup.
Dari semua hidangan rumahan yang pernah saya santap, nasi telur tetap jadi juara. Ia tidak butuh plating cantik atau bumbu mahal. Cukup dengan garam, sedikit kecap, atau sambal botol seadanya. Tapi rasanya bisa menenangkan seperti pelukan.
Di tengah hiruk-pikuk hidup yang semakin cepat, saya sering bertanya dalam hati: kapan terakhir kali saya duduk di meja makan dan mengucapkan terima kasih?
Bukan hanya karena makanannya enak, tapi karena saya tahu, ada cinta yang tak kelihatan di baliknya. Ibu, dalam caranya yang tenang dan tak meminta panggung, sudah memberi segalanya lewat hal-hal paling kecil.
Mungkin, kita semua punya versi nasi telur masing-masing. Makanan yang sederhana tapi membekas. Makanan yang bukan hanya mengisi perut, tapi juga menyimpan cerita, pengorbanan, dan kasih sayang yang tak terucap.
Di balik itu semua, ada seseorang—sering kali ibu—yang selalu memastikan: anaknya kenyang lebih dulu, meski dirinya belum tentu sempat makan.
Sepiring nasi telur di pagi hari. Sesuap demi sesuap, ia seolah berkata tanpa suara: “Nak, makanlah dulu. Ibu sayang kamu.”
Kalau dulu, ketika muncul sebaris pertanyaan tentang makanan favorit. Di otak akan terlintas berbagai macam jenis sajian menu dan olahan dari berbagai penjuru tempat.
Tapi andaikata pertanyaan itu diulang dan ditanyakan pada diri saya yang sekarang. Sekepal nasi putih hangat dan telur goreng yang uapnya selalu membumbung di pagi hari sebelum berangkat sekolah. Akan selalu jadi masakan yang selalu saya rindukan.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
3 Rekomendasi Drama Korea Terbaru tentang Cinta Beda Generasi!
-
Silly Season 2026: Ke Mana Fabio Quartararo Akan Berlabuh?
-
4 Kegiatan Seru yang Bisa Kamu Lakukan di Jabal Magnet!
-
Mengenal Eksotika Jabal Magnet: Barisan Bukit Memukau di Dekat Kota Madinah
-
Wajib Tahu! Ini 6 Tips Umrah untuk Pertama Kali
Artikel Terkait
-
Opor Ayam: Masakan Lebaran Pertamaku Sepeninggal Ibu
-
Dapur Kosan Tanpa Pepes Ikan: Cerita Rasa dan Rumah yang Tertinggal
-
Aku Menyandarkan Kenangan dan Kenyamanan pada Semangkuk Bubur Ayam Sejak Pagi Itu
-
Semangkuk Mie Instan di Kosan: Cerita Persaudaraan yang Tak Terlupakan
-
Giliran Chika Jessica Dapat Bantuan Dana Raffi Ahmad
Kolom
-
Semangat Bela Negara di Zaman Digital: dari Ide Jadi Aksi Kreatif
-
Perempuan Karier, Nafkah, dan Perceraian: Saat Harapan Tak Lagi Seimbang
-
Fenomena Perselingkuhan Micro Cheating: Gejala Mental Bukan Sekadar Moral
-
Dana Masyarakat: Antara Transparansi Pemerintah dan Tanggung Jawab Warga
-
Kamu Mau Menyerah? Coba Lihat Lagi, Bukankah Kamu Sudah Sejauh Ini?
Terkini
-
Bosen Nge-date di Luar? 7 Anime Romantis Ini Cocok Buat Maraton Bareng Pacar
-
Katanya Mimpi Jatuh Artinya Mau Mati? Bongkar 8 Mitos Sesat Soal Mimpi Ini Yuk
-
One Punch Man Season 3 Banjir Kritik, Animator One Piece Buka Suara!
-
Menuju Generasi BAIK, Pro Ide Sebaya Sosialisasi di Desa Senaung Jambi
-
5 Inspirasi Outfit Kasual ala Changbin Stray Kids, Anti Mati Gaya!