Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Athar Farha
Baby 222 dalam Series Squid Game 3 (Netflix)

Susah sih sebenarnya ngomongin akhir Series Squid Game 3 tanpa ikut emosional. Soalnya dari awal, series ini memang nggak pernah main aman. Mulai dari musim pertama, waktu kita semua diajak duduk manis nonton 456 orang bertaruh nyawa demi duit, terus lanjut ke musim kedua yang lebih politis, sampai akhirnya musim ketiga ini, yang mana itu puncak keputusasaan sekaligus titik terang yang nggak disangka-sangka.

Dan titik terang itu datang dari sosok paling nggak terduga, yakni bayi!

Gila sih! Kalau Sobat Yoursay sudah mengikuti dari awal, kamu pasti tahu karakter Seong Gi-hun (Lee Jung-jae) bukan lagi orang yang sama kayak di musim pertama. Dulu dia cuma bapak ceroboh yang sayang anak tapi hidupnya berantakan.

Di musim ketiga, dia sudah berubah jadi semacam pemberontak yang siap melawan sistem dari dalam, meskipun tiap langkahnya penuh jebakan.

Musim ketiga dibuka dengan episode ‘Keys and Knives’, yang langsung ngegas dari detik pertama. Permainan makin gila. Ada Hide and Seek yang berubah jadi perburuan manusia sungguhan, Jump Rope yang malah kayak alat eksekusi, dan final round-nya disebut Sky Squid Game—permainan di ketinggian yang literal dan emosional. Setiap ronde bukan cuma ngetes fisik, tapi mental, bahkan martabat!

Namun, di balik semua kekejaman itu, ada satu subplot yang bikin nggak bisa berhenti mikir, terkait kisah Kim Jun-he (Jo Yu-ri), peserta perempuan yang ternyata hamil, dan melahirkan di tengah-tengah semua kekacauan itu. Sang bayi, yang dikira cuma jadi tambahan dramatis, ternyata justru jadi pusat dari keseluruhan narasi akhir series. 

Biasanya, kan, kita lihat kemenangan tuh identik sama usaha. Siapa yang pintar, kuat, licik, dialah yang bertahan. Eh, kali ini, yang menang adalah ‘manusia baru dilahirkan’ yang bahkan belum bisa ngomong, apalagi bertarung. Seong Gi-hun, yang tadinya pusat cerita, malah mengorbankan dirinya demi si bayi. 

Dan itu, jelas pesan paling telak dari Sutradara Hwang Dong-hyuk. “Kalau dunia ini terlalu rusak buat orang dewasa, mungkin cuma anak-anak yang layak hidup di dalamnya.”

Sosok Gi-hun tentu sadar diri, dia sudah terlalu hancur. Dunia juga sudah terlalu busuk. Sedangkan bayi itu? Belum sempat kena semua racun itu. Masih bersih. Masih murni. Dan Gi-hun rela jadi batu pijakan supaya si bayi bisa jalan, meskipun itu berarti harus mati.

Jangan salah, kemenangan bayi bukan cuma buat bikin kita nangis. Ini penuh makna simbolis lho. Di antaranya: 

1. Harapan Baru

Bayi tuh kayak lilin kecil di ruangan gelap. Satu-satunya hal yang belum kotor, belum manipulatif. Gi-hun lihat itu sebagai kesempatan untuk memperbaiki dunia, bahkan kalau itu berarti dia harus pergi.

2. Kritik Eksploitasi Paling Menohok

Bayi itu hampir dijadikan alat hiburan sama jajaran VIP. Kita lihat bayi disorot kamera, dilibatkan dalam permainan, bahkan dipertaruhkan. Ini satire keras tentang bagaimana dunia nyata juga kadang mengeksploitasi anak kecil lho. Mulai dari iklan, hiburan, sampai kompetisi yang nggak sehat.

3. Pengingat Bahwa Game Belum Usai

Ending-nya, kan, memperlihatkan Front Man (Lee Byung-hun) ke Los Angeles. Di sana, dia sempat memantau perekrutan versi barat dari game ini. Bahkan kita lihat Aktris Cate Blanchett (ya, benar, that Cate Blanchett) muncul sebagai sosok baru yang bikin kepo dan memancing ekspektasi. Jadi game ini masih lanjut, cuma ganti panggung.

Jadi Apa yang Mau Disampaikan?

Menurutku, ini bukan sekadar soal Gi-hun atau si bayi. Ini soal kita semua. Kemenangan bayi itu kayak tanya balik ke kita semua, ‘Mau sampai kapan manusia mempermainkan satu sama lain demi kekuasaan dan uang?” Dan lebih penting lagi, “Mau kita biarkan generasi berikutnya tumbuh di dunia kayak gini?”

Karena kalau jawabannya iya, maka kita bukan manusia lagi. Kita sudah jadi kuda yang disuruh lari sampai mati, tanpa tahu buat siapa.

Dan ingat, kata-kata terakhir Gi-hun sebelum mati, “Kita bukan kuda. Kita manusia. Dan manusia adalah ….”

Memang, kalimat itu nggak selesai. Justru karena itu, kita diminta buat melanjutkannya sendiri. Kita mau jadi manusia kayak apa?

Okelah. Musim ketiga ini mungkin nggak sesempurna musim pertama, tapi penutupnya luar biasa kuat. Visualnya sadis, ceritanya getir, tapi maknanya dalem banget. Dan walaupun Gi-hun gugur, dia ngasih harapan penting buat kemungkinan dunia yang lebih baik. Bukan karena sistem berubah, tapi karena ada satu orang yang berani berhenti bermain dan mulai melindungi.

Jadi, ketika bayi itu menang, jangan cuma tepuk tangan atau bengong doang. Coba deh, duduk sebentar. Lihat dunia di sekelilingmu. Dan tanya pada diri sendiri, “Kita ini sedang membangun dunia untuk siapa?”

Series Squid Game 3 sudah bisa Sobat Yoursay tonton di Netflix. Selamat menikmati kegetiran moral terdalamnya. 

Athar Farha