Salah satu dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat mengusulkan kepada PT. Kereta Api Indonesia untuk menyediakan gerbong khusus para perokok.
Namun, KAI merespons dengan tegas untuk menolak usulan tersebut karena hal itu dianggap kontroversial dan bertolak belakang dengan kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan pada tahun 2014 lalu.
PT. Kereta Api Indonesia memang sudah berkomitmen sejak awal untuk menjaga keselamatan para penumpang dengan tegas menyatakan bebas asap rokok di sepanjang rangkaian gerbong kereta api.
Bahkan, kondektur kereta api sering kali memperingatkan bagi para penumpang yang diketahui merokok, maka akan diturunkan di stasiun terdekat.
Melalui komitmen tersebut, secara langsung tentu akan berdampak baik terhadap kondisi kesehatan para penumpang yang rentan seperti ibu hamil, bayi, anak-anak, dan orang tua. Paparan asap rokok dapat menyebabkan masalah kesehatan, seperti gangguan pernapasan, kanker paru-paru, dan jantung.
Apakah penyediaan 1 gerbong khusus perokok benar-benar lebih baik bagi kenyamanan penumpang?
Jawabannya tentu saja tidak, justru tetap saja merugikan. Walau hanya satu gerbong, asap rokok tetap bisa menyebar ke gerbong lain. Selain itu, asap rokok juga membuat interior kereta api cepat kotor dan juga menimbulkan bau yang tidak sedap.
Puntung rokok yang dibuang sembarangan bisa menyebabkan armada kebakaran. Berikut ini adalah beberapa efek yang dapat terjadi bila KAI tetap menyediakan gerbong khusus perokok:
- Kontradiksi terhadap komitmen untuk menjaga penumpang dari masalah kesehatan.
- Adanya biaya tambahan dalam melakukan modifikasi pada ventilasi, penyaring udara, dan pembersihan yang lebih insentif.
- Potensi konflik antar penumpang yang dekat dengan gerbong khusus para perokok karena merasa terganggu dan tidak nyaman.
- Memuaskan penumpang yang aktif merokok karena akhirnya perokok memiliki ruang tersendiri di gerbong. Namun, tetap saja masih menjadi kontroversi di tengah komitmen PT. KAI yang menjaga para penumpang dari berbagai masalah kesehatan.
Meskipun para penumpang di sepanjang gerbong kereta api tidak diperbolehkan untuk merokok, tetapi di setiap stasiun sudah disediakan area merokok (smoking area).
Saat kereta berhenti sejenak di setiap stasiun, perokok bisa memanfaatkannya. Asalkan tetap mendengar arahan dari petugas agar tidak tertinggal kereta jika masih melanjutkan perjalanan.
Untuk itu, penyediaan gerbong khusus perokok tidak bisa dianggap sebagai solusi tepat. Justru, keberadaan aturan bebas asap rokok yang telah diterapkan sejak lama menunjukkan komitmen PT. KAI dalam memberikan layanan transportasi publik yang sehat, aman, dan nyaman bagi seluruh penumpang.
Aturan ini juga sejalan dengan kebijakan pemerintah yang berfokus pada upaya pengendalian konsumsi rokok di ruang publik. Selain itu, bila PT. KAI membuka ruang toleransi dengan menghadirkan gerbong khusus perokok, dikhawatirkan akan muncul tuntutan serupa di moda transportasi lainnya.
Hal tersebut akan berpotensi menimbulkan kebijakan yang buruk dalam penerapan kebijakan transportasi yang ramah akan kesehatan. Dengan demikian, konsistensi penerapan aturan bebas asap rokok harus dipertahankan demi kepentingan bersama.
Di sisi lain, PT. KAI juga sudah menyediakan fasilitas berupa area merokok di stasiun, yang bisa dimanfaatkan oleh penumpang perokok saat kereta berhenti. Fasilitas ini merupakan bentuk kompromi yang adil tanpa harus mengorbankan kenyamanan dan kesehatan penumpang lainnya.
Oleh karena itu, gerbong khusus perokok bukanlah menjadi solusi, melainkan justru menghadirkan masalah baru yang lebih kompleks. Kebijakan bebas asap rokok di seluruh rangkaian kereta api harus tetap dijaga, karena transportasi publik idealnya memberikan rasa aman, sehat, dan nyaman bagi seluruh penumpang tanpa terkecuali.
Baca Juga
-
Kecurangan Pelaksanaan TKA 2025: Cermin Buram Rapuhnya Nilai Integritas?
-
Menimbang Kesiapan TKA 2025: Dari Gangguan Server hingga Suara Siswa
-
Dana Masyarakat: Antara Transparansi Pemerintah dan Tanggung Jawab Warga
-
Evaluasi Program MBG: Transparansi, Kualitas, dan Keselamatan Anak
-
Ketika Whoosh Bikin Anggaran Bengkak, Kereta Konvensional Jadi Anak Tiri?
Artikel Terkait
-
Perhatian Sobat Anker, KRL Rute Rangkasbitung-Tanah Abang Bakal Ditutup Jika Demo Ricuh
-
Bau Rokok Nempel di Baju? Stop Asal Semprot Parfum! Ini Trik Rahasianya
-
Dokter Spesialis Langka di Daerah Terpencil? Pemerintah Siapkan Jurus Jitu Ini
-
Menko Pratikno Akui Indonesia Krisis Dokter Spesialis, Target Tambah 70.000 di 2032
-
Benarkah Vaksinasi Campak Bisa Picu Kecacatan Anak? Ini Penjelasan Dokter
Kolom
-
Mengenal Fenomena Pink Tax: Kenapa Produk Perempuan Selalu Lebih Mahal?
-
Keadilan atau Intervensi? Prerogatif Presiden dalam Kasus Korupsi ASDP
-
Bom di Sekolah, Game Jadi Sasaran: Ketika Kebijakan Pemerintah Salah Fokus
-
Pendidikan adalah Tanggung Jawab Bersama, Bukan Hanya Milik Guru
-
Toleransi Rasa Settingan: Drama Murahan dari Pejabat yang Kehabisan Akal
Terkini
-
Bukan dari Kajian, Cinta Insanul Fahmi dan Inara Rusli Bermula dari Bisnis
-
Blak-blakan, Irfan Hakim Ungkap Alasan Mantap Jadi Penyanyi Dangdut
-
Geser Bayside Shakedown 2, Kokuho Jadi Film Live-Action Terlaris di Jepang
-
Sinopsis Mastiii 4, Film India Terbaru Riteish Deshmukh dan Vivek Oberoi
-
Membongkar Prasangka: Trinity Ajak Pembaca Melihat Dunia Lewat Buku 'Di Luar Radar'