Hayuning Ratri Hapsari | Zahrin Nur Azizah
Ghea Indrawari - Jiwa yang Bersedih (YouTube/HITS Records)
Zahrin Nur Azizah

Ada satu hal menarik dari lagu Jiwa yang Bersedih milik Ghea Indrawari. Dia tidak hanya bernyanyi tentang kesedihan, tetapi juga bercerita tentang seseorang yang memilih hadir untuk jiwa yang sedang rapuh.

Di tengah dunia yang bergerak cepat dan penuh tuntutan, lagu ini seakan seperti ajakan dan undangan lembut untuk menjadi tempat istirahat bagi orang lain. Terlihat sederhana, namun sangat dalam maknanya.

“Kemarilah, singgah dulu sebentar. Perjalananmu jauh, tak ada tempat berteduh.”

Pembuka lagu ini terasa seperti ada seseorang yang menepuk bahu kita seakan mengatakan, “Sini, istirahat sebentar. Kamu nggak harus kuat sepanjang waktu.” Dalam banyak penelitian soal makna lagu ini, lirik tersebut memang dibaca sebagai ajakan untuk berhenti sejenak dari hiruk pikuk kehidupan.

Tapi jika kita memahaminya lagi, maknanya bisa terasa lebih dalam. Ini seperti ada seseorang yang benar-benar hadir dan menyediakan ruang nyaman untuk bernapas. Dan bukankah itulah inti dari ruang aman? Tempat di mana seseorang boleh terlihat rapuh tanpa harus merasa menyesal.

“Menangislah… Kan kau juga manusia”

Pada lirik ini seakan mengajak kita untuk mengakui sesuatu yang sering kita hindari atau bahkan sembunyikan rapat-rapat: bahwa kita juga punya batas. Dalam hubungan dengan orang lain, pengakuan sederhana ini justru akan terasa sangat melegakan.

Banyak dari kita berusaha untuk tampil sempurna setiap hari. Seolah tidak boleh terlihat lemah, tidak boleh goyah sedikit pun. Padahal menangis bukan tanda menyerah, melainkan tanda bahwa kita boleh berhenti sejenak dan tidak lagi memaksa diri untuk selalu tampil kuat.

Ketika ada seseorang yang dengan tulus berkata, “Menangis saja nggak apa-apa. Aku di sini kok,” itu sudah lebih dari cukup untuk membuat kita merasa aman. Seolah ada tempat yang benar-benar menerima kita apa adanya.

“Jika tak ada tempatmu kembali, bawa lukamu biar aku obati”

Di lirik bagian ini, ada kesan bahwa kehadiran seseorang tidak berhenti pada mendengarkan saja. Ada kesiapan untuk merawat dan menampung luka yang dibawa orang lain tanpa tergesa untuk memberikan penilaian.

Dalam beberapa kajian, bait ini memang sering ditafsirkan sebagai bentuk pertolongan spiritual. Namun, dalam hubungan sehari-hari, kalimat ini terasa seperti pengingat bahwa menjadi ruang aman berarti bersedia hadir dengan sepenuh hati, bukan hanya singgah lalu pergi.

Terkadang seseorang tidak membutuhkan saran atau jawaban apa pun. Yang ia butuhkan sebenarnya hanyalah kehadiran yang tulus dan mampu membuatnya merasa tidak sendirian maupun dihakimi.

“Tidakkah letih kakimu berlari…. beri waktu tuk bersandar sebentar.”

Lirik selanjutnya membuat kita seolah melihat seseorang yang selama ini menanggung banyak beban seorang diri. Tidak semua orang kuat karena menginginkan demikian. Sering kali mereka kuat karena merasa tidak memiliki tempat untuk bersandar.

Itulah sebabnya kehadiran seseorang terasa begitu berharga. Hanya dengan kalimat sederhana seperti, “Istirahat dulu sini. Kamu nggak sendirian kok. Ada aku di sini,” bisa memberikan ruang aman bagi orang lain yang sangat membutuhkannya. Di sinilah kita bisa menjadi ruang aman itu. Sebuah tempat yang memberi izin untuk berhenti sejenak tanpa rasa takut akan ditinggalkan.

“Selama ini kau hebat. Kau pasti kan didengar”

Penutup lagu ini terasa seperti pelukan yang datang terlambat, namun tetap membawa kehangatan. Ada harapan yang pelan-pelan tumbuh di sana, bahwa seseorang yang dulu kerap diabaikan akhirnya akan menemukan ruang di mana suaranya benar-benar diperhatikan.

Bagi sebagian orang, kalimat ini mungkin bernuansa spiritual. Bagi yang lain, ini berarti bertemu dengan sosok yang mau mendengarkan tanpa tergesa, tanpa menilai, dan tanpa membuat kita merasa perlu membuktikan apa pun.

Dari keseluruhan liriknya, Jiwa yang Bersedih bukan hanya menuturkan kisah tentang kesedihan manusia, tetapi juga menunjukkan betapa pentingnya kehadiran seseorang yang benar-benar mau mendengar. Sosok seperti itu bisa menjadi “tempat berteduh” ketika dunia terasa terlalu dingin dan melelahkan.

Lagu ini mengingatkan bahwa ruang aman tidak selalu muncul dalam bentuk tempat khusus atau komunitas besar. Sering kali ia hadir melalui satu orang yang dengan tulus berkata, “aku di sini untukmu.”

Dan mungkin, lewat lagu ini, kita diajak untuk menyadari bahwa setiap orang di sekitar kita. Entah itu teman, pasangan, keluarga, atau bahkan seseorang yang tampak baik-baik saja.

Bisa saja sedang menahan banyak hal dalam diam. Dari sana muncul satu pertanyaan sederhana: bisakah kita menjadi ruang aman kecil bagi mereka?

Tidak harus selalu mampu memberi solusi atau menjadi sosok yang sempurna. Kadang cukup dengan hadir, mendengar, dan membuat mereka merasa tidak sendirian. Itu saja sudah berarti banyak.

Lagu ini bukan sekadar tentang jiwa yang bersedih. Ia mengingatkan kita bahwa di tengah dunia yang terasa serba cepat ini, keberadaan ruang aman, tempat seseorang dapat bersandar tanpa takut dihakimi, merupakan bentuk perhatian yang paling sederhana. Dan sering kali, justru itulah yang paling dibutuhkan.