Hayuning Ratri Hapsari | Xandra Junia Indriasti
Ilustrasi balita bermain dengan orang tuanya. [Freepik]
Xandra Junia Indriasti

Seiring dengan perkembangan teknologi, tak sedikit bayi di bawah usia lima tahun atau balita sudah diperkenalkan pada gadget. Di antaranya, televisi hingga ponsel. Meski banyak saluran yang dikhususkan untuk anak-anak, namun pemberian screen time bisa beresiko.

Apalagi jika diberikan terlalu sering, yang mana dapat menyokong pengaruh buruk pada balita. Mulai dari menghambat perkembangan mereka, seperti lambat berbicara, hingga merusak mata.

Tak sedikit anak yang sudah memakai kacamata karena menderita rabun jauh akibat banyaknya screen time. Belum lagi, terlalu sering menatap layar, membuat balita mudah tantrum (ngamuk) dan tidak mau bersosialisasi dengan orang lain.

Mereka hanya akan fokus menanyakan gadget dan meminta screen time. Namun, para orang tua tidak perlu khawatir karena ada cara yang dapat dilakukan agar menjauhkan anak dari waktu menatap layar atau setidaknya meminimalisir. Berikut kelima poinnya.

1. Alihkan dengan Kegiatan yang Lain

Cara yang pertama adalah dengan mengalihkannya kepada aktivitas lain. Cobalah melakukan beberapa permainan yang dapat menunjang kemampuan sensorik serta motorik anak. Misalnya, bermain pasir, air, atau balok susun.

Selain itu, bisa mulai mengajarkan hal-hal di sekitar, berhitung, membaca, menggambar, dan lain sebagainya. Buat suasana menjadi menyenangkan agar anak lupa dengan gadget, bahkan sampai tidak mau menggunakannya.

2. Jelaskan Dampak Buruk Terlalu Banyak Screen Time

Meski anak berada di usia yang belum terlalu mengerti dengan perkataan orang tuanya, namun perlu ditegaskan seperti apa dampak buruk banyaknya screen time. Jelaskan secara perlahan, sehingga anak akan menangkap makna ucapan tersebut dan mengingatnya di kemudian hari.

Jangan memarahinya sampai menyentak bahkan kontak fisik jika anak mengamuk karena terus-terusan meminta screen time. Langkah ini justru semakin memperburuk perasaan dan mental sang buah hati setelah keinginannya tidak dipenuhi.

3. Libatkan Sosok Ayah

Cara yang ketiga, libatkan sosok ayah dari balita tersebut. Sebagai pengingat, mengurus anak bukan merupakan pekerjaan wanita, melainkan tugas bersama kedua orang tua. Oleh karenanya, minta pasangan untuk mengajak si kecil bermain.

Selain menjauhkannya dari gadget, hal tersebut mampu mempererat hubungan antara anak dan ayah. Tak sedikit anak, termasuk di Indonesia, yang merasa fatherless atau tidak merasakan adanya sosok ayah. Ini dikarenakan kurangnya waktu keduanya untuk melakukan sesuatu bersama.

4. Ajak Anak Bersosialisasi

Selanjutnya, coba ajak anak untuk keluar rumah. Misal, pergi ke tempat yang jaraknya tidak jauh, seperti lapangan atau taman. Selain menyuguhkan sesuatu yang tak ada di dalam rumah, mereka juga akan diajarkan perihal sosialisasi.

Hal tersebut sangat penting dalam perkembangan si kecil agar mudah mendapatkan teman, mandiri, dan percaya diri. Meski begitu, pengawasan secara ketat tetap perlu diterapkan. Mengingat balita sedang sangat aktif dan mampu meniru orang di sekitarnya.

Jadi, jangan sampai mereka berkeliaran di tempat yang rawan seperti jalan raya. Sudah banyak kasus kecelakaan balita akibat kurangnya pengawasan orang tua. Di sisi lain, banyak orang yang seringkali melontarkan kata kurang sopan, sehingga jika tak diawasi, balita akan menirunya.

5. Ikut Kelas Belajar

Terakhir, jika sang anak sudah di usia yang pas untuk mengikuti kelas belajar, misalnya minimal 2 tahun, orang tua bisa mendaftarkannya. Ada banyak kelas yang dapat diikuti, mulai dari berkebun, memasak, melukis, hingga olahraga.

Dengan begitu, anak bisa saja lupa akan gadget sehingga meminimalisir screen time. Selain itu, mereka juga bisa menambah pengetahuan serta teman-teman baru. Hal ini dapat membuat anak-anak menjadi lebih berani dan percaya diri.