Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | I Gusti Putu Narendra Syahputra
PM Malaysia Anwar Ibrahim (IG/anwaribrahim_my)

Ketua Umum Partai Keadilan Rakyat (PKR) atau People's Justice Party, Anwar Ibrahim, resmi menjadi Perdana Menteri ke-10 Malaysia. Mengemban jabatan sebagai perdana menteri, Anwar memiliki kendaraan politik yang dapat memanfaatkan panggung politik Malaysia untuk menerapkan konsep Politik Islam Moderat yang digagas olehnya sejak menjadi aktivis mahasiswa pada 1967. 

Anwar memiliki darah politisi yang mengalir dari kedua orang tuanya. Dikutip dari The Famous People, Anwar lahir di kota Cherok Tok Kun, Bukit Mertajam, Penang, pada 20 April 1947. Kedua orang tua Anwar merupakan politisi senior partai politik pertama dan tertua di Malaysia, United Malay National Organization (UMNO).

Ibu Anwar, Che Yan Abdul Hamid Hussein, menjabat sebagai Ketua Bidang Komunikasi Publik Pergerakan Wanita UMNO periode 1946 - 1948. Sementara ayah Anwar, Ibrahim Abdul Rahman, menjabat sebagai anggota Dewan Rakyat periode 1959 - 1969.

BACA JUGA: CEK FAKTA: Beredar Foto Anies Baswedan sedang Makan di Warung Sederhana Babi Guling, Benarkah?

Semangat melawan ketidakadilan mulai tertanam di dalam diri Anwar sejak memasuki jenjang pendidikan sekolah dasar. Ibrahim Rahman mendaftarkan Anwar ke sekolah yang dikenal sebagai Eton of the East, Malay College Kuala Kangsar, yang terletak di Kuala Kangsar, negara bagian Perak, Malaysia. 

Dikutip dari New Lines Magazine, ketika memasuki jenjang pendidikan sekolah menengah atas (SMA) di Malay College Kuala Kangsar, Anwar mulai menyadari perbedaan yang jauh antara dirinya dengan anak-anak muda seumurannya yang tinggal di sekitar sekolah.

Anak-anak muda tersebut lahir dari orang tua muslim dan nonmuslim etnis Melayu, China, dan India yang bekerja sebagai tenaga lapangan, seperti buruh pabrik, petani, pelayan restoran, hingga tenaga honorer yang melayani urusan administrasi di kantor pemerintah distrik dan kota. Tipe pekerjaan yang dilakukan menjadikan mereka sebagai warga kelas tiga Malaysia yang terpinggirkan dari kekuasaan. 

Akibatnya, keluarga bangsawan serta politisi UMNO dapat menyekolahkan anak-anak mereka di akademi privat bergengsi dengan fasilitas pendidikan yang memadai dan canggih. Sementara itu, keluarga buruh, petani, dan pekerja lapangan hanya dapat menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah negeri dengan fasilitas pendidikan yang terbatas dan kuno.

Merasakan kuatnya keinginan untuk memberantas ketidakadilan yang terjadi antarsesama etnis Melayu dan non-Melayu tersebut, Anwar mulai aktif membangun keahlian berpolitik dengan bergabung menjadi pengurus komite siswa dan membuat program kerja yang memberdayakan kemampuan anak-anak muda setempat. 

Tidak hanya berhenti di jenjang pendidikan SMA, Anwar melanjutkan perjuangannya hingga jenjang pendidikan tinggi. Pada 1967, Anwar terdaftar sebagai mahasiswa Universiti Malaya yang terletak di ibu kota Malaysia, Kuala Lumpur. Meski disibukkan dengan aktivitas perkuliahan, Anwar tetap meluangkan waktu untuk aktif di dalam aktivitas nonakademik yang berkutat pada kegiatan sosialisasi dan advokasi peningkatan derajat hidup warga Melayu.

Di masa itu juga, Anwar mulai mencetuskan Politik Islam Moderat, yaitu konsep politik yang menekankan pada peran penting agama Islam sebagai agama yang mampu memberikan solusi untuk mengatasi ketimpangan sosial – ekonomi dan menciptakan kehidupan harmonis antarwarga masyarakat di Malaysia, baik yang berbeda secara agama maupun etnis. 

Dengan berdasarkan pada konsep Politik Islam Moderat, Anwar memandang bahwa masyarakat muslim Melayu dapat memainkan peran positif di dalam membangun perekonomian Malaysia. Jika masyarakat muslim Melayu menyadari betapa pentingnya menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi kemajemukan dalam hidup bermasyarakat, maka hal tersebut mampu mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi yang tidak hanya dinikmati oleh warga muslim Melayu, tetapi juga warga nonmuslim dari etnis China dan India tanpa memandang status sosial - ekonomi yang dimiliki.

Anwar mewujudkan konsep politik Islam Moderat tersebut ke dalam berbagai organisasi mahasiswa Islam yang didirikannya. Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) yang berubah nama menjadi Majelis Belia Malaysia (MBM) adalah satu dari banyaknya organisasi mahasiswa Islam yang didirikan oleh Anwar untuk merealisasikan cita-citanya tersebut. 

Selama menjadi ketua umum ABIM, Anwar membuat program kerja yang berfokus pada penyuluhan ekonomi dan pendirian Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Tidak hanya itu, Anwar juga menggalang dana dari para alumni dan donatur universitas yang nantinya diperuntukkan untuk membantu biaya pendidikan anak yang berasal dari keluarga miskin Melayu dan non-Melayu dan modal awal mendirikan usaha.

Meski dalam perjalanannya banyak menemukan hambatan dan kritikan dari dosen serta sesama mahasiswa, Anwar melakukan semua hal tersebut agar masyarakat miskin Melayu dan non-Melayu dapat memiliki peluang untuk meningkatkan derajat ekonomi serta status sosial mereka di tengah ketatnya persaingan ekonomi antarkelas sosial di Malaysia pada saat itu.

Selain berfokus pada advokasi dan penggalangan bantuan sosial, Anwar juga aktif dalam melemparkan kritikan kepada UMNO yang beraliran politik Islam Konservatif. Sejak Malaysia merdeka dari Inggris pada 1957, UMNO selalu memimpin Malaysia dengan membuat kebijakan konservatif yang terlalu mengutamakan kemakmuran ekonomi untuk warga muslim Melayu. 

Anwar mengkritik beberapa program kerja yang digulirkan oleh pemerintah Malaysia di bawah kepemimpinan UMNO dan Perdana Menteri Malaysia saat itu, Hussein Onn. Anwar menganggap bahwa Hussein sengaja merancang program kerja kementerian dan lembaga tinggi yang hanya mengejar kemakmuran ekonomi warga muslim etnis Melayu yang merupakan kelompok mayoritas dan melupakan peningkatkan derajat ekonomi warga nonmuslim dari etnis Melayu, China, dan India yang merupakan kelompok minoritas di Malaysia.

Kritikan tersebut membuat Anwar Ibrahim sempat dipenjara pada 1974 atas tuduhan pencemaran nama baik terhadap perdana menteri dan kabinet UMNO.

Anwar mendasarkan kritik tersebut kepada prinsip moral imperatif Islam, yaitu nilai dan norma politik Islam moderat yang menekankan pada pentingnya membangun pemerintahan yang menjunjung tinggi inklusivitas, demokrasi, dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Dikutip dari The Edge Markets, tidak hanya kritik secara lisan, demonstrasi yang dilakukan oleh Anwar untuk membela petani miskin muslim dan nonmuslim di Baling, negara bagian Kedah, pada 1975, membuat Pengadilan Malaysia kembali menjerat Anwar atas tuduhan melakukan pelanggaran terhadap UU Keamanan Dalam Negeri Malaysia (Internal Security Act) dan memaksanya harus kembali mendekam di penjara sampai dengan 1976.

Pada 1981, Anwar mendirikan International Institute of Islamic Thought (IIIT) bersama dengan Filsuf Palestina, Ismail al-Faruqi. IIIT adalah organisasi nonprofit yang bermarkas di Washington D.C, Amerika Serikat, di mana para peneliti IIIT membantu para peneliti negara mayoritas muslim termasuk peneliti Indonesia untuk melakukan penelitian dan publikasi jurnal ilmiah berstandar internasional, penerjemahan dokumen, dan pengajaran terhadap para mahasiswa muslim dan nonmuslim di Amerika Serikat.

Selama aktif sebagai pengurus IIIT, Anwar melakukan berbagai penelitian dan advokasi tentang pentingnya membangun tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dengan berdasarkan pada tiga prinsip, yaitu menegakkan demokrasi dan HAM, membuka partisipasi publik yang seluas-luasnya dalam proses pembuatan kebijakan publik, dan bersikap independen terhadap dinamika geopolitik yang terjadi di dunia internasional.

Berbagai penelitian Anwar di dalam IIIT turut meningkatkan citra positif dirinya sebagai cendekiawan muslim yang mempromosikan konsep politik Islam moderat yang menjunjung tinggi toleransi beragama dan hidup berdampingan secara harmonis di tengah perbedaan suku bangsa, ras, dan agama di kalangan para peneliti muslim dan nonmuslim di belahan dunia Barat.

I Gusti Putu Narendra Syahputra