Warga Dusun Curug Losari, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah menggelar tradisi sedekah bumi pada Jumat (23/5/2025) di lapangan voli setempat.
Di perhitungan Jawa, tradisi ini dilaksanakan setiap bulan Apit atau bulan Dzulqa'dah dalam penanggalan Hijriyah. Sementara itu, pelaksanaan sedekah bumi di Dusun Curug Losari tahun ini juga bertepatan dengan hari Jumat Kliwon.
Tradisi ini dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur warga Dusun Curug Losari atas rezeki dan hasil bumi yang melimpah. Oleh sebab itu, dalam acara sedekah bumi ini banyak sekali hasil pertanian yang diperlihatkan. Mulai dari sayur-sayuran, umbi-umbian, hingga buah-buahan.
Antusiasme juga terlihat dari banyaknya warga yang berbondong-bondong datang ke lapangan untuk mengikuti serangkaian acara sedekah bumi.
Warga tampak membawa makanan berupa nasi, lauk-pauk, hingga makanan ringan yang disiapkan sejak pagi hari untuk dinikmati bersama. Mereka lalu duduk membentuk lingkaran mengelilingi sebuah gunungan yang terbuat dari sayur-mayur dan buah-buahan.
Sembari mengenakan pakaian adat beskap Banyumas lengkap dengan belangkon, tetua dan para perangkat dusun memulai acara dengan sambutan singkat. Penggunaan pakaian adat ini memiliki filosofi sebagai upaya pelestarian kebudayaan Jawa, sekaligus mengingatkan diri akan identitas budaya.
"Kita semua menggunakan pakaian adat Jawa karena bagian dari etika dan sebab melestarikan budaya Jawa," ucap Risam Rianto selaku tetua Dusun Curug Losari.
Prosesi sedekah bumi dimulai dengan pembacaan doa untuk membuka acara sekaligus memohon berkat kepada Sang Pencipta.
Acara dilanjutkan dengan menyebar beras kuning dan sejumlah uang koin. Sesi ini didominasi oleh anak-anak yang berkumpul untuk memperebutkan uang koin yang disebar oleh seorang kunci dusun.
Kegiatan ini dimaksudkan sebagai bentuk berbagi dan bersedekah antarsesama warga. Di samping itu, menyebar uang merupakan ungkapan rasa syukur atas rezeki yang telah didapatkan.
Setelahnya, acara disambung dengan prosesi memperebutkan gunungan sayur dan buah. Sejumlah sayur terlihat mengisi kerangka gunungan, seperti nangka muda, kangkung, kacang panjang, jagung, hingga terong.
Gunungan juga tampak dihiasi dengan daun kelapa muda yang dibentuk sedemikian rupa untuk mempercantik tampilan. Selain gunungan besar, terlihat juga sebuah gunungan kecil yang terbuat dari buah-buahan, seperti apel, salak, jeruk, pisang, dan buah naga.
Menariknya, pada sesi ini hampir semua elemen masyarakat bersatu untuk ikut berebut. Mulai dari orang dewasa, tetua dan perangkat dusun, hingga anak-anak bersemangat dan berlomba-lomba mendapatkan hasil bumi pertanian yang memenuhi gunungan. Kegembiraan dan kemeriahan para warga terasa memenuhi sesi ini.
Acara sedekah bumi diakhiri dengan menyantap makanan yang dibawa menggunakan tenong atau wadah yang terbuat dari anyaman bambu.
Penggunaan tenong bambu rupanya memiliki filosofi tersendiri. Tenong yang berbentuk bulat dan dibawa di atas kepala memiliki arti bagaikan jagat raya dan menjadi pengingat diri agar bertakwa pada Sang Pencipta. Di sisi lain, keberagaman lauk-pauk memiliki filosofi seperti isi bumi yang bermacam-macam.
"Tenong itu dibawanya di atas kepala dan berbentuk bundar seperti jagat yang juga bundar. Oleh sebab itu, tenong diartikan agar kita senantiasa ingat kepada Gusti Maha Agung dan berbuat kebajikan. Sementara makanan yang isinya ada rames, ikan, dan sebagainya seperti bumi yang banyak juga isinya," jelas Risam Rianto.
Tak hanya sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil bumi yang melimpah, tradisi sedekah bumi dimaksudkan untuk menjaga kerukunan antarwarga dan menjadi ajang melestarikan kearifan lokal. Selain itu, pelaksanaan sedekah bumi juga menandai kedatangan dua momen spesial, yaitu hari raya besar Iduladha dan bulan Sura atau tahun baru Islam.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Sejarah Gowokan, Tradisi yang Diangkat dalam Film Gowok: Kamasutra Jawa
-
Sudah Saatnya Promotor Konser Hargai Penggemar K-Pop sebagai Konsumen
-
Alon-alon Waton Kelakon: Benarkah Prinsip Ini Bikin Orang Jawa Hidup Malas?
-
Ironi Guiding Block: Desain yang Salah Bisa Rugikan Disabilitas
-
Sisi Gelap Remaja dan Realitas Sosial dalam Novel Persona Karya Sirhayani
Artikel Terkait
-
Suara Kidung dari Lereng Slamet: Merapal Doa, Merawat Keseimbangan Bumi
-
Sejarah Gowokan, Tradisi yang Diangkat dalam Film Gowok: Kamasutra Jawa
-
Apa Itu Tradisi Garter? Luna Maya dan Maxime Bouttier Bawa Budaya Abad Kegelapan Eropa di Resepsi
-
Rangkaian Tradisi Seba Baduy yang Digelar Mulai Hari Ini, Libatkan Ribuan Warga Adat
-
Digelar Hari Ini, Berikut Penjelasan Tradisi Seba Baduy, Sejarah dan Makna Dibaliknya
News
-
Rayakan Hari Keluarga Sedunia, TFR News Perkenalkan Festival LittleDoodle
-
Kembang Goyang Luna Maya Patah Detik-Detik Sebelum Akad, Pertanda Apa?
-
Sharing Karier, Psikologi UNJA Tempa Wisudawan Siap Kerja
-
Dialog Suara.com x CORE Indonesia: Dampak Tarif AS Bagi Ekonomi Indonesia
-
Bangun Kesadaran Self-Compassion, Psikologi UNJA Adakan Lomba dan Seminar
Terkini
-
Ilmuwan Temukan 'Sidik Jari' Makanan Ultra-Proses dalam Darah dan Urin
-
Resmi! Drama Baru Kim Seon Ho dan Bae Suzy Dikonfirmasi Tayang Tahun 2026
-
Nubia Neo 3 GT Raih Penghargaan MURI Smartphone AI Virtual Assistant Pertama
-
Goa Rangko, Wisata Alam Permata Tersembunyi di Nusa Tenggara Timur
-
Sudah Baca Buku Self-Improvement, Tapi Kenapa Hidup Masih Berantakan?