Hayuning Ratri Hapsari | Mira Fitdyati
Potret Mahfud MD (Instagram/mohmahfudmd)
Mira Fitdyati

Konflik di tubuh Nahdlatul Ulama (NU) kembali mencuat setelah beredar surat yang berisi desakan agar KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mundur dari jabatan Ketua Umum PBNU.

Surat tersebut memicu berbagai spekulasi dan membuat publik ikut menyoroti dinamika di salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia ini.

Isu tersebut juga mendapat perhatian dari mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD. Ia menanggapi kisruh yang dipicu oleh risalah rapat harian Syuriah PBNU yang ditandatangani KH Miftahul Akhyar.

Rapat tersebut kemudian melahirkan surat yang meminta Gus Yahya mengundurkan diri. Namun, Gus Yahya menegaskan tidak memiliki keinginan untuk melepas jabatan yang ia emban melalui muktamar.

Melalui unggahan podcast Terus Terang di kanal YouTube Mahfud MD Official pada Senin (24/11/2025), Mahfud mengakui bahwa dirinya mengikuti perkembangan kasus tersebut dengan saksama.

Meskipun kini berstatus sebagai NU kultural, ia menyebut memiliki ikatan batin yang membuatnya peduli terhadap kondisi organisasi tersebut.

Mahfud menekankan bahwa ia tidak ingin terlalu jauh mencampuri persoalan tersebut karena berbagai alasan yang telah disampaikan dianggap sudah cukup jelas.

Salah satu yang ia garis bawahi adalah polemik mengenai undangan terhadap sosok yang disebut sebagai pendukung Israel dalam sebuah acara NU.

“Menurut saya, saya tidak perlu mencampuri masalahnya karena alasan-alasan itu sudah ditulis cukup jelas. Misalnya karena mengundang orang Israel, pendukung Israel yang menyetujui serangan ke Gaza itu berceramah di NU dan sebagainya,” ujar Mahfud.

Ia melanjutkan, persoalan menjadi rumit karena Gus Yahya menolak keputusan pemberhentian tersebut.

Menurut Mahfud, Gus Yahya merasa dirinya dipilih oleh muktamar sehingga tidak dapat diberhentikan secara sepihak hanya melalui keputusan rapat harian Syuriah yang baru ditandatangani oleh Kiai Miftah.

Mahfud juga menyinggung bahwa dalam tradisi awal NU, Rais Aam memiliki kedudukan sangat tinggi sehingga hampir semua keputusan mengikuti pendapatnya. Namun kini struktur organisasi telah diatur ketat melalui AD/ART.

“Tapi sekarang Rais Aam itu dibatasi oleh AD ART juga dalam membuat tanda tangan misalnya,” ujarnya.

Mahfud menilai, apabila Gus Yahya menerima keputusan tersebut secara sukarela, persoalan dapat selesai dengan cepat. Namun jika terdapat penolakan, maka potensi sengketa hukum tidak dapat dihindarkan.

“Sementara kalau misalnya Mas Yahya mau dengan rela menerima itu, masalahnya selesai. Tapi kalau melakukan perlawanan itu kan akan ada masalah hukum,” kata Mahfud.

Mahfud menegaskan bahwa dirinya tidak berpihak kepada siapa pun. Ia hanya berharap NU tetap terjaga.

“Oleh sebab itu, saya tidak akan mendukung siapapun dari kedua pihak, saya hanya ingin NU ini selamat,” tutur Mahfud.

Selain itu, Mahfud juga menyoroti isu tambang yang disebut-sebut ikut menjadi biang kericuhan. Ia menyayangkan konflik terjadi hanya karena perbedaan pendapat dalam pengelolaan tambang.

“Malu kita, apalagi kan isunya tentang tambang ya. Asal mulanya soal pengelolaan tambang, konflik di dalam soal pengelolaan tambang. Yang satu ingin ini, yang satu ingin itu,” ujarnya.

Mahfud mempertanyakan mengapa konflik ini terus berlarut padahal masa jabatan hanya tersisa satu tahun. Ia berharap semua pihak dapat kembali bersatu demi menjaga nama besar NU.

Mahfud juga meminta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk berhati-hati dalam merespons polemik internal ini.

Menurutnya, kementerian tidak perlu memberikan pernyataan terlebih dahulu sebelum situasi benar-benar jelas agar tidak memperkeruh keadaan.

Ia menegaskan rasa prihatinnya terhadap NU yang selama ini menjadi pilar penting NKRI dan simbol Islam wasathiyah, serupa dengan Muhammadiyah. Baginya, keretakan internal NU dapat berdampak buruk bagi hubungan negara dan umat Islam.

“Saya tidak tahu siapa yang salah, siapa yang benar. Tapi menurut saya sebaiknya segera diselesaikan,” pungkas Mahfud.

Bagi Mahfud, keselamatan dan keharmonisan NU jauh lebih penting daripada perbedaan kepentingan apa pun. Ia menyerukan agar polemik segera diselesaikan demi menjaga stabilitas umat dan negara.