Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Vie Rosche
Nasi Putih yang Masih Layak Dikonsumsi (unsplash.com/Pille R. Priske)

Pasti kamu pernah dinasehati ibu kalau nasi yang tidak habis jangan dibuang, nanti nasinya nangis. Ternyata benar adanya, tetapi bukan hanya nasi yang menangis, bumi juga ikut meringis pilu melihatnya! Memang bagaimana keduanya saling berkolerasi? Bingung, kan? 

Jarang orang sadar, ternyata buang-buang nasi dan makanan lainnya sama saja mendoakan bumi tercinta ini supaya cepat sakit. Dilansir dari Harvard T.H. Chan, limbah makanan atau food waste adalah makanan yang masih layak dikonsumsi, tetapi dibuang secara sadar. Sedangkan makanan yang busuk atau rusak baru disebut sampah makanan.

Kamu sendiri mungkin pernah membuang makanan yang masih bagus. Bisa jadi karena rasanya tidak pas di lidah atau perut sudah terlalu kenyang. Apapun alasannya, jawabannya tidak selalu harus dibuang, kok!

Indonesia Jadi Kontributor Limbah Makanan ke-2 Terbesar

Ilustrasi Limbah Makanan (unsplash.com/Del Barrett)

Berdasarkan artikel yang berjudul Sejauh Mana Indonesia Darurat Sampah Makanan, Indonesia sempat menduduki posisi ke-2 sebagai kontributor limbah makanan terbesar di dunia pada 2019. Sedangkan pada 2021, tercatat pada Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional bahwa limbah makanan di Indonesia mencapai 46,35 ton.

Itu termasuk angka yang sangat besar, mengingat di belahan dunia lain banyak orang yang kelaparan. Tetapi bukan saatnya membahas soal masalah sosial, yang sering terlupakan adalah dampak lingkungan dari limbah makanan. Ketika kamu membuang makanan, kamu juga menyia-nyiakan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengolah makanan tersebut.

Sayuran, contohnya, butuh air, pupuk, tanah, dan tenaga petani supaya bisa sampai di meja makan kamu. Itu belum menghitung tenaga yang dihabiskan untuk mentransportasikan sayuran ke pasar, supermarket, atau warung sayur. Semuanya sumber daya tersebut ikut terbuang sia-sia sesaat kamu membuang makanan ke tempat sampah.

Limbah Makanan Lebih Ekstrem daripada Asap Kendaraan

Ilustrasi Tempat Pembuangan Akhir (unsplash.com/Tom Fisk)

Pernahkah berpikir kemana makanan yang dibuang ke tempat sampah berakhir? Jawabannya pasti ke tempat pembuangan akhir (TPA). Tetapi itu bukan tahap terakhir dari masa hidup limbah makanan.

Kalau kendaraan bermotor menghasilkan karbon monoksida yang berkontribusi terhadap gas rumah kaca, limbah makanan jauh lebih parah. Dalam artikel Sampah dan Hubungannya Terhadap Emisi Gas Rumah Kaca yang terbit pada 28 Februari 2020, limbah makanan yang tertimbun akan mengalami pembusukan akibat tidak terekspos oksigen.

Ini menciptakan lingkungan yang bagus bagi bakteri anaerob. Namun di sisi lain, bakteri anaerob memproduksi gas metana. U.S. Department of Agriculture menyebutkan bahwa metana adalah gas rumah kaca yang lebih kuat dibandingkan karbon monoksida.

Alternatif Buang Makanan ke Tempat Sampah

Ilustrasi Membuat Kompos (unsplash.com/Lenka Dzurendova)

WorldWildLife.com menyebutkan setidaknya 6%-8% gas emisi rumah kaca bisa berkurang jika berhenti buang makanan yang masih bagus. Alih-alih membuang makanan ke tempat sampah, kamu bisa melakukan alternatif ini:

1. Ubah Jadi Kompos
Kompos yang terbuat dari limbah makanan penuh dengan nutrisi bagus untuk meningkatkan kualitas tanah. Membuat kompos juga tidaklah sulit, cukup gunakan ember dengan tutup atau karung. Limbah makanan yang cocok dijadikan kompos di antaranya buah-buahan, sayur-sayuran, hingga biji-bijian. Daging atau produk susu tidak bisa dijadikan kompos.

2. Tambahan Pakan Ternak
Alternatif lainnya adalah menggunakan limbah makanan sebagai tambahan pakan ternak. Kalau tidak memiliki hewan ternak, tak ada salahnya memberikan limbah makanan tersebut ke peternak terdekat. Biasanya kambing, sapi, dan kerbau diberi limbah makanan untuk meningkatkan nutrisi yang dikonsumsi.

3. Buat Eco-Enzyme
Eco-enzyme sering dijadikan solusi praktis olah limbah makanan dan sampah organik. Kamu bisa menggunakan sayur atau buah, sebagai bahan dasarnya. Menurut waste4change.com, eco-enzyme dapat digunakan sebagai pupuk tanaman, cairan pel, sabun pembersih alat dapur, hingga pembasmi hama alami.

Sekarang Harus Apa?

Ilustrasi Belanja Makanan (unsplash.com/Liuba Bilyk)

Pencegahan selalu lebih efektif untuk mencegah limbah makanan. Mulai sekarang, cobalah belanja secara realistis. Jangan membeli makanan terlalu banyak karena lapar mata, daripada akhirnya hanya terbuang tidak dimakan. Usahakan belanja dengan perut kenyang biar tidak mudah tergoda dengan makanan di toko.

Memang membuang nasi karena kekenyangan terkesan sepele, tetapi ingat pepatah sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit. Dengan mengurangi kebiasaan buang makanan, secara tidak langsung kamu ikut menyelamatkan planet dengan mengurangi gas rumah kaca. Pastinya anak dan cucumu akan berterima kasih!

Vie Rosche