Setiap hari kita mendengar kabar tentang sampah yang menumpuk, udara makin kotor, dan cuaca yang makin tidak menentu. Masalah lingkungan terasa begitu dekat, tapi juga terlalu besar untuk ditangani.
Beberapa dari kita mungkin berpikir, “Aku hanya orang biasa, apa bisa berbuat sesuatu?”, “Apa menyelamatkan bumi harus dengan menanam ribuan pohon, membersihkan sungai-sungai, hingga membuat teknologi canggih?”
Jawabannya, tentu saja tidak. Kita manusia biasa, bukan superhero yang memiliki kekuatan super untuk menjaga bumi. Justru sering kali solusinya berasa dari hal sederhana yang kita lakukan sehari-hari.
Untuk menyelamatkan bumi, kita tidak butuh pahlawan super, yang kita butuhkan hanyalah warga bijak yang mau mengambil langkah kecil namun konsisten.
Coba kamu hitung, dalam sehari saja berapa sampah plastik yang kamu buang? Dari botol plastik yang kamu minum, wadah plastik makanan, hingga tas belanja yang kamu dapat dari supermarket. Kalau kamu kalikan setahun, mungkin sudah tidak terhitung berapa jumlahnya.
Kalau kita lihat laporan Bank Dunia tahun 2023, Indonesia menghasilkan lebih dari 20 juta ton sampah plastik setiap tahunnya. Sampah-sampah itu kini menumpuk di TPA, sungai, hingga ke laut.
Tapi, bagaimana jika setiap keluarga bisa mengurangi penggunaan plastik sekali pakai?
Kalau setiap keluarga dibatasi hanya menggunakan dua lembar plastik sekali pakai per hari, maka kita bisa mengurangi jutaan lembar plastik setahun. Sederhana memang, tapi efeknya luar biasa.
Selain itu, salah satu cara mengurangi sampah plastik adalah dengan membawa tumbler atau botol minum sendiri. Sekitar lima tahun lalu, kebiasaan ini dianggap merepotkan. Tapi sekarang, membawa tumbler menjadi tren. Banyak kita lihat anak sekolah dan pekerja kantoran mulai mendorong kebiasaan ini.
Bahkan beberapa kafe memberi diskon khusus bagi pembeli yang membawa wadah sendiri. Ini menjadi bukti bahwa dari satu kebiasaan kecil, lahirlah budaya baru yang lebih ramah lingkungan.
Hal yang sama terjadi pada kebiasaan memilah sampah. Di media sosial, komunitas anak muda mulai menginisiasi bank sampah atau program daur ulang sederhana.
Orang-orang yang awalnya skeptis pun akhirnya ikut karena melihat manfaat ekonominya. Sampah yang dipilah bisa ditukar dengan uang, poin belanja, atau barang kebutuhan sehari-hari.
Kalau kita bicara soal kualitas udara yang tidak bersih, salah satu penyebabnya adalah masalah energi.
Masalah energi bukan hanya urusan pabrik besar atau pembangkit listrik saja, tapi kita juga ikut andil di dalamnya. Karena, rumah tangga menyumbang hampir 16% dari total penggunaan listrik nasional.
Lalu apa yang bisa kita lakukan?
Untuk membantu mengurangi beban listrik nasional, kita harus menghemat energi listrik di rumah. Seperti mencabut charger setelah digunakan, mematikan lampu di siang hari, menggunakan kipas angin alih-alih pendingin ruangan ketika memungkinkan, atau memilih lampu LED yang lebih hemat daya.
Dampaknya bisa menekan emisi karbon, udara menjadi lebih bersih, dan kesehatan masyarakat pun lebih terjaga.
Pada skala global, kebiasaan kecil ini juga ikut berkontribusi terhadap target pengendalian perubahan iklim. Artinya, ketika kamu memilih untuk mencabut kabel charger yang tidak dipakai, sebenarnya kamu sedang berkontribusi menjaga masa depan bumi.
Generasi muda Indonesia dikenal sangat aktif di media sosial. TikTok, Instagram, hingga Twitter dipenuhi oleh anak-anak muda yang kreatif menyampaikan pesan. Daripada sekadar ikut tren challenge yang cepat hilang, mengapa tidak menjadikan media sosial sebagai ruang untuk menyebarkan kebiasaan baik?
Kita pun bisa berkontribusi tanpa harus melakukan hal spektakuler. Konten sederhana tentang menanam tanaman di halaman rumah, memilah sampah, atau memasak makanan tanpa sisa bisa punya pengaruh besar. Semakin banyak konten hijau yang beredar, semakin besar pula kemungkinan kesadaran lingkungan menular.
Mungkin hasilnya tidak langsung terlihat. Mungkin juga tidak ada yang memberi tepuk tangan untuk kebiasaan kecil itu. Tapi jika dilakukan terus-menerus, dampaknya akan terasa.
Merdeka untuk bumi, kebebasan dari polusi, sampah, dan kerusakan lingkungan hanya bisa tercapai kalau semua orang mau bergerak, sekecil apa pun langkahnya.
Kita harus menjadi warga yang bijak, yang sadar bahwa setiap pilihan kita—dari makanan yang kita beli, kebiasaan di rumah, hingga cara membuang sampah—punya dampak besar bagi bumi. Bijak berarti tidak menutup mata pada masalah, tapi juga tidak menunggu jadi superhero untuk bertindak.
Yang kita butuhkan hanyalah kesediaan untuk mengubah kebiasaan, konsistensi untuk melakukannya, dan keberanian untuk mengajak orang lain ikut bergerak.
Bumi sedang menunggu jutaan orang kecil yang bersedia jadi bagian dari solusi. Jadi, kalau ada yang bertanya apa yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan bumi, maka jawabannya, tak perlu jadi superhero, cukup jadi warga yang bijak.
Baca Juga
-
QRIS dan Dompet Digital: Siapkah Indonesia Cashless Total?
-
QRIS Antarnegara: Simbol Indonesia Jadi Pemain Utama Ekonomi Digital ASEAN
-
E10 Wajib 10 Persen: Kenapa Kebijakan Etanol Ini Dikhawatirkan?
-
Menkeu Purbaya Potong Anggaran Daerah: Shock Therapy untuk Pemda Lamban
-
Mandalika: Transformasi Wisata Olahraga Indonesia yang Berkelanjutan
Artikel Terkait
-
Kurangi Kertas, Cintai Bumi: Digitalisasi dalam Kehidupan Sehari-hari
-
Bumi Tak Perlu Berteriak: Saatnya Kita Lawan Krisis Air dari Sekarang
-
Proker KKN Membuat Ganci dari Kain Perca: Edukasi Cinta Bumi Sejak Dini
-
Suara Anak Muda untuk Bumi: Cinta Indonesia, Kok Masih Buang Sampah?
-
Frugal Living Bukan Sekadar Hemat, Tapi Upaya Sederhana untuk Menjaga Bumi
Rona
-
Perempuan Pesisir dan Beban Ganda di Tengah Krisis Iklim
-
Saat Pemuda Adat Tampil di Panggung Dunia Membela Hutan dan Budaya: Mengapa Ini Penting?
-
Polusi Plastik Mengancam Pesisir, Bagaimana Partisipasi Publik Jadi Solusi?
-
Ketika Musang Luwak Jadi Penyeimbang Ekosistem Hutan, Bagaimana Sumbangsihnya?
-
Petani Tuban Ubah Bonggol Jagung Jadi Sumber Energi Bersih
Terkini
-
Heboh! Kolaborasi Jisoo BLACKPINK & Zayn Malik Bikin Netizen Histeris!
-
Kesepian di Era Digital: Apakah Adanya Pacar AI Jadi Solusi atau Justru Bencana?
-
Bukan Wasit dan Faktor Eksternal, yang Patut Dikhawatirkan Justru Taktik Patrick Kluivert Sendiri!
-
Geger Azizah Salsha Diduga Langgar Masa Iddah, Apa Itu Masa Iddah?
-
Ammar Zoni Terjerat Kasus Narkoba Lagi, Naik Pangkat Jadi Pengedar di Rutan