Jasamu meriuk dalam keabadian sejarah.
Kedamaian cita-cita abadi sepanjang masa engkau perjuangkan.
Tetesan darah dan airmata, hanyalah bunga-bunga dalam perjuangan.
Ku hisap pahitnya kehidupan melihat kenyataan yang penuh dengan kemunafikan atas Jasamu yang telah disia-siakan.
Entah mengapa jasamu hanya dijadikan pajangan generasi saat ini.
Seandainya engkau bisa berteriak dalam kuburmu.
Melihat anak cucu bergumam dalam kebodohan.
Perampasan hanyalah tontonan ketidakpedulian, walau mereka berteriak tanpa suara.
Lebih baik aku menyelinap dalam ketenanganmu yang disana, daripada aku harus menanggung keterpurukan kenyataan.
Bait-bait Tuhan menjadi senjata paling ampuh untuk menghancurkan persatuan Indonesia.
Kini aku merindukan murnihnya jasa pahlawanku, agar aku mampu melihat terangnya masa dapan nantinya.
Baca Juga
-
Hari Raya Idul Fitri, Memaknai Lebaran dalam Kebersamaan dan Keberagaman
-
Lebaran dan Media Sosial, Medium Silaturahmi di Era Digital
-
Ketupat Lebaran: Ikon Kuliner yang Tak Lekang oleh Waktu
-
Dari Ruang Kelas ke Panggung Politik: Peran Taman Siswa dalam Membentuk Identitas Bangsa
-
Menelisik Sosok Ki Hajar Dewantara, Pendidikan sebagai Senjata Perlawanan
Artikel Terkait
-
Ketika Keadilan Tidak Lagi Hitam dan Putih di Anime Go! Go! Loser Ranger!
-
4 Alasan Buku Kumpulan Puisi Perjamuan Khong Guan Wajib Kamu Baca!
-
Puisi Wiji Thukul Kembali Menggema: Peringatan dalam Pusaran Ketidakadilan
-
Rayakan Hari Puisi Sedunia Lewat 5 Buku Puisi Terbaik Karya Sastrawan Dunia
-
Ada Nama Soeharto dan Gus Dur, Ini Daftar 10 Tokoh yang Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional
Sastra
Terkini
-
Sinopsis Film Streaming, Mengulas Kasus Kriminal yang Belum Terpecahkan
-
Review Film Twisters: Lebih Bagus dari yang Pertama atau Cuma Nostalgia?
-
Selamat! Ten NCT Raih Trofi Pertama Lagu Stunner di Program Musik The Show
-
Arne Slot Soroti Rekor Unbeaten Everton, Optimis Menangi Derby Merseyside?
-
AI Mengguncang Dunia Seni: Kreator Sejati atau Ilusi Kecerdasan?