Aku panjangkan rambut di kepalaku.
Aku mencoba keluar dari hal tabu dan ketidakbiasaan.
Aku bukan perempuan, aku tetaplah laki-laki.
Aku tampil beda di antara orang-orang banyak.
Aku merasakan masih banyak di tanah ini berpikir sempit.
Menilai hanya sebatas apa yang dilihat.
Menganggap hal aneh sebagai suatu kesalahan.
Mengutuk orang-orang yang ingin bebas berekspresi.
Rambutku yang panjang, penuh hinaan.
Rambutku jadi omongan tetangga.
Rambutku yang gondrong cemooh warga kampung. Aku tak tahu, ada apa dengan rambut gondrong.
Apakah rambut gondrong, terlihat jorok?
Apakah rambut gondrong tidak perkasa.
Tidak, tentu tidak.
Itu hanyalah dogma masa lalu.
Dogma yang selalu diagung-agungkan walau tak berguna lagi.
Aku ingin bebas dan merdeka.
Aku ingin gondrong dan merdeka.
Baca Juga
-
Etika Komunikasi di Media Sosial: Bijak Sebelum Klik!
-
Guru, Teladan Sejati Pembentuk Karakter Anak Sekolah Dasar
-
Pendidikan di Era Global: Belajar dari Dunia, tapi Tetap Jadi Diri Sendiri
-
Etika Pesantren Hilang di Layar Kaca? Kritik Pedas Tayangan yang Merendahkan Tradisi
-
Remaja, Mental Health, dan Agama: Saat Dunia Bising, Iman Tempat Kembali
Artikel Terkait
-
Ada Luka di Kepala, Bocah di Majalengka yang Tewas di Toilet Masjid Korban Pembunuhan?
-
Ketika Laki-Laki Takut Sama Perempuan Sukses: Fenomena Men Marry Down
-
Rahasia Orang Okinawa Bisa Hidup 100 Tahun Lebih,Ternyata Sesederhana ini!
-
Glamping Lakeside Alahan Panjang Buka Sejak Kapan? Tak Berizin, Kini Disanksi Buntut Bulan Madu Maut
-
Bulan Madu Maut di Glamping Ilegal, Lakeside Alahan Panjang Ternyata Tak Kantongi Izin
Sastra
Terkini
-
Setelah Dievakuasi, Ancaman Belum Usai: Risiko Kesehatan Kontaminasi Cs-137
-
40 Hari Bolos Sekolah, Ferry Irwandi Tersentuh oleh Kesabaran Sang Guru!
-
Bingung Cara 'Styling' Biar Gak Gitu-gitu Aja? Ini 9 Aturan Main Buat Pemula
-
Sunscreen saat Hujan, Pentingkah? Jangan Sampai Salah Langkah!
-
Raisa & Hamish Daud Umumkan Perpisahan, Fans Teringat Lirik 'Usai di Sini'