Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Rico Andreano
Ilustrasi hitam dan putih. (Pixabay)

Bak kehidupan tanpa nyawa. Segenap nyawa kehidupan manusia mati seketika di dunia. Terkungkung sebuah kecanggihan teknologi yang mampu mendekatkan jarak yang sangat jauh, menjadi jarak yang sangat dekat, dan menjauhkan jarak yang sangat dekat, menjadi jarak yang sangat jauh.

Manusia-manusia satu sama lain seolah pongah dan tak peduli pada masing-masing. Tak ada lagi bahu-membahu menolong sesama. Semuanya saling mementingkan diri sendiri.

Diri sendiri berselimut atas kebanggaan dirinya. Kecanggihan teknologi itulah yang dinamakan gadget. Gadget sudah menjadi kehidupan sehari-hari manusia.

Manusia semakin terlekatkan segalanya oleh kecanggihan yang dimiliki oleh gadget. Alam maya pun terasa menjadi kehidupan nyata.

Alam maya menjadi sebuah kehidupan dunia yang baru, penuh kemunafikan, bersandiwara dengan pelaku drama yang penuh permak perilaku menjadi sedemikian rupa. Berhias penuh pencitraan diri yang menutupi tabir kebusukan perangainya.

Kehidupan nyata sudah sirna seketika, berubah alam yang sangat maya dengan penuh kekosongan kehidupan. Manusia-manusia bagai menjadi mayat hidup, yang seolah hidup namun tidak bernyawa.

Alam gadget yang merasuk ke dalam pikiran dan jiwa manusia yang menjadikannya sebagai sebuah candu baru dalam kehidupan sehari-hari.

Di mana apabila sedetik tak menggenggam gadget, maka batin dan pikiran semakin linglung tak karuan. Kini kehidupan gadget bukan hanya berkomunikasi semata.

Namun bisa mengumbar segala sesuatu dimiliki di media sosial. Yang tak kenal malu dan tak kenal batas-batas etika dalam moral kehidupan.

Yang ketika seseorang mengumbar hal-hal melawan etika kehidupan, seketika itu pula berubah menjadi pesohor dadakan dengan dagangan segala unggahannya.

Seakan menggadaikan harga diri dan nilai-nilai luhur, segala sesuatu yang dimiliki rela diumbar hanya demi sebuah ketenaran semu yang ternyata hanyalah sebuah kekosongan kepribadian semata.

Rico Andreano