Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Budi
Ilustrasi Wanita Menggendong Anaknya. (Pixabay)

Saat matahari mulai menyingsing, kira-kira naiknya baru beberapa derajat saja, ndak banyaklah. Sang matahari pun mulai menyinari segala sumber penghidupan manusia di muka bumi tercinta, tentu menyinari tumbuhan, dan menyinari makhluk hidup lainnya, serta dapat memberi oksigen kepada yang bernyawa sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Suasana pagi pun menggelora, menyejukkan jiwa dan menyiramkan aroma penghidupan. Deretan dering-dering dan kedokan berbaris seakan menyambut indahnya kehidupan saat siang nanti. Hal itu juga ditandai dengan ayam menyahut, berlomba-lomba dan berkedok seakan meminta disuguhkan makanan agar dapat meneruskan hidup, seperti para manusia gitulah.

Walau pagi itu masih sedikit gelap, namun cahaya sudah menampakkan dirinya untuk menerangi jalanan. Saatnya bersiap-siap pergi ke kebun bekerja, suatu rutinitas yang mesti dan harus dilakukan. Bukan lagi suatu keterpaksaan, melainkan sudah menjadi kewajiban bagaikan laki-laki yang pada umumnya bekerja. Dahsyatnya agar tetap mampu mempertahankan hidup berada di atas onani-onani para penguasa.  

Saat usai sarapan, segala peralatan dan perlengkapan tentulah sudah lama disiapkan. Dan yang terpenting jiwa sudah siap dari awal untuk bertemu kayu bakar, tanah dan rumput sebagai satu-satunya sumber penghidupan yang berjalan sudah sejak lama.

Saya sudah siapkan hidangan pagi ini ya, nak!” Ibu (Ny. Nihla) menyaut sambil bergegas ingin keluar rumah pergi ke kubun.

Meskipun nyautan tersebut seakan terabaikan, tetapi tetap terjawab walaupun dalam hati saja dengan catatan selama masih sadarkan diri. Irwan pun bangun dengan sedikit lambat, dan tidak lama berselang saudara-saudaranya yang lain juga ikut bangun. Sebagai umat muslim, maka shalat subuh tentu wajib untuk ditunaikan selama sudah baliq, Irwan dan adik kakaknya pun bergegas mengambil air wudhu untuk shalat subuh.

Ya karena sarapan semuanya sudah siap di meja, tentu Irwan beserta saudaranya tidak akan repot-repot untuk mempersiapkan sarapan pagi, tinggal mulut dan tangan saja yang bereaksi untuk menyantap makanan yang tersedia itu.

Mungkin agak terkesan aneh dan tidak seperti kehidupan keluarga pada umumnya, biasanya sarapan pagi tentu ditemani dengan ibu tercinta. Akan tetapi, bagi keluarga Irwan tidaklah demikian mengingat sang ibu dituntut agar pagi-pagi banget berangkat ke kebun untuk bekerja, apalagi karakter ibu Ny. Nihla sebagai sosok wanita yang sangat rajin untuk bekerja. Baginya bekerja adalah hal yang dapat menyegarkan pikiran, bahkan ia seakan melampaui dari hobinya yang tak terkalahkan dengan yang lain.

Pagi itu Irwan hanya bertatapan dengan saudara dan juga ayahnya, keluarga Irwan dikenal sebagai keluarga yang minim pembicaraan. Bahkan Irwan dan saudara-saudaranya itu sangat jarang baku bicara jika yang dibicarakan tidak terlalu penting, tidak ada saling bercanda sebagai kakak adik.

Sebentar ini saya mau menghampiri ibu ke tempat produksi gula merah, sembari juga menunggu ibu datang membawa kayu bakar.” Adik bungsu (Rudi) tiba-tiba menyaut saat di lingkaran meja pagi itu.

Setelah semua selesai sarapan, Irwan dan saudara adiknya akan siap-siap juga berangkat ke kebun. Sesampainya di kebun, ehh ternyata ibu sudah menyelesaikan banyak pekerjaan kebun, termasuk sudah datang mengambil kayu bakar dan juga telah memasak gula merah.

Irwan dan saudaranya hanya bisa saling melirik, memandangi ibu yang berselimut keringat pada tubuhnya pagi itu. Bahkan muka dan matanya juga  tergores dengan air keringat, betisnya pun sering gemetar dan kakinya ingin tengkurak.

Ny. Nihla mulai memandangi tempat di sekitar sembari mencari tempat yang ia bisa duduki, lalu berkata: “Hidup tidaklah mudah, semua butuh perjuangan dan pengorbanan, semuanya butuh kucuran keringat. Kalau hidup tidak diperjuangkan tidak akan mungkin dimenangkan.” Ibu Ny. Nihla berkata kepada anaknya dan kadang juga menatap ke atas langit.

Walaupun sebagai perempuan, namun masalah ekonomi dalam keluarga adalah tanggungjawab semua anggota keluarga, seorang istri tidaklah hanya berdiam diri di rumah menunggu suami datang membawa uang. Sosok Ny. Nihla seakan melampui kerja laki-laki yang dapat bekerja di bidang pertanian seperti bekerja dengan laki-laki pada umumnya. Kesetaraan gender telah dilakukan oleh Ny. Nihla yakni bekerja menambah prekonoian keluarga. Kodrat ibu bisa bekerja dan laki-laki pun bisa, namun laki-laki tentu tidak dapat melahirkan.

Budi