Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Fachry
Ilustrasi pagi hari. (pixabay.com)

Ku lihat mentari masih setia menyinari; memeluk dengan halus embun pagi sedari tadi; dengan cahayanya beserta sinar cintanya. Bumi pun dapat merasakan kehadiran sang mentari, ketika ia membelai lembut rumput-rumput dan pepohonan yang berpijak pada tubuh bumi.

Sementara itu, burung-burung kian berkicau menyanyikan lagu dengan suaranya yang indah nan merdu, serta lalu lalang angin yang berhembus dengan pelan kepadaku; seakan ingin memberikanku sebuah pesan: bahwa tak semestinya bila aku murung terhadap karunia Tuhan.

Aku merasa lega, ketika kulihat dan kurasakan seluruh alam beserta kejadian bahu-membahu untuk menghiburku; untuk menyenangkan kembali hatiku. Bagaikan gemuruh pada jiwa yang telah terbisik cinta, aku dengan perlahan luluh dibuatnya.Lalu seulas senyum pun kembali menyungging di bibirku dengan getir; dan kemudian air mataku pun mengiringi penyesalanku terhadap-Nya.

Penyesalan terbesarku ialah sikapku yang selalu menyesali takdir kehidupan; yang kemudian membuatku lupa akan karunia Tuhan. Sedangkan selama ini Ia selalu mencukupi kebutuhan lahir dan batinku.

Aku pun sering kali merasa tak bersyukur dengan segala kekurangan yang aku punya. Padahal, Ia selalu bersedia menerima segala lebih dan kurangku; serta memberikanku lebih banyak kelebihan dibandingkan kekurangan. Hanya saja aku terlalu lupa dan selalu menganggap segala kekuranganku sebagai suatu kelemahan; yang membuatku rendah dan hina sebagai manusia.

Tetapi ali ini aku sadar dan aku yakin terhadap diriku sendiri: bahwa Tuhan tidak pernah menciptakanku dengan kesempurnaan. Akan tetapi, bukan berarti Tuhan tidak menawarkan kesempurnaan kepadaku, sebab kesempurnaan akan terjadi apabila aku mau menerima segala sesuatu yang tidak sempurna pada diriku; apabila aku mau berjalan dan mau memperbaiki nasib kehidupanku; dan apabila aku bersedia serta berlapang dada hidup bersama dengan cinta.

Meskipun adakalanya ketika cinta dibalut terlebih dahulu dengan derita, dan kadangkala derita tersebut tak berlangsung dengan sekejap mata.

Tuhan,maafkanlah aku; yang selama ini tak bisa menerima karunia-Mu. Maafkanlah aku yang secara tak sadar telah merendahkan harkat dan martabat diriku sendiri. Selama ini, aku tak sadar bahwa Engkaulah yang selalu menghiburku di kala aku sedang bersusah hati; dan tak ada hentinya Engkau membimbingku agar aku tak berlarut-larut dalam kesedihanku.

Tuhan, aku mohon bukakanlah pintu hatiku; agar aku dapat melihat keindahan karunia-Mu. Serta izinkanlah aku untuk dapat merasakan karunia-Mu; sebelum mentari terbit kembali mengawali hari yang baru...

Bogor, 29 Agustus 2021

Fachry