Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Tio
Ilustrasi Seseorang Menulis Puisi. (Pexels//KoolShooters)

Ketika tubuh mungilku menggigil di balik selimut tebal

Selimut yang kau balutkan semuanya untuk menghangatkanku

Ketika demam ku yang tak kunjung reda

Seketika air di matamu pun menetes

Kau menangis khawatir

Tangan yang tak berhenti gemetar

Sesekali kau gunakan untuk memegang keningku

Memastikan keadaanku

Raut wajah yang hampir putus asa

Tapi kau selalu berusaha

Memeras kain kompresan kedalam baskom yang kau letakkan di meja

Lalu meletakkan kainnya lagi di keningku

Hingga akhirnya pagi tiba, kau bernafas lega

Kau memeluk erat tubuhku, sampai sesak nafasku bu.

Kau mengucap kata dengan penuh syukur

Alhamdulillah.. Jagoan ibu telah pulih. 


Kudengar bunyi detik dari jarum jam yang terletak diatas meja persis disamping baskom yang ibu gunakan semalam untuk mengompres ku

Aku memperhatikan sekeliling kamarku juga

Yang kurasa sangat hangat

Rupanya cahaya matahari telah menembus kaca jendela kamarku

Aku hanya bisa bertanya-tanya dalam hati

"Ibu, apakah kau tidak tidur semalaman?"

"Setulus itukah rasa sayangmu untukku?"

"Mengapa kau melakukannya secara sukarela?" 


Saat aku mulai tumbuh besar, tingkah ku pun semakin nakal

Terkadang hingga membuatmu kesal

Saat aku juga membuat kesalahan fatal

Kau selalu saja punya alasan untuk memaafkan aku

Sekarang aku sudah bisa bertanya padamu, bu. 

"Mengapa kau sangat mudah memaafkanku?"

"Setulus itukah rasa sayangmu untukku?"

"Mengapa kau melakukannya secara sukarela?"

Kau hanya bilang kalau aku adalah segalanya bagimu

Pada akhirnya itu membuatku kembali bertanya-tanya dalam hati

Bagaimana bisa perasaanmu tak berubah sedikitpun

sementara aku selalu saja menyakiti hatimu?

Selalu membuatmu khawatir

Selalu mengabaikan semua nasehatmu

Bahkan sampai berani melawanmu, bu.


Setelah beranjak dewasa, akhirnya aku baru mengerti bahwa pengorbananmu tak akan tertandingi

Kini kau semakin menua, entah mengapa hatiku terasa semakin hancur pula

Wajah yang dulu begitu indah, kini kuperhatikan mulai berubah

keriput yang mulai terlihat jelas oleh kedua bola mataku sendiri

Hitam rambutmu pun kini nampak memudar warnanya

Semuanya putih

Lalu aku bertanya "Ibu apakah kau baik-baik saja?"

Kau hanya menunjukan senyum yang terlihat ikhlas. 


Sekarang biarlah menjadi tugasku untuk merawatmu

Selayaknya dulu kau merawatku

Meskipun tidak sebanding dengan semua jasamu

Setidaknya kau selalu disampingku

Aku selalu takut jika kamu pergi meninggalkanku, bu.


Aku selalu berdoa dalam sujudku

Meminta kepada Tuhan agar tidak mengambil dirimu dariku

Aku berdo’a agar kau selalu diberikan kesehatan

Aku terus berdo'a dan meminta

Sampai tidak sadar kalau aku telah banyak sekali meminta kepada Tuhan

Tapi aku tidak malu, bu. 

Itu karena kau sendiri yang mengajarkan ku

Bahwa Tuhan itu maha baik

Segala sesuatu yang diberikan kepada kita pasti selalu yang terbaik

Termasuk telah memberikanmu untukku. 


Ibu aku hanya ingin kau tahu

Bahwa aku juga sangat menyayangimu

Tanpa batas waktu

Terima kasih, ibu.

Tio