Ke manakah perginya sang mentari? Yang terbit dan terbenam di wajah sang mimpi.
Ke manakah perginya kicau burung-burung bernyanyi? Yang senantiasa menghibur di kalah susah hati.
Ke manakah perginya sinar hangat cahaya pagi? Yang setia mendekam di balik hari.
Ke manakah perginya guratan senyum kekasihku? Yang selalu hadir menemani kepedihan sang waktu.
Mungkinkah kiranya, ini pertanda bahwa aku harus kehilangan mereka? Walau tak pernah ada sedikitpun hasrat, untuk memiliki yang tersirat dari dalam jiwa.
Akankah mereka datang dan kembali lagi? Serta membantuku untuk menjamu sepi?
Atau mungkin mereka kini sudah betah, tinggal bersama pengelana cinta.
Ah, sedangkan aku hanyalah pengelana bodoh, yang kesana-kemari hanya untuk mencari tempat bersembunyi, dari kejaran untaian luka lama.
Selama ini, aku memang tak pernah berterus-terang. Kepada mereka, yang kuceritakan hanyalah keanggunan cinta.
Tanpa pernah aku menceritakan kepada mereka, bahwa hingga saat ini aku masih setia menggenggam masa lalu, yang ia pun mengikutiku layaknya bayangan semu.
Mungkin mereka kecewa, sebab mereka selalu bersedia menghibur segala kepedihanku. Sementara aku, hanya menjadikan mereka sebagai tempat pelampiasan masa lalu.
Sebenarnya aku tak bisa, namun harus ku akui, bahwa aku bahagia.
Dan kini, mereka semua telah pergi, meninggalkanku sendiri bersama bayang-bayang masa lalu.
Dan sepi, tak ada hentinya merayu, memaksaku untuk mempersilahkannya masuk ke dalam relung kalbu.
Aku pun sebenarnya tak mengerti, mengapa mereka seolah membenci masa laluku.
Padahal, aku telah mencoba untuk membuka hati, tetapi mereka diam-diam tak mau menerima.
Tetapi kini, aku sadar, mengapa mereka semua menghilang. Itu karena, selama ini aku tak pernah berterus-terang: tentang masa laluku, dan tentang siapa aku.
Barangkali mereka menginginkan kejujuran hatiku, namun aku tak pernah mau apabila harus menyakiti perasaan mereka. Aku hanya menunggu saat yang tepat, namun kini rasanya sudah terlambat.
Aku memang salah, dan itu tak bisa dipungkiri. Perihal mereka pergi, itu pun hak mereka.
Saat ini, aku tak meminta apa-apa. Aku hanya meminta agar mereka tak memusuhiku layaknya seorang musuh.
Aku pun ingin berdamai, dengan masa laluku dan masa yang akan mendatang. Agar aku tak lagi kehilangan, seperti yang ku alami di masa sekarang.
Sebab aku tahu, sejauh apapun aku melangkah, namun bila aku enggan berdamai dengan masa laluku, takdir selalu berupaya untuk membuka tabir, siapa sebenarnya aku...
Bogor, 2 September 2021.
Baca Juga
-
Mari Kembangkan Diri Bersama Buku Bertajuk 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif
-
Ulasan Tuan Besar Gatsby Karya F. Scott Fitzgerald, Salah Satu Novel Terhebat dalam Sastra Dunia!
-
Misi Evakuasi Para Tentara Inggris pada Perang Dunia II dalam Film Dunkirk
-
Ulasan Film The Pursuit of Happyness: Perjuangan Seorang Ayah Meraih Kesuksesan
-
Ulasan Film Fury: Pertempuran Sengit Melawan Satu Batalion Tentara Jerman
Artikel Terkait
-
Suara Hati Rakyat kepada Para Pemimpin dalam Buku Bagimu Indonesiaku
-
Fedi Nuril Terlalu Sering Poligami, Ernest Prakasa Ingin Sang Aktor Perankan Tokoh Pastur
-
Inspiratif! Ulasan Buku Antologi Puisi 'Kita Hanya Sesingkat Kata Rindu'
-
Ulasan Novel Beautiful Broken Love, Kisah Cinta setelah Kehilangan
-
Menang Piala Citra 2024, Ini 4 Rekomendasi Film Terbaik Nirina Zubir
Sastra
Terkini
-
PSSI Targetkan Timnas Indonesia Diperingkat ke-50 Dunia pada Tahun 2045 Mandatang
-
Review Gunpowder Milkshake: Ketika Aksi Bertemu dengan Seni Visual
-
Memerankan Ibu Egois di Family by Choice, Kim Hye Eun: Saya Siap Dihujat
-
3 Serum yang Mengandung Tranexamic Acid, Ampuh Pudarkan Bekas Jerawat Membandel
-
3 Varian Cleansing Balm Dear Me Beauty untuk Kulit Kering hingga Berjerawat