Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Rico Andreano Fahreza
Ilustrasi Bernapas di Dalam Air. (Pixabay)

Berhembus napas seakan tak ada hentinya menjadi tanda detak nyawa masih meraih hayat. Hayat yang bertumpu sepasang kaki menikmati segala langkah kemana arah perginya. Meraih segenap udara bebas tanda kurnia-Nya sangat mengandung faedah. Faedah kebaikan terungkap dari alam menyaksikan menghirup udara yang sangat menentramkan. Melalui rangkaian nikmat memarut remah-remah keberuntungan.

Seakan nestapa terhapus dari terang benderang dibawa oleh pelita kesenangan sejati. Kedamaian yang indah meraup kekayaan batin yang tak terhingga. Hantaran semua degup batin bergerak dengan lincah. Bias nestapa seolah menghias hayat. Serbuan misteri dunia yang selalu terbenam tak pernah terjawab akan batas napas berhembus.

Cakrawala melintasi semua terbentang amat banyak nan luas di muka bumi. Tertulis rangkaian kata-kata penumbuh asa berbaur kebangunan gerak senyap. Gerak senyap menantang langkah yang masih saja berjalan di tempat. Lembaran senandung semesta berkata ada batasnya udara tak selamanya memberi nanungan napas bagi seluruh hayat. Lapis-lapis cinta dalam kuasa Illahi meliputi segenap alam yang menciptakan udara.

Beragam kebaikan yang tertanam pada bentangan udara yang melimpah ruah. Tak pernah kurang udara kian menghantarkan keanggunan seluruh alam bergerak. Mengawali musabab terjadinya utopia seolah hayat bertahan selamanya. Jarum menusuk raga melebur napas berujar lawatan falsafah kebermanfaatan. Lepasnya nafsu bertahan dalam amarah napas mengamuk pada batin yang tamak tiada kepuasan pada raga.

Rico Andreano Fahreza