Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Taufan Rizka Purnawan
Ilustrasi seseorang dalam gejolak nafsu duniawi. (pixabay.com)

Dalam gejolak nafsu yang berkibar menghempaskan rupa kehidupan. Rupa kehidupan seakan bisa bertahan lebih lama. Bertanya dalam hati kecil tentang makna nafsu. Makna nafsu begitu megahnya dalam tuntunan segala rupa kehidupan.

Gejolak nafsu bagai petuah nyata bagi setiap raga. Hanya rangkaian kenikmatan semu tak terlihat indah dalam tatapan hati. Ihwal tatapan hati yang bisa tak bisa berucap dusta.

Tatapan hati yang sangat lugu dalam hiasan kesucian yang tak pernah memudar. Berguncang raga dalam gejolak nafsu yang tak pernah ada habisnya. Meninggalkan jejak kesesatan langkah dalam arah yang semakin liar.

Gejolak nafsu memantik api kebatilan sempurna. Api kebatilan yang terus menyala takkan pernah selalu. Api kebatilan menjadi tanda kebusukan segala rupa kehidupan yang nyata.

Makna nafsu menjadi ibadah bagi manusia. Tersirat rupa busuknya raga terpisah dari Illahi. Terpisah amat jauh dalam sekat nafsu. Tertutupnya pintu nurani manusia takkan pernah terbuka selamanya.

Biarlah manusia menikmati gejolak nafsu. Manusia menjadi kegirangan menikmati gejolak nafsu menyelubungi segala rupa langkah di dunia. Manusia yang tak peduli dari seruan-Nya yang begitu padam cahaya hati.

Gejolak nafsu yang berkuasa melibas kepolosan pikiran manusia. Gejolak nafsu menyisakan puing-puing kehinaan yang tak pernah sirna dalam pacuan waktu yang terus melangkah jauh.

Hanya tanda kehancuran nyawa semakin berkumandang menggelegar melenyapkan segala rupa hamparan kehidupan.

Taufan Rizka Purnawan