Scroll untuk membaca artikel
Rendy Adrikni Sadikin | Mohammad Azharudin
Shang-Chi (imdb.com)

Banyak yang bilang bahwa formula naskah film Shang-Chi and The Legend of The Ten Rings sama dengan film-film MCU lainnya. Film Shang-Chi bukanlah film MCU pertama yang mengambil tema berkaitan dengan keluarga. Beberapa film MCU yang pernah mengambil tema berkaitan dengan keluarga yakni trilogi film Thor, Black Panther, dan Black Widow.

Kendati demikian, bukan berarti film Shang-Chi sama sekali tak menyuguhkan sesuatu yang berbeda. Menurut saya, koreografi pertarungan dalam film Shang-Chi belum pernah ada di film-film MCU sebelumnya. Nampaknya, film Shang-Chi bisa disebut sebagai film kungfu Asia dengan cita rasa Amerika.

Konflik dalam film Shang-Chi terkesan biasa, bahkan terasa sangat ringan untuk dipahami. Selain itu, jalan cerita dalam film seperti sangat singkat (atau mungkin lebih cenderung terburu-buru). Terlepas dari itu, menurut saya salah satu hal yang terpenting dari menonton film adalah mengambil amanatnya.

Ngomong-ngomong soal amanat, ada satu kisah unik yang pernah saya lihat. Waktu itu adik saya ada PR Bahasa Indonesia, yang mana salah satu soalnya menanyakan definisi amanat. Adik saya menjawab, “Amanat adalah pesan tersirat yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca”.

Selepas dikumpulkan, ternyata jawaban tersebut disalahkan oleh sang guru yang umurnya masih muda. Dari kejadian tersebut saya jadi bertanya-tanya, “Apakah minat baca guru-guru kita saat ini sedemikian rendahnya? Atau, apakah guru-guru kita saat ini cenderung tekstualis dan terlalu bergantung pada definisi dari Google? Atau, kita sebenarnya kekurangan guru sehingga banyak orang yang mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai dengan kualifikasi keilmuannya?”. Hah, entahlah! Nampaknya problematika pendidikan di negara kita masih banyak yang belum terselesaikan.

Oke! Kembali ke film Shang-Chi. Dalam film tersebut diceritakan bahwa Wenwu (ayah Shang-Chi) mulanya adalah orang yang sangat ambisius. 10 cincin yang ia pakai selama ini bukan hanya memberinya kekuatan dewa, tapi juga memberinya umur yang abadi. Hal tersebut membuat setiap penyerangan yang dilakukan Wenwu bersama pasukannya (di kemudian hari mereka disebut organisasi Ten Rings) ke berbagai wilayah selalu berhasil. Wenwu telah melakukan hal itu selama seribu tahun, dan ia masih merasa kurang dengan apa yang didapatkannya selama ini. Namun, Wenwu mengalami perubahan ideologi ketika suatu hari ia bertemu dengan Ying Li di pintu gerbang desa Ta Lo.

Ketika mereka berdua baru bertemu, terjadi pertarungan di antara keduanya. Wenwu dibuat keheranan karena Ying Li mampu mengimbanginya. Bahkan di ujung pertarungan Ying Li ternyata bisa mengendalikan sepuluh cincin milik Wenwu. Pertemuan tersebut kemudian memantik bara cinta keduanya.

Selepas melewati “masa ta’aruf”, mereka memutuskan untuk menikah. Keputusan tersebut membuat mereka berdua rela menyerahkan segalanya. Ying Li meninggalkan desa Ta Lo (karena Wenwu tidak diterima oleh penduduk di sana) dan membuatnya tak lagi punya kekuatan bertarung seperti sebelumnya. Sementara itu, Wenwu sendiri kini tak lagi memakai sepuluh cincinnya dan telah melupakan ambisinya.

Terlepas dari masa lalu yang penuh dengan rasa haus akan harta dan kekuasaan, Wenwu ternyata sangat mencintai istrinya. Ketika ia mengetahui istrinya dibunuh, Wenwu seketika kembali memakai sepuluh cincinnya untuk balas dendam. Namun, Wenwu saat itu hanya berhasil menghabisi anak buah si pembunuh, ia belum sempat bertemu bos mereka.

Cinta yang begitu dalam pada istrinya lantas membuat Wenwu merasa pembalasan dendamnya belum terpenuhi. Hal itu menyebabkan Wenwu tak lagi peduli dengan pengasuhan dua anaknya yang masih kecil. Wenwu justru menjadikan salah satu anaknya, Shang-Chi, sebagai senjata balas dendam. Shang-Chi dilatih dengan begitu keras, hingga ia dianggap mampu membalaskan dendam kematian ibunya.

Bukti cinta mati Wenwu tak berhenti di situ. Suatu ketika Wenwu merasa mendengar suara istrinya. Suara tersebut memanggilnya berkali-kali dan meminta untuk segera dibebaskan. Suara itu mengaku bahwa dirinya kini tengah di penjara di sebuah gerbang gelap yang ada di pegunungan desa Ta Lo.

Lagi-lagi, cinta mati membuat Wenwu menghalalkan segala cara untuk menuruti suara istrinya tersebut. Dia lantas menyiapkan pasukan untuk pergi ke desa Ta Lo. Sesampainya di desa Ta Lo, Wenwu diberitahu oleh Ying Nan (kakak Ying Li) bahwa suara tersebut bukan suara Ying Li. Wenwu sebenarnya telah diperdaya oleh Dweller in Darkness dengan menirukan suara Ying Li.

Dweller in Darkness telah melakukan hal tersebut pada banyak orang. Tujuannya adalah supaya mereka membebaskannya dari gerbang gelap di desa Ta Lo. Sayangnya, belum ada satu pun yang berhasil melakukannya. Namun, dengan kekuatan sepuluh cincin milik Wenwu, gerbang gelap tersebut pasti akan terbuka. Meski telah dipaparkan yang sebenarnya, Wenwu tetap tak percaya. Ia hanya percaya pada suara istrinya yang meminta untuk dibebaskan. Hal tersebut didasari oleh keinginan Wenwu supaya Ying Li bisa kembali hidup bersamanya.

Berdasarkan apa yang dialami oleh Wenwu tersebut, bisa kita ketahui bahwa kekuatan cinta nyatanya memang sangat besar. Ia mampu membuat orang yang berambisi menjadi lebih terkontrol. Sebaliknya, cinta juga mampu mengubah orang yang terkontrol menjadi orang yang menghalalkan segala cara demi kekasihnya. Nah, hikmahnya adalah ketika kita memiliki cinta maka upayakan untuk selalu disalurkan pada segal hal yang positif. Dan tentu saja, jangan berlebih-lebihan dalam mencintai. Pertanyaannya, bisa nggak ya kita kayak gitu?.

Mohammad Azharudin