Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Qarnul Islam
Buku Anak Arloji. Sumber: DocPribadi/Fathorrozi

Bagi sebagian orang membaca cerpen lebih dipilih daripada novel, lantaran cerpen lebih singkat penuturan ceritanya dari novel, sehingga bagi orang yang memiliki setumpuk pekerjaan, ia takkan mengganggu jadwal pekerjaan, sebab membaca cerpen satu judul bisa diselesaikan dalam sekali duduk.

Ekspresi orang yang membaca cerpen, beraneka ragam. Ada yang pagi hari sambil bersanding kopi hitam. Ada yang sore seusai pulang kerja sambil duduk di ruang tamu. Ada yang membaca pada malam hari sambil rebahan di tempat tidur. Bermacam-macam suasana, tempat dan waktu. Saya sendiri lebih suka baca cerpen di pagi hari usai bantu istri bersih-bersih rumah dan sebelum berangkat kerja. Karena di pagi hari, pikiran tengah fresh dan belum ada sesuatu yang menggelayut. 

Membaca dan menulis cerpen adalah aktifitas yang berbeda. Waktu, tempat, suasana dan gaya penulisan cerpen masing-masing penulis juga berbeda-beda. Mereka punya gaya tutur sendiri-sendiri dan memiliki kesempatan yang berbeda. Ada penulis yang lebih leluasa menulis cerpen di waktu malam hari selepas anggota keluarga lainnya berlabuh di pulau kapuk, sebab siangnya sibuk mengajar, berdagang mie ayam, jualan buku, jaga foto kopian, dan lain sebagainya. Memilih malam hari agar lebih konsentrasi dan selamat dari godaan manja anak-anak.

Mengenai gaya atau proses kreatif menulis cerpen, Kurnia Effendi dalam buku Anak Arloji yang diterbitkan oleh Serambi pada Maret 2011, mengemukakan bahwa sampai saat ini, saat menghimpun sejumlah cerpen, Pak Keff (Kurnia Effendi) selalu memulainya dengan judul, mengingat cara itu paling mudah baginya. Metode tersebut tidak sengaja dipilih, bukan karena gagal dengan jalan yang lain. Itu adalah cara pertama Pak Keff yang kemudian menjadi proses kreatif.

Pak Keff berkisah soal proses kreatif dalam buku itu, berikut petikannya:

"Bertahun-tahun yang lalu, ketika diwawancara oleh redaktur majalah remaja, terlontar pertanyaan: “Bagaimana biasanya kamu menulis cerpen?” Saya tidak perlu memikirkan jawaban. Langsung saya ucapkan: “Saya mulai dari judul.” Dan memang seperti itu kenyataannya. Dalam dompet saya dulu, suka tersimpan selipat kertas. Di sana tertulis beberapa judul, entah untuk prosa atau puisi. Pada saat judul itu saya tulis, kadang-kadang belum terlintas kisah apapun. Belum terpikir serangkai cerita, belum terbentang tuturan atau alur nasib seorang tokoh."(hlm. 220)

Apa yang telah dipraktikkan oleh Pak Keff ini (mengembangkan kisah dari judul yang telah dibuat lebih dulu) adalah satu gaya diantara gaya-gaya menulis cerpen yang menjadi proses kreatif bagi penulis cerpen ternama di negeri ini. Banyak pula penulis yang menulis dengan gaya dan model yang berbeda. Ada yang lebih dulu berkisah. Sedangkan judul dibuat belakangan setelah kisah rampung sempurna.

Sekarang tergantung kita, mau ikut siapa. Kita pun tak harus mengikuti gaya mereka. Sebab, masing-masing kita tentu punya kriteria dan khas berbeda dari mereka. Selamat berkarya. Salam kreatif!

Qarnul Islam