Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Sam Edy Yuswanto
Buku Selamatkan Keluargamu dari Broken Home!!!.[dok. pribadi/samedy]

Ketidakharmonisan sebuah rumah tangga dapat menimbulkan dampak negatif yang panjang. Dampak yang paling nyata misalnya dialami oleh anak. Anak yang terlahir dari keluarga yang sering bertengkar biasanya memiliki jiwa rapuh sekaligus memiliki sifat pemarah. Ia juga sulit memiliki rasa respek terhadap orangtuanya. Bahkan, bisa jadi ia akan menyimpan dendam kepada orangtuanya yang enggan memedulikannya.

Seorang anak, mestinya mendapat pendidikan yang layak dari kedua orangtuanya. Baik pendidikan di lembaga pendidikan seperti sekolah dan madrasah, maupun pendidikan secara langsung di dalam rumah, misalnya pendidikan keteladanan yang baik. 

Memang, yang namanya mendidik anak bukanlah perkara yang mudah. Butuh kesadaran dan kesabaran dalam melaksanakannya. Penanganan yang salah akan berimbas pada perilaku menyimpang sang anak. Saat anak menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan aturan, ibu mulai kewalahan dan dengan sendirinya akan menjatuhkan hukuman kepada anak. Jika hukuman secara verbal dirasa tidak efektif, maka tidak jarang ibu akan melakukan tindakan kekerasan fisik (Selamatkan Keluargamu dari Broken Home!!!, halaman 198).

Memberikan hukuman kepada anak yang melakukan kesalahan sebaiknya memang tak perlu dengan kekerasan fisik. Juga tak perlu menggunakan kalimat atau kata-kata yang menyakitkan hati si anak, misalnya memaki atau mengucapkan kata-kata kasar yang hanya menyisakan sakit hati bahkan dendam yang sewaktu-waktu dapat meledak.  

Kekerasan fisik, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang nomor 23 tahun 2004 pasal 5 huruf a, adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Kekerasan fisik dapat terjadi dengan mencubit, menjewer telinga anak, menampar, menjambak rambut, meninju, memukul, menendang, membakar, menusuk, dan semacamnya. Meski tak dibenarkan, menghukum anak dengan kekerasan fisik masih kerap dilakukan dan dianggap sebagai sebuah peringatan pada anak agar tak lagi melakukan kesalahan (Selamatkan Keluargamu dari Broken Home!!!, halaman 200).

Mudah-mudahan, terbitnya buku Selamatkan Keluargamu dari Broken Home!!! (Saufa, 2015) karya Anindya Puspita ini dapat menjadi pembelajaran bagi para orangtua, tentang pentingnya menjaga keharmonisan dalam keluarga dan cara mendidik anak yang baik tanpa menggunakan kekerasan.

Sam Edy Yuswanto