Kisah ini berawal dari aksi sporadis militer Belanda di sekitar Yogyakarta yang hendak menyerang segala bentuk kekuatan militer tentara Indonesia. Dari aksi yang dilancarkan pada tanggal 22 Februari di desa Sambiroto, pasukan Belanda menemukan buku catatan dari pejuang yang gugur dalam peristiwa tersebut. Berbekal buku catatan itulah, kemudian pasukan Belanda melancarkan serangan ke desa Plataran beberapa hari kemudian.
Pasukan Indonesia pada masa ini memang menjadi incaran militer Belanda. Mereka tidak terima dengan kekalahannya dari dukungan internasional terhadap upaya menguasai Indonesia kembali. Berbekal buku harian inilah, militer Belanda mendapatkan peluang besar untuk menghancurkan pasukan Indonesia di Plataran.
Singkat cerita, usai melakukan serangan pada pos Belanda di Bogem, para pejuang diperintahkan untuk memindahkan pusat kekuatan militernya. Namun, hal ini tidak terlaksana dengan baik, akibat kelelahan dalam pertempuran sebelumnya. Para pejuang justru kembali ke pos lamanya di Kaliwaru. Sedangkan, Kaliwaru sudah ditetapkan sebagai sasaran Belanda untuk membalas serangan dari para pejuang di Bogem.
Tak lama, posisi pasukan yang tengah beristirahat, dikejutkan dengan serangkaian tembakan dari arah barat daya. Pasukan patroli Belanda terlihat dengan perlengkapan tempur yang lengkap. Dari desa Gatak, pasukan Belanda terus menembaki pasukan pejuang yang tengah tercerai berai. Beberapa kelompok pejuang yang terpisah akhirnya sama-sama terdesak mundur ke desa Plataran.
Tanggal 24 Februari 1949, terjadilah kontak senjata yang sengit di desa Plataran. Saling balas serangan dan upaya pengepungan pasukan Belanda semakin membuat posisi pejuang semakin terdesak dari berbagai penjuru. Pasukan pejuang juga dihujani bom dari pesawat capung yang mengintai dari atas desa. Banyak di antara para pejuang yang telah gugur menjelang siang hari.
Mereka memburu pejuang sampai ke area persawahan yang menjadi area killing ground disana. Dalam buku karya Moehkardi, "Akademi Militer Yogya dalam Perjuangan Pisik 1945-1949", dijelaskan bahwa seorang pejuang bernama Husein mengalami perlakuan keji ketika peristiwa itu berlangsung. Usai ditembak, jasad Husein dipenggal dan dirusak oleh para tentara Belanda.
Selain dari itu, seorang prajurit Tentara Pelajar bernama Marwoto juga gugur tak jauh dari lokasi gugurnya Husein. Kadet-kadet terbaik hasil didikan Akademi Militer Jogja banyak yang gugur dalam peristiwa ini. Sebaliknya, dalam pihak Belanda, peristiwa ini adalah keberuntungan dari dendam yang selama ini mereka pendam, ungkap Moehkardi.
Masyarakat Plataran sangat menghormati para pejuang yang gugur hingga kini. Tak ayal, setiap tanggal 24 Februari, masyarakat disini senantiasa mengadakan doa bersama untuk para pejuang yang gugur dalam peristiwa Plataran. Semoga peristiwa ini dapat selalu dikenang oleh generasi saat ini. Agar peristiwa Plataran tidak terlupakan, dengan semangat juang demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
11 Hal Penting dari Peristiwa Isra Miraj, Salah Satu Momen Terpenting dalam Sejarah Islam
-
Umat Hindu Jalani Upacara Melasti di Pantai Parangkusumo
-
ARTOTEL Yogyakarta Hadirkan Paket Pernikahan Terjangkau, Ciptakan Momen Bahagia Tak Terlupakan
-
Bertambah 2.750 Orang, Pasien Covid-19 di DIY Mencapai 188.286 Kasus
Ulasan
-
Review Film Fear Street - Prom Queen: Pembantaian Malam Pesta yang Melempem
-
Review Pee-wee as Himself: Dokumenter yang Mengantar Kejujuran Paul Reubens
-
Ulasan Buku One in a Millennial: Refleksi Kehidupan dalam Budaya Pop
-
Ketika Tubuh Menjadi Doa: Refleksi dalam In The Hands of A Mischievous God
-
Bukan Sekadar Lagu Ulang Tahun, Ini Pesan Berani di Lagu SEVENTEEN Bertajuk HBD
Terkini
-
Komunitas Perlitas Membingkai Semangat dan Kreativitas Penghuni Panti Laras
-
Timnas China Kehilangan 2 Pemain Pilar di Laga Lawan Indonesia, Sepenting Apakah Mereka?
-
Usung Konsep Sporty, USPEER Resmi Debut Lewat Single Bertajuk 'Zoom'
-
5 Sistem Kekuatan Terbaik Sepanjang Sejarah Anime, Ada Favoritmu?
-
Maudy Ayunda 'Bulan, Bawa Aku Pulang': Persembahan untuk Ketenangan Batin