Kemampuan menulis bisa dilatih sejak kecil. Dengan banyak membaca, anak-anak seusia sekolah dasar sudah bisa belajar menulis. Mulai dari menulis hal-hal sederhana seperti catatan harian, puisi, hingga cerita. Jika terus diasah, bukan tak mungkin seorang anak bisa menerbitkan karya berupa buku.
Buku Dunia Alat Tulis karya Abdiella ini adalah salah satu contohnya. Buku berisi kumpulan cerita pendek ini ditulis seorang anak sepuluh tahun yang hobi membaca dan menyanyi. Di dalamnya, kita disuguhi beberapa kisah menarik, terutama untuk dibaca kalangan anak-anak seusia penulisnya. Dengan bahasa sederhana, Abdiella mengajak kita berpetualang menyusuri kisah-kisah seputar dunia anak-anak.
Menariknya, kisah-kisah tersebut juga menyimpan pesan-pesan penting untuk diresapi. Abdiella mengangkat beberapa persoalan yang sering menjadi masalah anak-anak. Seperti sikap pemalu, penakut, ceroboh, dan sombong.
Salah satu cerita berjudul Petugas Upacara mengisahkan Mikha, seorang anak yang pandai dan cerdas, namun pemalu. Ia sering mendapat juara kelas, namun enggan jika diminta mengikuti lomba. Ketika diminta menjadi petugas pemimpin upacara, Mikha juga menolak karena malu. Meski awalnya takut, namun karena motivasi dari ibu guru dan ibunya, akhirnya Mikha berusaha menghilangkan rasa takutnya dan berlatih dengan gigih, sehingga bisa menjadi pemimpin upacara yang sigap, tegas, dan berwibawa.
Kisah tersebut memberi gambaran bahwa sebagian anak selalu menghindari suatu hal hanya karena malu dan takut. Padahal, banyak hal positif yang bisa dipelajari dari hal yang dihindari tersebut. Di kisah tersebut, ketika menjadi pemimpin upacara, Mikha banyak belajar tentang ketegasan, kepercayaan diri, dan kedisiplinan. Hal-hal yang mungkin tak pernah ia pelajari sebelumnya karena rasa takut dan malu yang tak pernah ia kalahkan.
Ada juga cerita yang berisi pesan tentang pentingnya kerapihan. Hal ini ada dalam cerita berjudul “Dunia Alat Tulis’ yang dipilih menjadi judul buku ini. Diceritakan ada seorang anak bernama Dhea. Ia adalah anak yang gemar menulis dan selalu menulis apa saja yang terlintas di pikirannya dengan pena atau pensil. Namun sayangnya ia kerap lupa mengembalikan alat tulisnya sehingga alat tersebut kerap hilang atau berantakan. Hingga kemudian, suatu ketika, Dhea masuk ke tempat asing yang disebut “Dunia Alat Tulis”.
Dunia Alat Tulis adalah dunia yang masyarakatnya terdiri dari berbagai macam alat tulis. Seperti pena, pensil, penggaris, penghapus, dan sebagainya. Di dunia tersebut, Dhea ditangkap raja karena dianggap telah menyiksa dan menelantarkan alat tulis. Dhea dipenjara sebelum akhirnya ia dibebaskan karena bisa mendamaikan perang antara kaum pulpen dan kaum pensil. Sejak saat itu, Dhea tersadar dan tak lagi menelantarkan alat tulis sembarangan. Kisah ini seperti mengajak kita untuk belajar lebih rapi dan disiplin.
Kisah yang tak kalah menarik ada yang berjudul The Best Birthday. Kisah ini cukup menyentuh dan pesan yang ingin disampaikan bisa mengena. Cerita terakhir yang menjadi penutup buku ini mengisahkan seorang anak bernama Melly yang berusia 9 tahun. Melly adalah anak orang kaya yang biasa hidup dalam kemewahan. Menjelang hari ulang tahun, Melly tak sabar menanti kejutan pesta dan kado istimewa yang mahal dari kedua orang tuanya. Namun, ketika hari bahagia itu datang, Melly tak melihat tanda-tanda adanya pesta di rumahnya.
Melly semakin kecewa ketika di hari ulang tahunnya malah diajak keluarganya ke panti asuhan. Di sana ternyata orangtuanya akan merayakan hari ulang tahun Melly. Melly sempat kecewa dan risih melihat tempat sederhana dan anak-anak di panti asuhan. Namun, dalam perayaan tersebut, anak-anak panti asuhan menceritakan kisah hidup mereka satu per satu. Ada yang berkisah telah kehilangan kedua orang tuanya, sehingga harus mengemis di jalanan untuk sekadar bisa makan. “Nah, saat aku sedang mengemis, kakak-kakak panti asuhan menemukanku,” kata anak tersebut (hlm 97).
Mendengar kisah tersebut, Melly menitikkan air mata. Ia baru sadar jika banyak anak tak seberuntung dirinya. Banyak anak harus hidup sendiri tanpa orangtua, bahkan harus makan seadanya. Sementara Melly banyak mengeluh hanya karena makan nasi uduk. Melly berjanji tak akan sombong dengan kekayaan keluarganya. Ia akan banyak bersyukur karena di luar sana masih banyak anak yang kurang seberuntung dirinya.
Buku ini cukup menarik dan banyak menyimpan pesan kehidupan, terutama bagi anak-anak. Di samping itu, karena penulisnya baru berusia 10 tahun, buku ini bisa menjadi inspirasi bagi anak-anak untuk berani berkarya.
Baca Juga
-
Refleksi Hardiknas 2025: Literasi, Integritas, dan Digitalisasi
-
The Nutcracker and The Mouse King: Dongeng Klasik Jerman yang Tak Lekang oleh Waktu
-
Membentuk 'Habit' Anak Indonesia Hebat
-
17 Tahun Itu Bikin Pusing: Inspirasi Menjadi Gen Z Tangguh Pantang Menyerah
-
Ulasan Buku Karya Rebecca Hagelin: Tips Melindungi Anak dari Konten Negatif
Artikel Terkait
Ulasan
-
Review Film Julie Keeps Quiet: Yang Memilih Nggak Terlalu Banyak Bicara
-
Ulasan Novel Saksi Mata: Kebenaran yang Tak Bisa Dibungkam Oleh Kekuasaan
-
Review Film Tak Ingin Usai di Sini: Saat Cinta Diam-Diam Harus Rela Pergi
-
Review Film Big World dari Sudut Pandang Disabilitas, Apakah Relate?
-
Ulasan Buku The Art of Reading: Teknik Baca Kilat dan Memahami Isi Buku
Terkini
-
Budaya Cicil Bahagia: Ketika Gen Z Menaruh Harapan pada PayLater
-
Tampil Kece Seharian dengan 5 Inspirasi Outfit Kasual ala Al Ghazali
-
Kutukan Tambang Nikel? Keuntungan Ekonomi Melambung, Kerusakan Lingkungan Menggunung
-
Di Balik Layar Drama Korea Good Boy: Para Cast Ceritakan Pengalaman Seru Selama Syuting
-
Tatap Laga Pamungkas, Timnas Indonesia Beri Kode Bakal Hadirkan Kejutan!