Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Sam Edy Yuswanto
Buku "Berani Tersenyum Meski Terluka" (Dokumen pribadi/Sam Edy)

Saya merasa yakin bahwa setiap orang pernah terluka. Baik terluka secara fisik maupun secara batin. Luka secara fisik mungkin bisa lekas pulih, tapi bila batin atau hati kita yang terluka, misalnya karena ucapan menyakitkan yang keluar dari mulut seseorang, maka biasanya akan terus teringat sampai kapan pun meski kita sudah berusaha memaafkan dan melupakannya.

Memaafkan orang yang telah menyakiti hati kita memang hal yang mestinya kita lakukan. Terlebih bila orang tersebut sudah meminta maaf dengan raut tulus dan penuh penyesalan. Bagaimana pun juga, yang namanya memaafkan kesalahan seseorang itu lebih melegakan hati dan pikiran. Atau dengan kata lain membuat hati kita lebih sehat karena terbebas dari rasa sakit dan dendam berkepanjangan.

Dalam buku Berani Tersenyum Meski Terluka (Araska, 2020) karya Zanuba Muhlisin dijelaskan, sekali waktu dalam hidup ini, kita mengalami sakit hati akibat perbuatan orang lain yang kita anggap menyakiti perasaan. Entah itu dalam pertemanan, pekerjaan, atau percintaan, kadang terjadi pengkhianatan yang meninggalkan rasa sakit hati, kecewa, dan dendam yang membekas bagaikan luka yang sulit mengering. 

Paling umum kasus sakit hati ini terjadi dalam dunia percintaan, yaitu sakit hati dan kecewa karena ditinggal pacar, atau sakit hati karena diselingkuhi. Ada orang yang dengan mudahnya bisa move on dari kejadian tersebut, tetapi ada juga yang merasa sulit melupakan peristiwa menyakitkan tersebut (halaman 11).

Zanuba Muhlisin menjelaskan: ketahuilah, kesedihan ataupun rasa sakit yang dirasakan oleh hati kita yaitu karena kegagalan diri kita sendiri dalam mendidik hati, kita telah gagal mendidik hati untuk selalu ikhlas dan ikhlas. Tidak hanya itu, sakit hati termasuk penyakit hati yang disebabkan karena kerusakan, terutama pada persepsi dan keinginan. 

Biasanya, saat hati kita sakit karena perlakuan buruk orang lain pada kita, reaksi pertama yang kita tampakkan adalah rasa marah. Marah memang sesuatu yang lumrah, tapi bila sampai berlarut-larut dan kita tak mau meredam kemarahan tersebut, maka akibatnya bisa berbahaya bagi fisik dan psikis kita.

Marah pada dasarnya adalah suatu perilaku normal dan sehat. Marah merupakan hal yang wajar, suatu bentuk ekspresi emosional manusia. Namun, ketika sudah tak bisa dikendalikan, maka akan memicu sakit hati mendalam, di mana semua itu akan menjadi masalah besar dan dapat menurunkan kualitas hidup pribadi secara keseluruhan (halaman 21).

Hal yang harus diingat bahwa menyimpan dendam dan sakit hati itu justru malah merugikan diri kita sendiri. Dalam buku ini diuraikan, setidaknya ada beberapa bahaya bagi kesehatan apabila kita menyimpan dendam atau sakit hati terlalu lama. Beberapa bahaya tersebut antara lain: mengubah susunan hormon otak, memicu gaya hidup tidak sehat, meningkatkan risiko kerusakan jantung, memicu penyakit dengan rasa nyeri kronis, dan memicu penuaan dini.

Mudah-mudahan terbitnya buku Berani Tersenyum Meski Terluka ini bisa menjadi pelipur lara atau obat bagi orang-orang yang sedang mengalami sakit hati. Semoga ulasan ini bermanfaat.

Sam Edy Yuswanto