Sekolah adalah lembaga pendidikan yang diharapkan bisa menjadi tempat untuk menempa peserta didik agar menjadi generasi nan cerdas. Anak yang bisa dibanggakan oleh guru, orangtua, juga masyarakat.Karena itu, lembaga pendidikan harus dikelola dengan baik dan profesional, baik dari segi sarana dan prasarana, profesionalitas guru, hingga kurikulum pendidikan yang ditetapkan.
Hal ini sesuai dengan upaya pemerintah tentang Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 (3) yang menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Untuk mendukung upaya pemerintah dalam menerapkan pendidikan nasional, terutama yang berkaitan dengan sekolah ramah anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerbitkan buku Panduan Sekolah & Madrasah Ramah Anak. Lewat buku tersebut, lembaga-lembaga pendidikan yang ada diharapkan mampu menciptakan lingkungan pendidikan yang baik dan kondusif, serta jauh dari pelbagai kekerasan seperti yang selama ini terjadi di berbagai daerah.
Tentu masih segar dalam ingatan kita tentang beberapa kasus kekerasan yang terjadi di sekolah-sekolah, baik yang dilakukan oleh oknum guru kepada murid, atau murid kepada murid. Kasus seperti ini bisa menjadi pemicu munculnya anggapan miring tentang lembaga pendidikan yang kurang perhatian dari pihak pengelola atau tenaga pendidik.
Buku yang disusun oleh Tim KPAI tersebut secara lengkap dan detail menjelaskan bagaimana seharusnya lembaga pendidikan berjalan, terutama bagaimana menciptakan lingkungan sekolah atau madrasah yang baik. Pendidikan yang jauh dari kekerasan fisik dan mental yang berakibat buruk pada perkembangan anak didik.
Dr. Seto Mulyadi, atau yang lebih akrab disapa Kak Seto mengatakan, kecenderungan pola pendidikan di sekolah dewasa ini masih banyak diwarnai unsur “kekerasan” terhadap anak. Lingkungan sekolah tidak nyaman, aman, dan ramah bagi anak. Akibatnya, anak-anak biasanya lebih suka jika jam pelajaran sekolah kosong karena gurunya rapat, misalnya, atau saat memasuki masa liburan sekolah.
Untuk mengantisipasi masalah seperti yang disinggung Kak Seto di atas, maka lembaga pendidikan harus bisa melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya. Dalam buku tersebut ditegaskan bahwa, perlindungan anak diusahakan oleh setiap orang, orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah maupun negara, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 20.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Pulang Ingin Ambil Jas Hujan, Guru di Lampung Timur Kaget Lihat Istri Lakukan Ini dengan Pria Lain di Kamar Mandi
-
5.388 Siswa Lulusan SD di Makassar Terancam Tidak Bisa Melanjutkan Sekolah
-
Belasan SD Rusak di Lombok Tengah Dijanjikan Pemda Untuk Diperbaiki, Tapi Bukan Perbaikan Total
-
5 Kualitas Guru yang Baik, Apakah Kamu Termasuk Salah Satunya?
Ulasan
-
Curug Balong Endah, Pesona Air Terjun dengan Kolam Cantik di Bogor
-
Wonwoo SEVENTEEN Ungkap Pesan Cinta yang Tulus Lewat Lagu Solo 99,9%
-
First Impression Good Boy: Aksi Seru, Visual Keren, dan Cerita Bikin Nagih
-
Ulasan Don Quixote: Perjalanan Ksatria Gila dan Khayalannya
-
SHINee Ring Ding Dong: Anthem Ikonik K-Pop saat Cinta Datang Tak Diundang
Terkini
-
Jackson Wang Ungkap Rasa Sakit Jalani Hubungan Toksik di Lagu Hate To Love
-
Mainan Anak dan Stereotip Gender: Antara Mobil-mobilan dan Boneka
-
Sutradara Pastikan Doctor Doom Tak Muncul di Fantastic Four: First Steps
-
Jalan Panjang Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026 Usai Kalahkan Tim China
-
Bukannya Membantu sang Tetangga, Arab Saudi Justru Lebih Pilih Bantu Timnas Indonesia