Musim haji, ingat buku Orang Madura Naik Haji. Banyak kisah yang tertuang dalam buku bersampul seorang laki-laki berjaket dan berkaus loreng merah putih ini.
Membaca kisah lucu yang termuat dalam kumpulan cerita ini membuat hidup kita semakin berwarna. Yang semula sedih, jadi senang. Yang semula susah, jadi gembira. Yang awalnya menangis, bisa jadi tertawa. Yang awalnya tertawa, bisa jadi ngakak dan terbahak.
Sebagai pelipur lara dan pelenyap kegalauan, buku ini ditulis oleh Abdul Mukti Thabrani yang memang kelahiran Madura. Tepatnya di Desa Akkor, Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan.
Maka, jangan ragu terhadap kualitas dan kredibilitas buku mengenai kisah orang Madura ini, sebab penulisnya telah terjun langsung ke lokasi nyata, yaitu Pulau Garam atau Pulau Madura.
Saya temukan banyak kisah di dalam buku ini. Namun, yang membuat saya paling berkesan adalah kisah orang Madura yang taat, tunduk dan patuh terhadap permintaan dan perintah kiai.
Apa pun perintahnya, jika kiai yang memerintah, orang Madura akan manut. Seperti yang tergambar dalam kisah Sarmadin yang biasa naik angkot. Ketika berada di dalam pesawat, Sarmadin memilih duduk di paling depan karena terbiasa naik angkot. Katanya agar bisa melihat pemandangan dengan jelas.
Meski berkali-kali pramugari menyuruh Sarmadin untuk pindah ke tempat duduk sesuai nomor seat yang tercantum di boarding pass, ia tetap ngeyel. Sarmadin tetap dengan ambisinya, sementara pramugari dan kru pesawat senyum-senyum dan tak habis pikir. Akhirnya pun kiai turun tangan.
Kiai itu mendekati Sarmidin dan berbisik, "Boleh lihat nomor kursinya?"
Ketika Sarmadin memperlihatkan nomor kursinya, kiai itu meneruskan, "Kursi ini untuk yang jurusan Hongkong. Untuk jurusan Makkah, duduknya di belakang."
Maka, tak berselang lama Sarmadin pun pindah ke belakang sesuai dengan nomor seat.
Kisah Sarkawi lain lagi. Ia jujur dan teguh pendirian. Saking teguhnya, ia sampai-sampai bertengkar dengan petugas haji di Tanah Suci.
Gara-garanya, sewaktu hendak berangkat haji, salah seorang seorang kerabatnya menasihatinya agar paspornya betul-betul dijaga dan jangan sampai hilang agar urusannya tidak panjang. Jadi, siapa pun yang meminta, jangan diberikan. Nasihat ini yang dipegang teguh oleh Sarkawi, di mana pun ia berada, termasuk saat telah tiba di Tanah Suci.
Ketika petugas hendak memeriksa paspor dan ingin menyetempelnya, Sarkawi justru melawan, "Jangan ini paspor saya. Siapa pun tidak boleh mengambilnya," kata Sarkawi.
Saat petugas kewalahan, kiai pun mendekat dan berbisik ke Sarkawi, "Kalau ingin sah hajimu, paspornya kasihkan ke petugas, biar distempel jadi haji yang sah. Biar ada gunanya kamu jauh-jauh ke sini."
"Oh, begitu. Kalau tahu begini dari tadi saya akan kasih duluan. Waduh, jadi malu sama Pak Kiai," kata Sarkawi sambil menutup rasa malunya.
Tag
Baca Juga
-
Lika-Liku Perjalanan Seorang Penulis dalam Buku Bergumul dengan Gus Mul
-
Oppo A5 Hadir, HP Murah Teranyar Usung Chipset Snapdragon dan Baterai Jumbo
-
Tecno Spark 40, Smartphone Entry Level Bawa Fitur Pengisian Super Cepat
-
Moto G100 Pro Rilis, Usung Baterai 6720 mAh dan Sertifikat Kelas Militer
-
Vivo Y19s GT 5G Rilis, HP Murah Terbaru dan Model Pertama dari Seri GT
Artikel Terkait
Ulasan
-
Review Film Saint Clare: Niat Jadi Horor Ilahi, Hasilnya Malah Sesat
-
Untamed di Netflix: Luka Lama dan Rahasia Kelam di Taman Nasional
-
Ulasan Novel Brothers: Saat Kebaikan Saudara Tak Selalu Berbuah Manis
-
Ulasan Novel Kokokan Mencari Arumbawangi: Suara Perempuan untuk Lingkungan
-
3 Rekomendasi Novel Korea yang Mengangkat Realitas Sosial Perempuan
Terkini
-
Toni Firmansyah Ingin Promosi ke Level Senior, Piala AFF U-23 Jadi Batu Loncatan?
-
BRI Super League: Tambah Amunisi Asal Brasil, Borneo FC Ada di Jalur Tepat?
-
Refleksi Hari Anak Nasional: Ironi Pernikahan Dini yang Masih Diwajarkan
-
Mengupas The Blair Witch Project: Film Horor Low Budget yang Jadi Fenomena
-
Ulasan Novel Fight For Happiness: Transaksi yang Menyamar Menjadi Cinta