Di dunia ini, seringkali tampang wajah menjadi salah satu nilai utama. Dari cerita yang dituliskan Kahlui ini, digambarkan watak Sola yang terkena kutukan sehingga wajahnya terlihat jelek di mata orang. Karena kutukan itulah, dirinya mendapatkan hinaan dan tatapan jijik dari orang-orang.
Satu-satunya tempat yang menerima Sola tanpa memandang fisik adalah estrakurikulernya yang bernama Teater Hawe. Namun, pada suatu waktu, eskul itu terancam bubar, sehingga membuat Sola harus berjuang untuk mempertahankannya.
Dari beberapa buku series Gandaloka yang sudah saya baca, saya merasa kalau buku ini adalah cerita yang cukup matang dan tidak terlalu banyak plot. Tokoh-tokohnya juga memiliki karakter-karakter yang unik. Saya suka sama sifatnya Yasha yang berwibawa dan juga Sola yang tegas. Entah mengapa, menurut saya, kedua tokoh ini punya chemistry yang bagus.
Tokoh-tokoh support seperti Yoga, Hosea, dan lain-lainnya juga bukan hanya sekadar tempelan. Sedikit spoiler, I feel bad for Jason and Sola. Mereka bener-bener butuh keadilan, dan Sola mendapatkannya dari beberapa orang, tapi tidak untuk Jason. Walaupun perilaku Jason sendiri, nggak aku benarkan sih.
Masih sakit hati sebenarnya jadi Jason. Saya juga tau rasanya kayak gimana. Ini yang sebenarnya menjadi poin tambahan yang saya sukai juga dengan cerita ini. Saya jadi merasa punya simpati dengan tokoh-tokohnya walaupun mereka hanya tokoh sampingan.
Tapi, dari segi cerita ini, endingnya menggantung. Rasanya, lebih terserah kepada pembaca mau endingnya seperti apa. Soalnya, sepertinya buku ini memang tidak ada lanjutannya, karena ini adalah salah satu buku series, yang ceritanya berbeda. Jadi, sepertinya memang pembaca sendiri yang menentukan akhir ceritanya.
Dan juga, saya sedikit bingung dan tidak mengerti, apakah Sola bisa kembali ke rupa sebenarnya? Juga untuk Jason, apakah Yasha sendiri tidak ada perasaan seperti simpati pada orang seperti Jason yang merasa dirinya "dikesampingkan"?
Tetapi, secara keseluruhan, buku ini cukup seru dan ringan juga untuk dibaca. Memang cocok untuk remaja-remaja yang menyukai jenis genre fantasy-romance seperti ini. Intinya ternyata, genre teenlit dicampur fantasi bisa seru juga. Saya cukup menyesal juga karena baru tahu series ini di tahun 2022, padahal cetakan pertamanya sudah di tahun 2019 lalu.
Baca Juga
-
Sirah Cinta Tanah Baghdad, Ketika Balas Budi Harus Tahu Batas
-
Review Novel Deessert, Masalah Cinta yang Belum Selesai
-
Review Novel Jadi Siapa Pemenangnya? Pilih Orang Baru atau Cinta Pertama?
-
Review Novel Romankasa, si Aktor Narsis dan Asisten Tak Berpengalaman
-
Review Novel Kembali Bebas, Ketika Menikah Lama Bukan Berarti Bahagia
Artikel Terkait
Ulasan
-
Ulasan Novel One Golden Summer: Kisah Cinta yang Tumbuh dari Musim Panas
-
Ulasan Novel The Good Liar: Topeng Kebaikan di Lembah Para Pendusta
-
Review Film Speak No Evil, Sikap Diam yang Memberikan Masalah Baru
-
Ulasan Buku Strategi Najmah: Ketika Madrasah Tumbuh di Tangan yang Tepat
-
Tips Selesaikan Tugas di Jangan Memulai Apa yang Tidak Bisa Kamu Selesaikan
Terkini
-
3 Nama Pelatih yang Bisa Gantikan Gerald Vanenburg di Ajang Sea Games 2025
-
PPAD Jenguk Puluhan Purnawirawan TNI AD di RSPAD: Bentuk Perhatian di HUT ke-22
-
Semarak Perlombaan dan Talenta Singa di Perayaan Hari Anak Nasional 2025 Karawang
-
Choi Min Shik dan Han So Hee Siap Bintangi Film "The Intern" Versi Korea
-
Redmi Note 14 SE 5G Resmi Meluncur, Usung Mediatek Dimensity 7025 Ultra