Peristiwa 1998 merupakan salah satu babak kelam namun krusial dalam sejarah Indonesia, ditandai dengan kerusuhan massal, krisis ekonomi, dan gejolak politik yang berujung pada transisi reformasi.
Memahami periode ini tidak hanya penting untuk merawat ingatan tentang apa yang sebenarnya terjadi, tetapi juga untuk belajar dari masa lalu.
Novel fiksi sejarah memberika perspektif yang mendalam karena bukan sekadar cerita rekaan tetapi juga berdasarkan riset, memungkinkan pembaca merasakan kompleksitas emosional dan dampak personal dari peristiwa tersebut.
Berikut adalah lima rekomendasi novel dari penulis Indonesia yang wajib kamu ketahui untuk membaca ulang peristiwa 1998 di Indonesia.
1. Laut Bercerita oleh Leila S. Chudori
Novel ini mengisahkan perjalanan seorang aktivis bernama Biru Laut dan rekan-rekannya yang berjuang untuk keadilan dan demokrasi pada era Orde Baru, hingga berujung pada penculikan dan penghilangan paksa aktivis menjelang dan selama peristiwa 1998.
Novel ini ditulis melalui dua sudut pandang yaitu Biru Laut yang menceritakan pengalaman mengerikan sebagai aktivis yang ditangkap dan disiksa, serta Asmara Jati, adiknya, yang mencari kejelasan tentang keberadaan kakaknya.
Novel ini menggambarkan secara jelas tentang kepedihan, dan perjuangan para aktivis serta keluarga korban penghilangan paksa pada tahun 1991 hingga 1998.
2. Pulang oleh Leila S. Chudori
Meskipun memiliki latar belakang yang lebih luas yaitu dari peristiwa G30S 1965, dalam novel Pulang juga menyentuh peristiwa 1998.
Novel ini secara umum mengisahkan tentang para eksil politik Indonesia pasca-1965 yang terpaksa hidup di Paris dan tidak bisa kembali ke tanah air Indonesia.
Lintang Utara, putri dari salah satu eksil, Dimas Suryo, kembali ke Indonesia pada Mei 1998 untuk merekam pengalaman keluarga korban tragedi 1965 dan menjadi saksi langsung kerusuhan Mei 1998 serta jatuhnya rezim Orde Baru.
Novel ini menggambarkan dampak kerusuhan 1998 terhadap kehidupan masyarakat dan mengaitkannya dengan jejak sejarah politik Indonesia sebelumnya.
3. Perkumpulan Anak Luar Nikah oleh Grace Tioso
Novel ini menceritakan tentang seorang ibu rumah tangga bernama Martha Goenawan, seorang perempuan keturunan Tionghoa-Indonesia.
Melalui kisahnya, novel ini merekam memori dan trauma kelompok etnis Tionghoa terhadap peristiwa Mei 1998. Novel ini mengangkat isu diskriminasi terhadap warga keturunan Tionghoa di zaman Orde Baru.
Istilah "Anak Luar Nikah" mengacu pada generasi Tionghoa Indonesia kelahiran 1960-1990an yang akta kelahirannya mencantumkan status tersebut akibat kebijakan diskriminatif pemerintah.
Novel ini secara jelas menggambarkan kekecewaan yang mewakili perasaan mayoritas orang Tionghoa Indonesia di masa kelam tersebut, dengan fakta yang sesuai alur sejarah dan kenyataan di lapangan.
Pembaca diajak memahami rumitnya kehidupan minoritas dalam konteks politik dan sosial, termasuk trauma akibat persitiwa kerusuhan 1998.
4. Entrok oleh Okky Madasari
Novel Entrok berlatar waktu dan tempat antara tahun 1950-1999, khususnya di Madiun.Novel ini merangkum masa transisi sosial-politik dari akhir Orde Lama hingga awal Reformasi dan merekam peristiwa-peristiwa yang sarat kekuasaan pada zaman Orde Baru.
Melalui perjalanan hidup tokoh utama yang bernama Marni, novel ini mengangkat isu feminisme, politik sosial, dan teror negara terhadap rakyat kecil.
Novel ini relevan untuk memahami konteks sosial dan politik yang membangun atmosfer menjelang reformasi, termasuk mobilitas politik di desa yang diatur sedemikian rupa hingga membuat masyarakat takut melawan negara, serta stigmatisasi militer terhadap mereka yang dianggap musuh negara.
5. Notasi oleh Morra Quatro
Novel fiksi sejarah yang terbit pada tahun 2013 ini menjadikan Kerusuhan dan Reformasi 1998 sebagai poros utama ceritanya.
Novel ini menganalisis refleksi sosial tragedi tersebut dari sudut pandang mahasiswa di luar Jakarta, dengan latar belakang Universitas Gadjah Mada (UGM) di Jogja pada tahun 1998.
Melalui tokoh Nino, mahasiswa Teknik Elektro, dan Nalia, mahasiswa kedokteran gigi, novel ini menggambarkan gejolak reformasi dari perspektif kaum muda yang turut merasakan dan bergerak dalam peristiwa-peristiwa penting pada masa itu.
Itulah lima rekomendasi novel untuk membaca ulang sejarah perisitiwa 1998 mulai dari perjuangan aktivis yang hilang, dampak kerusuhan dan transisi politik, hingga trauma kekerasan rasial dan diskriminasi sosial-politik Orde Baru.
Dengan membaca karya-karya tersebut, kamu dapat memperoleh pemahaman yang lebih kaya tentang salah satu periode paling penting dalam sejarah kontemporer Indonesia.
Baca Juga
-
Solo Activity Bukan Tanda Kesepian, tetapi Bentuk Kemandirian Emosional
-
Bukan Sekadar Membaca: Kebijakan Resensi dan Literasi Kritis di Sekolah
-
Moderate Reader: Indonesia Peringkat Ke 31 Negara Paling Giat Membaca Buku
-
Jarak dan Trauma: Pentingnya Komunikasi Efektif dalam Novel Critical Eleven
-
Perjuangan untuk Hak dan Kemanusiaan terhadap Budak dalam Novel Rasina
Artikel Terkait
-
Ketika Nasib Baik dan Buruk Bertukar dalam Novel Komik Good/Bad Fortune
-
Lampu Hijau dari Balai Kota, Reuni 212 di Monas Sudah Kantongi Izin Pramono Anung
-
Drama Dunia Gaib yang Menguak Kenyataan Pahit dalam Novel Karya Titah AW
-
Ulasan Novel Selamat Tinggal, Kisah Sintong dalam Menjaga Prinsip Hidupnya
-
Mencari Identitas dan Menemukan Keluarga Baru dalam Novel Bertajuk Rapijali
Ulasan
-
Romansa dan Luka Masa Lalu dalam Novel Reuni Berdarah 1995
-
Ulasan Film Korea Mantis: Ketika Pembunuh Bayaran Jadi Pekerjaan Tetap
-
Menghayati Realita Hidup dari Keteduhan Kata dalam Kumpulan Puisi Kawitan
-
Ketika Nasib Baik dan Buruk Bertukar dalam Novel Komik Good/Bad Fortune
-
Pelangi di Mars: Akhirnya Film Sci-Fi Indonesia Sekelas Hollywood Terwujud?
Terkini
-
Rehat Sejenak di Belanda, Jennifer Coppen Tampilkan Rutinitas Santainya
-
Viral! Anak Muda Berbondong Ikut Tren 'Party Jamu' yang sedang Naik Daun
-
Sama-sama Hijau, Ini 5 Perbedaan Mendasar Teh Hijau dan Matcha
-
9 Makanan Terbaik untuk Mengontrol Kulit Berminyak dari Dalam
-
Penuh Energi, NCT Dream Rap Battle di Penampilan Live Lagu Tempo (0 to 100)