Hukuman mati adalah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan kepada seseorang oleh pengadilan atau tanpa pengadilan, sebagai akibat dari perbuatannya. Hukuman mati merupakan hukuman terberat, meskipun dianggap bertentangan dengan Hak Asasi Manusia, namun hukuman ini paling mujarab untuk mencegah timbulnya suatu tindak kejahatan dan pelanggaran.
Disetiap negara pasti memilki berbagai macam hukuman mati yang mereka gunakan, di antaranya yakni suntik mati, hukuman gantung, rajam, kursi listrik, pancung, pembakaran, dll. Namun yang paling banyak digunakan adalah hukuman tembak mati. Dilansir dari Death Penalty World Wide masih ada 28 negara yang melakukan hukuman tembak mati, salah satunya adalah Indonesia.
Di metode hukuman tembak mati ini akan ada Algojo atau Eksekutor sebagai orang yang memiliki tanggung jawab langsung untuk menjalankan hukuman mati atas terdakwa saat akan melakukan hukuman. Biasanya akan dibentuk regu tembak yang terdiri dari beberapa personil militer atau perwira penegakan hukum. Di Indonesia sendiri dalam UU No. 2/PNP S/1964 pada pasal 10, Kepala Polisi Daerah atau Kapolda akan membentuk sebuah regu penembak yang terdiri dari seorang Bintara, dua belas orang Tamtama, dan dibawah pimpinan seorang Perwira.
Dalam pelaksanaannya, ternyata tidak semua senjata yang dipakai para penembak sebagai petugas eksekutor berisi peluru tajam, hanya akan ada beberapa saja senapan yang terisi peluru tajam untuk dapat melumpuhkan terpidana mati, sisanya senapan lain hanya berisi peluru hampa. Mengapa demikian? Inilah alasannya hal tersebut dilakukan agar tidak ada satupun para eksekutor yang bertugas sebagai penembak tahu senjata milik siapakah yang ternyata meluncurkan peluru tajam kepada terpidana mati.
Mengakhiri nyawa seorang manusia menjadi hal yang sangat sulit dilakukan oleh para eksekutor mati. Maka dari itu, untuk menjaga kesehatan mental para petugas yang bertugas menjadi penembak tersebut, setelah itu mereka akan menjalani bimbingan spiritual dan psikologi selama tiga hari. Selain itu mereka juga dibatasi jumlah maksimal untuk melakukan tugasnya sebagai Algojo.
Bayangkan bila hanya ada satu orang penembak saja yang harus bertugas menjadi algojo untuk menembak mati terpidana, mungkin algojo tersebut akan dihantui rasa bersalah dan merasa berdosa meskipun ia hanya menjalankan perintah berdasarkan aturan hukum. Selain itu juga karena dari awal melihat terpidana secara dekat yang masih hidup hingga akhirnya mati karena harus ia tembak, sebagai manusia akan sulit melupakan kejadian tersebut seumur hidupnya.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Keajaiban di Menit Terakhir, Mary Jane Lolos dari Hukuman Mati, Kini Dipulangkan ke Filipina
-
Kronologi Kasus Mary Jane Veloso: Lolos dari Hukuman Mati Hingga Bakal Pulang ke Filipina
-
Bongbong Marcos Ungkap Perjalanan Sulit dan Panjang Mary Jane: Divonis Hukuman Mati, Kini Dipulangkan ke Filipina
-
Arab Saudi Eksekusi 101 Warga Asing, Catat Rekor Tertinggi dalam Sejarah
-
Diskursus Pidana Mati: Antara Efek Jera dan Dampak Hak Asasi Manusia
Ulasan
-
Ulasan Novel Dari Arjuna untuk Bunda, Kisah Luka Seorang Anak
-
Ulasan Buku Al Ghazali karya Shohibul:Jejak Spiritual Sang Hujjatul Islam
-
Berani Menceritakan Kembali Hasil Bacaan dalam Buku Festival Buku Favorit
-
Ulasan Buku Apakah Aku yang Biasa-Biasa Ini Bisa Berbuat Hebat Karya Miftahuddin
-
Bittersweet Marriage: Jodoh Jalur Hutang, 'Sampai Hutang Memisahkan Kita!'
Terkini
-
Usai Kualifikasi Piala Dunia, STY Langsung Dihadapkan Misi Juara AFF Cup?
-
Intip Keseruan Idola SM Entertainment di Teaser Program The Game Caterers 2
-
Erick Thohir Evaluasi Kinerja STY, Singgung Pemain Naturalisasi di Timnas
-
Regenerasi Terhambat: Dinasti Politik di Balik Layar Demokrasi
-
G-Dragon Ekspresikan Ikatan Kuat dengan Fans di Lagu Baru 'Home Sweet Home'