Sebagaimana kita ketahui bersama, guru adalah profesi yang sangat mulia. Jasa guru begitu besar bagi kehidupan umat manusia. Lewat para guru, kita mengenal dan akhirnya memahami beragam ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan kita.
Tak semua orang mampu menjadi guru. Hal ini dapat dimaklumi karena menjadi guru itu memang tidaklah mudah. Butuh dedikasi, keikhlasan, dan semangat juang yang tinggi untuk mengentaskan kebodohan. Seorang guru juga dituntut memiliki perilaku terpuji sehingga dapat menjadi teladan bagi murid-muridnya.
Seorang guru juga dituntut untuk memiliki kreativitas yang tinggi. Menjadi guru yang kreatif merupakan tuntutan zaman. Di tengah kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang terus berkembang, guru dituntut untuk tidak sekadar mampu mengajar melainkan juga mampu berkreasi dengan memanfaatkan berbagai kemajuan teknologi tersebut. Bila tidak demikian, guru akan banyak mengalami ketinggalan dari murid-muridnya sendiri (Guru Mahir Menulis Kreatif, halaman 13).
Dalam buku Guru Mahir Menulis Kreatif karya Ella Isnawati Aunillah (Araska, 2022) ini dipaparkan bahwa salah satu bentuk keterampilan yang harus diasah oleh guru adalah keterampilan menulis. Keterampilan menulis, bagi sebagian guru masih dipandang sebelah mata. Masih sedikit para guru yang memiliki kemampuan menulis dengan baik. Akibatnya, ketika mereka diminta menyerahkan karya tulis ilmiah sebagai syarat kenaikan pangkat, sebagian guru menggunakan jalan pintas seperti memplagiat karya orang lain atau justru membayar orang lain untuk dibuatkan karya tulis.
Menurut pemahaman saya, sangatlah tidak pantas bila ada seorang guru yang nekat melakukan hal tersebut: memplagiat atau menjiplak karya orang lain, atau sengaja membayar jasa orang lain agar dibuatkan karya tulis dengan mengatasnamakan dirinya.
Keterampilan membaca dan menulis merupakan dua keterampilan yang tidak dapat dipisahkan dan perlu dimiliki oleh setiap guru. Artinya, di satu sisi guru perlu terus berlatih agar memiliki minat baca yang tinggi, karena mereka merupakan garda terdepan dalam dunia literasi siswa. Sementara di sisi lain guru juga perlu berlatih menulis, sebab guru sudah pasti memiliki banyak gagasan atau ide yang dapat diperkenalkan kepada anak didiknya (Guru Mahir Menulis Kreatif, halaman 30).
Akhirnya, saya berharap semoga terbitnya buku Guru Mahir Menulis Kreatif ini dapat meningkatkan kesadaran para pembaca, khususnya para guru atau mereka yang berkecimpung di dunia pendidikan, tentang pentingnya memiliki kebiasaan membaca dan menulis dalam hidup ini. Semoga ulasan ini bermanfaat.
Baca Juga
-
Rahasia Kebahagiaan dalam Buku 'Hidup Damai Tanpa Berpikir Berlebihan'
-
Cara Menghadapi Ujian Hidup dalam Buku Jangan Jadi Manusia, Kucing Aja!
-
Ulasan Buku Sukses Meningkatkan Kualitas Diri, Panduan Praktis Meraih Impian
-
Ulasan Buku Jangan Mau Jadi Orang Rata-rata, Gunakan Masa Muda dengan Baik
-
Panduan Mengajar untuk Para Guru dalam Buku Kompetensi Guru
Artikel Terkait
-
Full Senyum! Prabowo Umumkan Guru Honorer Dapat Tunjangan Rp 2 Juta di Hari Guru Nasional
-
Inspiratif! Ulasan Buku Antologi Puisi 'Kita Hanya Sesingkat Kata Rindu'
-
Novel Bungkam Suara: Memberikan Ruang bagi Individu untuk Berpendapat
-
Ikut Gembira Guru Supriyani Divonis Bebas, Mendikdasmen Abdul Mu'ti: Mudah-mudahan Ini Kasus Terakhir
-
Belajar Merancang Sebuah Bisnis dari Buku She Minds Her Own Business
Ulasan
-
Review Film Heretic, Hugh Grant Jadi Penguji Keyakinan dan Agama
-
Inspiratif! Ulasan Buku Antologi Puisi 'Kita Hanya Sesingkat Kata Rindu'
-
Review Film Totally Killer: Mencari Pembunuh Berantai Ke Masa Lalu
-
Review Film Aftermath, saat Terjadi Penyanderaan di Jembatan Boston
-
Review Film 'Satu Hari dengan Ibu' yang Sarat Makna, Kini Tersedia di Vidio
Terkini
-
3 Rekomendasi Two Way Cake Lokal dengan Banyak Pilihan Shade, Anti-Bingung!
-
4 Daily OOTD Simpel nan Modis ala Chae Soo-bin untuk Inspirasi Harianmu!
-
3 Peel Off Mask yang Mengandung Collagen, Bikin Wajah Glowing dan Awet Muda
-
4 Rekomendasi Lagu Romantis Jadul Milik Justin Bieber, Ada Tema Natal!
-
Gadget di Tangan, Keluarga di Angan: Paradoks Kemajuan Teknologi