Sebagian orang mungkin merasa nyaman-nyaman saja menjalani profesi sebagai ‘ghost writer’ atau penulis bayangan. Menurut versi saya, ghost writer termasuk penulis pesanan.
Misalnya, seseorang yang ingin menjadi penulis secara instan untuk tujuan menaikkan jabatan atau pencitraan, maka biasanya ia akan melakukan jalan pintas yakni memesan tulisan pada ghost writer. Ketika tulisan tersebut sudah jadi, maka tulisan tersebut akan diatasnamakan dirinya, bukan atas nama ghost writer atau penulis aslinya.
Sebagian orang menolak menjadi seorang ghost writer. Alasannya, mungkin karena hal tersebut termasuk ke dalam bentuk menipu orang lain. Mengaku-ngaku memiliki karya tulis, padahal itu karya tulis pesanan, bukan karya asli miliknya sendiri.
Bicara tentang profesi ghost writer, ada kisah menarik dalam novel ‘Ledhek dari Blora’ karya Budi Sardjono, terbitan Araska (2018). Novel ini menceritakan seorang pria bernama Sam, yang masih merasa kurang sreg dan perlu merenungkan kembali saat ditawari menjadi ghost writer oleh Trisna, temannya yang sudah lebih dulu menekuni profesi ‘penulis belakang layar’ tersebut.
Sebelumnya, Sam bekerja di sebuah majalah. Tapi majalah tersebut bangkrut dan akhirnya gulung tikar. Era digital memang memudahkan segalanya, tapi juga membuat sulit segalanya. Tidak sedikit media massa cetak gulung tikar, kalah melawan media online yang bertebaran.
Ketika teman-teman Sam telah menemukan pekerjaan yang baru, Sam masih tidak tahu mau ke mana. Pulang ke Yogya membawa kekalahan itu jelas tak akan dilakukannya. Siapa yang akan menanggung empat anak asuhnya? Mau tidak mau ia harus menepati janji di depan istrinya seminggu sebelum dia dipanggil Tuhan. Apa pun yang terjadi dia harus bisa mengantar mereka merampungkan pendidikan untuk bekal kehidupan.
Singkat cerita, ketika Sam bertemu Trisna, salah satu temannya, Sam ditawari menjadi ghost writer dengan iming-iming gaji yang lumayan. Meski awalnya bimbang, tapi pada akhirnya ia mau menerimanya.
Tantangan lumayan berat pun berada di pelupuk mata saat Sam harus mendapat pesanan tulisan dari seorang pengusaha di Jakarta. Ia diminta menulis biografi pengusaha tersebut. Namun, terlebih dahulu ia harus melacak keberadaan Sriyati, ledhek (penari) terkenal yang berasal dari Blora.
Kisah Sam yang ditinggal pergi untuk selamanya oleh sang istri, sementara ia harus mencari pekerjaan yang baru agar bisa menghidupi empat anak asuhnya menarik disimak dan dapat membuat pembaca merenung bahwa hidup di kota besar itu banyak tantangan dan godaannya. Kalau tak kuat iman, apa pun dilakukan tak peduli halal atau haram.
Video yang mungkin Anda suka:
Baca Juga
-
Rangkaian Kisah Penuh Hikmah dalam Buku Berguru pada Saru
-
Pentingnya Memiliki Prinsip Hidup dalam Buku Menjadi Diri Sendiri
-
Menjalani Hidup dengan Tenang dalam Buku Hujan Bahagia
-
Menciptakan Kehidupan yang Harmonis dalam Buku Komunikasi Bebas Konflik
-
Sebuah Upaya Menghindari Penyakit: Buku 'Jagalah Sehatmu Sebelum Sakitmu'
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Drupadi: Rekonstruksi Mahabharata dan Citra Istri Lima Pandawa
-
Ulasan Novel Animal Farm karya George Orwell: Revolusi Menjadi Tirani
-
Ulasan Novel 1984 karya George Orwell: Kengerian Dunia Totalitarian
-
Review Novel 'Perjalanan Menuju Pulang': Pulang Tak Selalu Soal Rumah
-
Ulasan Novel Pulang Karya Leila S. Chudori: Sejarah Kelam Indonesia
Ulasan
-
Review Film High Rollers: Antara Cinta dan Misi Mustahil di Meja Perjudian
-
Ulasan Novel Drupadi: Rekonstruksi Mahabharata dan Citra Istri Lima Pandawa
-
Dibanding Season 1, Squid Game 2 Lebih Sadis atau Lebih Emosional?
-
Ulasan Novel Animal Farm karya George Orwell: Revolusi Menjadi Tirani
-
Ulasan Film 'Setetes Embun Cinta Niyala', Dilema Cinta dan Perjodohan
Terkini
-
Pihak Kim Sae-ron Kembali Rilis Video Baru Usai Bantahan Kim Soo-hyun
-
4 Rekomendasi Short Drama China Buat yang Suka Cerita Padat Bikin Nagih
-
Lebaran di Tengah Gempuran Konsumerisme, ke Mana Esensi Kemenangan Sejati?
-
Pihak Academy Minta Maaf atas Respons Serangan Israel terhadap Hamdan Ballal
-
Gelar Konferensi Pers, Kim Soo-hyun Tuai Kecaman Keras Netizen: Dia Gila