Mitoman, dalam bahasa Jawa, berarti orang yang suka berbohong. Mitomania, dalam istilah ilmu kejiwaan, berarti penyakit bohong patologis paling ekstrem.
Adalah Kefiandra, gadis kelas dua belas SMA Jaya Nusantara yang mengaku mengalami perundungan bertubi, di dalam dan di luar tembok sekolah.
Pelakunya: Lisa, Morgan, Amanda. Ketiganya teman seangkatan di sekolah yang sama. Di hadapan Pak Joni, guru Bimbingan dan Konseling, serta Pak Beni, kepala sekolah, Kefiandra mengaku, dia bahkan menerima ancaman pembunuhan.
Kefiandra menuturkan, sebagai siswa berprestasi dengan seabrek penghargaan dan piala kejuaraan, dia menjadi sasaran iri dengki Lisa, Morgan, Amanda. Mula-mula, ketiganya merundung Kefiandra, lewat intimidasi verbal, disusul kekerasan fisik berulang.
Di hadapan guru dan kepala sekolah, Kefiandra mengungkap dan menunjukkan bukti-bukti perundungan itu. Semuanya lengkap, seluruhnya meyakinkan, seperti tubuh lebam, barang-barang yang rusak, alur cerita logis. Pak Joni dan Pak Beni yang semula ragu, berangsur percaya.
Namun ketika Lisa, Morgan, dan Amanda dipanggil menghadap, masing-masing punya dalih serta argumen penguat yang berbeda-beda. Herannya, semua dalih dan argumentasi masing-masing, sama-sama logis dan layak dipercaya.
Jadi, siapa yang benar? Siapa pula yang berbohong? Mana kesejatian kisah yang sesungguhnya?
Sama seperti Pak Joni dan Pak Beni, pembaca yang menelusuri novel remaja setebal 256 halaman ini, bakal dicengkam kebingungan juga rasa penasaran pekat. Kedua perasaan itu, mendorong pembaca untuk terus menelaah isi novel psikologis ini hingga khatam, lalu bergumam, “Ooo ...”
Segi menarik dari novel ini (kendati sesungguhnya bukan suatu terobosan baru), dalam tiap bab, pengarang menyilakan tiap tokoh bercerita dari sudut pandang masing-masing. Tiap tokoh dipersilakan berargumen, sekaligus menguakkan latar belakang keluarga masing-masing.
Tetapi, segi menarik ini bisa berubah pula menjadi kekurangan. Sebab, di sejumlah bagian, masing-masing tokoh bertutur terlalu detail, sehingga terkesan bertele-tele. Ini potensial menjenuhkan pembaca.
Sedangkan persoalan gangguan mitomania hanya diungkap sedikit, baik penyebab maupun bahayanya. Ini menyebabkan pembaca kurang dapat bersimpati atau berempati secara mendalam kepada pengidapnya.
Walau begitu, novel remaja ini adalah alternatif bacaan yang sangat baik untuk bahan renungan dan kewaspadaan bersama. Isu kesehatan mental, sekarang ini, semakin kencang berembus. Para ahli dan korban, kian banyak yang menyuarakan pentingnya kepedulian terhadap topik satu ini, sebab daya rusaknya memang luar biasa.
Video yang mungkin Anda suka:
Baca Juga
-
Pelajaran Tekad dari Buku Cerita Anak 'Pippi Gadis Kecil dari Tepi Rel Kereta Api'
-
Cerita-Cerita yang Menghangatkan Hati dalam 'Kado untuk Ayah'
-
Suka Duka Hidup di Masa Pandemi Covid-19, Ulasan Novel 'Khofidah Bukan Covid'
-
Akulturasi Budaya Islam, Jawa, dan Hindu dalam Misteri Hilangnya Luwur Sunan
-
Pelajaran Cinta dan Iman di Negeri Tirai Bambu dalam "Lost in Ningxia"
Artikel Terkait
-
Strategi Mengelola Waktu Bermain Gadget Anak sebagai Kunci Kesehatan Mental
-
Aroma Menenangkan dan Efek Relaksasi, Bantu Gen Z Jadi Lebih Percaya Diri
-
Stres dan Diabetes: Bagaimana Kondisi Mental Memengaruhi Pengelolaan Gula Darah
-
Terbiasa Bicara Kasar, Ini Alasan Bermain Game Memengaruhi Emosi Gamers
-
Satu dari Tiga Remaja Alami Masalah Kesehatan Mental, Ini Cara Agar Mereka Dapat Informasi Kredibel di Media Sosial
Ulasan
-
Ulasan Novel Under the Influence Karya Kimberly Brown, Kisah Cinta dan Kesempatan Kedua
-
Ulasan Novel Binding 13, Kisah Cinta yang Perlahan Terungkap
-
Ulasan Novel Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya Karya Rusdi Matahari
-
Ulasan Buku Patah Paling Ikhlas, Kumpulan Quotes Menenangkan Saat Galau
-
Tetap Kuat Menjalani Hidup Bersama Buku Menangis Boleh tapi Jangan Menyerah
Terkini
-
Byeon Woo Seok Nyanyikan Sudden Shower di MAMA 2024, Ryu Sun Jae Jadi Nyata
-
Pep Guardiola Bertahan di Etihad, Pelatih Anyar Man United Merasa Terancam?
-
3 Drama Korea yang Dibintangi Lim Ji Yeon di Netflix, Terbaru Ada The Tale of Lady Ok
-
Review Ticket to Paradise: Film Hollywood yang Syuting di Bali
-
Shin Tae-yong Panggil Trio Belanda ke AFF Cup 2024, Akankah Klub Pemain Berikan Izin?