Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | zahir zahir
Artileri Pertahan Udara Flakpanzer Gepard (wikipedia)

Sepanjang sejarah konflik umat manusia, tentunya selalu menghasilkan beragam persenjataan yang selalu dapat mengubah atau memiliki andil dalam terbentuknya sejarah. Peperangan di era modern ini tentunya semakin canggih dan memasukkan unsur digital maupun kecerdasan buatan (artificial Intelligence) meskipun masih dalam tahap uji coba pada beberapa persenjataan.

Kemajuan teknologi yang semakin pesat juga mendorong berubahnya strategi peperangan yang terjadi pada masa kini. Beberapa tekologi yang dianggap usang dan ketinggalan zaman tentunya lambat laun akan digantikan dengan teknologi yang lebih modern sesuai perkembangan pertempuran di era kini.

Salah satu teknologi pertempuran yang dianggap telah usang di era modern ini adalah keberadaan artileri pertananan udara (arhanud) atau yang dikenal dengan nama anti-aircraft gun. Namun, benarkah teknologi persenjataan dari arhanud tersebut telah usang sepenuhnya di era pertempuran modern ini? Yuk, kita akan sedikit mengulasnya berikut ini.

1. Salah Satu Teknologi Persenjataan Modern Tertua dalam Pelayanan

3-inch Anti-aircraft Gun Pada Perang Dunia I (wikipedia)

Anti-aircraft gun atau artileri pertahanan udara mulai diciptakan ketika manusia mengembangkan pesawat terbang maupun wahana peperangan udara lainnya. Pada masa-masa awal abad ke-20 hingga meletusnya perang dunia pertama, sistem artileri pertahanan udara masih berupa senapan atau senapan mesin yang dipasangkan dengan menghadap ke udara guna menyasar balon-balon udara maupun pesawat tempur.

Dilansir oleh wikipedia.com, teknologi pertahanan udara saat itu pada umumnya ditempatkan secara titik atau stationary. Tentunya keterbatasan teknologi saat itu juga membuat sistem artileri pertahanan udara juga dibuat mengikuti teknologi pertempuran di zamannya.

Namun, hal ini mulai berubah pada memasuki perang dunia ke-2 dan hingga saat ini. Sistem artileri pertahanan udara berevolusi menjadi sistem persenjataan yang memfokuskan untuk pertahanan yang dikombinasikan dengan sistem kendaraan atau yang dikenal dengan self-proppeled anti-aircraft gun (SPAAG) sehingga menjadi lebih mobile dalam bergerak.

BACA JUGA: Penuhi Kebutuhan Serat Bisa Jadi Modal Untuk Memulai Gaya Hidup Sehat Berkelanjutan

Bahkan, beberapa juga dilengkapi dengan sistem radar guna melacak target udara. Akan tetapi, hal tersebut juga mulai mengalami keusangan mengingat pesawat tempur di era modern ini hampir tidak mungkin dijangkau oleh artileri pertahanan udara konvensional.

2. Semakin Susah Menghadapi Pesawat Tempur Modern

Sistem Pantsir S-1 Buatan Russia (wikipedia)

Artileri pertahanan udara dianggap beberapa pihak mulai ketinggalan zaman di era modern ini. Hal ini tentu dipicu mulai berkembangnya teknologi penerbangan militer, khususnya teknologi pesawat tempur yang semakin cepat dan susah dideteksi. Bahkan, dengan kemunculan teknologi rudal udara ke darat ataupun smart-bomb membuat pesawat jet tempur tidak harus berada dekat dengan titik target untuk dapat melancarkan serangan.

Belum lagi dengan dikembangkannya jet tempur generasi kelima yang mengusung teknologi siluman (stealth) membuat teknologi pesawat jet tempur kian susah dilacak dengan sistem radar biasa. Meskipun di era kini artileri pertahanan udara telah dilengkapi oleh radar yang digunakan untuk mendeteksi pesawat tempur.

BACA JUGA: Pemkot Bogor Sebutkan Konversi Angkot BBM ke Listrik Menjadi Salah Satu Pilihan

Dilansir oleh situs military-today.com, pesawat generasi kelima F-35 buatan pabrikan Lockheed-Martin merupakan salah satu pesawat jet tempur paling modern di era kini diketahui selain dapat membawa banyak bom udara ke darat juga memiliki penampang radar yang terbilang sangat kecil, bahkan tidak sampai 1 meter persegi. Keterbatasan ini yang membuat umumnya artileri pertahanan udara di era modern ini hanya menargetkan helikopter ataupun kendaraan udara tak beraak (UAV)

3. Penggunaan Drone Kamikaze Menjadi Angin Tersendiri bagi Arhanud

Drone Kamikaze IAI Harop Buatan Israel (wikipedia)

Bagi sebagian besar pengamat militer tentunya artileri pertahanan udara sudah sangat tidak relevan di era perang modern ini. Akan tetapi, berdasarkan dari perang Russia-Ukraina yang telah berlangsung kurang dari setahun membuat beberapa pengamat masih beranggapan bahwa keberadaan arhanud masih diperlukan di era peperangan modern.

Hal ini tidak terlepas dari penggunaan teknologi drone baik drone intai, drone serang (UCAV) maupun drone kamikaze (loitering-munition) dalam perang tersebut. Drone kamikaze semacam ZALA lancet, Shahed-136, Switchblade yang digunakan dalam peperangan tersebut tentunya membuat artileri pertahanan udara modern masih diterjunkan.

Tentunya hal tersebut ada pengaruh dari strategi pertempuran dengan drone kamikaze yang umumnya bergerombol atau menggunakan Teknik swarming. Hal ini terbukti dari masih diterjunkannya beberapa artileri pertahanan udara baik yang sudah kuno semacam S-60, ZU-23, ZSU-23-4 “Shilka” hingga beberapa artileri udara yang terbilang modern seperti Pantsir S-1 dan sejenisnya.

Secara teori penggunaan anti-aircraft konvensipnal tersebut lebih praktis dan murah daripada menggunakan sistem pertahanan udara moder yang lebih mahal jika hanya menyasar drone kamikaze yang juga tidak terlalu mahal. Namun, yang perlu digaris bawahi dalam peperangan anti-udara modern ini tentunya harus didukung dengan sistem pelacakan radar yang memadai, karena melihat drone-drone yang berukuran cukup kecil meskipun dengan kecepatan yang rendah tentunya bukan hal yang mudah bagi mata manusia biasa. Belum lagi arhanud di era modern ini juga dikombinasikan dengan beragam rudal anti-pesawat portable (manpads) yang dapat menjadi penangkis serangan udara hybrid.

Video yang Mungkin Anda Suka.

zahir zahir